BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Konsep Ekosistem Mangrove
1.1.1
Definisi Mangrove
Pada
mulanya. hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli
lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal
dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat
habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka
kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan
kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove
(bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut
Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau
semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas
air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove
digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang
mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut.
Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan
SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai
hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan
pada waktu surut.
Hutan
mangrove adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau
secarateratur tergenang air laut dan
terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim.
Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh
pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam
Santoso, 2000).
Menurut
Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh
beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon
dan semak yang tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan
berbunga :Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops,
Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda,
danConocarpus (Bengen,2000).
Kata
mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas
(pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam
Supri haryono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal”
apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu
tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau
atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai
bakau nampak nya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok
jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang
mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah
pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon
atau semak yangkhas dan mampu tumbuh
dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di
suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI
dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa
komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor
cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air
tawar, dan petana.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau.
Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh
jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang
selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan
untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di
rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari
bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk
kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas,
arang).
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas
mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia,
Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan
jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986;
Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan
keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan
perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai
kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara
laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi
gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan
tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda
dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari
banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove
memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang
dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang
dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove
Rhizophora.
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove
sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan
sumberdaya mangrove sebagai :
1.
Exclusive mangrove, yaitu satu atau
lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.
Non exclusive mangrove, yaitu setiap
jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak
terbatas pada habitat mangrove saja
3.
Biota, yaitu semua jenis biota yang
berasosiasi dengan habitat mangrove
4.
Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu
setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan
ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup
tinggi.
1.1.2
Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik
di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika,
Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga
masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan
bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang
mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8
juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki
sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75
% berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji
(1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan
hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir
Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di
Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami
penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam
tetapi semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal)
dengan mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia,
salinitas tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk
komunitas mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi tiram dan
aliran air yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen
halus yang anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai
logam berat (trace) membentuk koloid partikel, sehingga sering
menciptakan Mangrove melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama
saat badai), dan tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah
energi gelombang laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen
kecuali partikel halus ketika pasang surut. Dengan cara ini, ekosistem
mangrove membangun lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi,
sehingga sering menjadi objek program konservasi.
1.1.3
Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan
kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga
merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di
bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang
mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas
tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium
termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian
arah daratan (Kusmana, 2002).
Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti
sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang
unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang
fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini
memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada
beberapa ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain:
Jenis pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab
berbentuk layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau
Rhizphora Spp. Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical
layak nya pensil di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp.
Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses
perkecambahan pada kulit pohon.
Ciri-ciri
terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik
menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·
Memiliki jenis pohon yang
relatif sedikit;
·
Memiliki akar nafas
(pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora
spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia
spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·
Memiliki biji yang bersifat
vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora
yang lebih di kenal sebagai propagul.
·
Memiliki banyak lentisel pada
bagian kulit pohon.
Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·
Tanahnya tergenang air laut secara
berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat
pasang pertama;
·
Tempat tersebut menerima
pasokan air tawar yang cukup dari darat;
·
Daerahnya terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam
(bersalinitas) payau (2 – 22 º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem
Mangrove
Berbicara
mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain
liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih
89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.
Flora
hutan mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang
memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk
membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas.
Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan
mangrove dan mampu mengontrol kadar garam.
Contoh flora yang masukke kelompok ini adalah
Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia,
SonneratiadanNypa.
2.
Flora
mangrove minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk
sebuah tegakan yang murni, dengan demikian
secara morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas
mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis,
Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia,
Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh tanaman yang satu ini adalah Calamus,
Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.
Asosiasi
mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan
lain-lain.
1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan
ekosistem mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang
nyata terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik
Hutan Mangrove
Ø
Sebagai
penjaga garis pantai juga tebing sungai agar terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø
Memacu
percepatan perluasan lahan.
Ø
Mengendalikan
intrusi dari air laut.
Ø
Berperan
sebagai pelindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh buruk hempasan
gelombang juga angin yang kencang.
Ø
Sebagai
kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø
Sebagai
pusat pengolahan limbah organik.
Fungsi Ekonomis
Hutan Mangrove
Ø
Sebagai
sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan bangunan bagi manusia.
Ø
Sebagai
penghasil beberapa unsure penting seperti obat-obatan, minuman, makanan, tannin
juga madu.
Ø
Sebagai
lahan untuk produksi pangan.
Fungsi
kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan
oksigen.
2.
Sebagai penyerap karbondioksida.
3.
Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri
dan kapal-kapal di lautan.
Fungsi Biologis
Hutan Mangrove
Ø
Sebagai
tempat untuk mencari makanan, tempat memijah, tempat untuk berkembang-biak
berbagai organisme seperti ikan, udang dan lain-lain.
Ø
Sebagai
salah satu sumber plasma nutfah
Fungsi lain (wanawisata) kawasan
mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kawasan wisata alam pantai
dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2. Sebagai tempat pendidikan,
konservasi, dan penelitian.
Begitu
pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program
pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan,
pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.
1.2 Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem
Mangrove
1.2.1 Faktor edaphis ekosistem mangrove
Menurut Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam
yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia
mineral dan bahan organik, biasanya
tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi
fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992),
seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan
bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami
modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk
manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya
waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis
tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik
tanah
Tubuh tanah (solum)
tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan
lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada
periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah
terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah
mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah
organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik
yang terdegradasi.
Warna tanah merupakan
ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi,
mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih.
Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang
kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah
berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang
tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa.
Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan
nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan
besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh
kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan
warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana
anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang
terkonsentrasi.
Struktur tanah
merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara
agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase:
fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang
antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun
ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik
bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori
berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki
agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah
menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat
sebagai berikut:
·
Tempat tumbuh dan
berkembangnya perakaran
·
Penyedia kebutuhan
primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
·
Penyedia kebutuhan
sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam
organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan
kesediaan hara)
·
Sebagai habitat biota
tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung
dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang
berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Edafis adalah hutan yang dalam pembentukannya sangat di
pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat
biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di
uraikan sebagai berikut :
Tekstur
Tanah
Tanah atau tempat
tumbuh atau substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada
yang mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir
atau berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya.
Tanah belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan
terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah
menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai
perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 –
0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 –
2 µm dan liat (clay) < 2 µm (Hanafiah, 2010).
Gambar: struktur tanah mangrove di
kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Struktur Tanah
Struktur
tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah.
Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat
satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan
lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah
remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah
berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi
tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang
lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .
Salinitas
Salinitas
adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana
(2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya
tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah
estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh
kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan
mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh
salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7,
meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.
Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan
Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan
mangrove umumnya aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah
lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru
dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas
karena banyak mengandung pasir dan bahan organik .
Gambar: jenis tanah pada ekosistem
mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Gambar: jenis tanah pada ekosistem
mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis.
Menurut Khenmark et al.
(1987) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat
diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1. Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah
baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horison A dan C yang dapat
diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horison C mungkin
berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwarna gelap dari tanah
bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun sifat kimia tanahnya
adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung
sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II,
tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan
umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat
kimia dan fisik tanahnya, yaitu tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap
yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang
relatif tinggi, tanah bagian bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan
kedalaman 40-49 cm yang berwarna lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi,
dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik
(organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi
dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna
terdegradasi.Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia
tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar
P yang rendah dan tekstur tanahnya liat.
Menurut
Gledhill (1963) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), sifat tanah
merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan
mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah berbeda pada zona tumbuhan
yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah di luar
daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat
dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang
bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay)
dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang
tanahnya yang mengandung liat dan debu pada konsentrasi yang lebih rendah.Tanah
dengan konsentrasi kation Na > Mg > Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia
spp.Tanah dengan susunan konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K,
tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans).Lebih lanjut pada tanah
dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca
spp.
Menurut
Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi
dalam dua kategori umum, yaitu ;
1. Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu
tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai n > 0,7.
Nilai n adalah hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin
kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar.
2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa
yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara permanen, mempunyai
bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar
kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al.
(1999) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
:
1. Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut,
gelombang, dan aliran sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan
detritus organik.Hara inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering
terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber hara inorganik adalah
hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air laut dan bahan organik yang
terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna
mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas
pada areal mangrove.
Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan
menurun pada saat pasang surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem
mangrove. Air yang dimaksud di sini berupa air yang menggenang di atas
permukaan tanah atau air yang terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah.
Salinitas air di sela-sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya
(naik turun) tidak sebesar pada air yang menggenang di atas permukaan tanah.
Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00).
Salinitas air laut bebas adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain,
dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
Nilai salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies
yang akan ditanam, karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun)
tergantung perubahan musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat
salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi
distribusi jenis mangrove, terutama distribusi horizontal. Pasang surut juga
berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut
sehingga mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove. Karena adanya
perbedaan tingkat konsentrasi garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis
tumbuhan yang hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) :
Flora mangrove menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus,
Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) :
Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra
filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora,
Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras,
Aegalitis, dan Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove
sering kali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang
lebih tua. Daun menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen
ini diperkirakan mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan
dan pembentukan buah.Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria,
Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.
2.
Faktor fisik-kimia
Faktor fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh
pengendapan dan penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi
sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran
tinggi sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan
sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu
daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung
pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur,
sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang
terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga
merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan
terjadinya :
• Tinggi relatif
permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang
terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran
spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur,
peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya
berupa posisi relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan
sebagainya.
KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT
PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri
Tanah
|
Tingkatan
|
|||||||||
Sangat
Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat Tinggi
|
||||||
C-organik (%)
|
<
1,00
|
1,00-2,00
|
2,01
- 3,00
|
3,01
– 5,00
|
>
5,00
|
|||||
N-total (%)
a. Mineral
b. Gambut
|
<
0,10
|
0,10-0,20
<
0,80
|
0,21
- 0,50
0,80
– 2,50
|
0,51
– 0,75
>
2,50
|
>
0,75
|
|||||
Rasio C/N
|
<
5
|
5 –
10
|
11
– 15
|
16
– 25
|
>
25
|
|||||
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
<
10
|
10
–15
|
16
– 25
|
26
– 35
|
>
35
|
|||||
K (me/100 g)
|
<
0,10
|
0,10-0,20
|
0,30
– 0,50
|
0,60
– 1,00
|
>
1,00
|
|||||
Na (me/100 g)
|
<
0,10
|
0,10-0,30
|
0,40
– 0,70
|
0,80
– 1,00
|
>
1,00
|
|||||
Mg (me/100 g)
|
<
0,40
|
0,40-1,00
|
1,10
– 2,00
|
2,10
– 8,00
|
>
8,0
|
|||||
Ca (me/100 g)
|
<
2
|
2 –
5
|
6 –
10
|
11
– 20
|
>
20
|
|||||
KTK (me/100 g)
|
<
5
|
5 –
16
|
17
– 24
|
25
– 40
|
>
40
|
|||||
Kejenuhan Basa
(%)
|
<
20
|
20
–35
|
36
– 50
|
51
– 70
|
>
70
|
|||||
Kadar Abu (%)
|
|
<
5
|
5 –
10
|
>
10
|
|
|||||
|
Sangat
Masam
|
Masam
|
Agak
Masam
|
Netral
|
Agak
Alkalis
|
Alkalis
|
||||
pH (H2O)
a. Mineral
|
<
4,5
|
4,5
– 5,5
|
5,6
– 6,5
|
6,6-7,5
|
7,6
-8,5
|
>
8,5
|
||||
|
Sangat
masam
|
Sedang
|
Tinggi
|
|||||||
pH (H2O)
b. Gambut
|
<
4,0
|
4 –
5
|
>
5
|
|||||||
Kisaran
Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis
Agregat Kimia Tanah
Hutan
Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu
Kabupaten Begkalis
Sifat Kimia Tanah
|
Kedalaman
Lapisan Contoh (cm)
|
|||
0
– 30
|
30
– 60
|
|||
Nilai
|
Peringkat
|
Nilai
|
Peringkat
|
|
pH (H2O)
|
6,0
– 7,1
|
S
|
6,4
– 7,2
|
S
|
C-organik (%)
|
4,47–5,41
|
ST
|
4,48
–5,57
|
ST
|
N-total (%)
|
0,78
– 1,45
|
SR
- S
|
0,47
– 0,84
|
SR
– S
|
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
14,7
– 14,7
|
R
|
14,0
– 17,7
|
R
|
Ca (me/100 g)
|
4,01
– 8,41
|
R
– S
|
1,37
– 3,69
|
SR
– R
|
Mg (me/100 g)
|
1,14
– 1,66
|
S
|
0,91
– 1,61
|
R
– S
|
K (me/100 g)
|
0,50
– 1,77
|
S
– ST
|
0,77
– 0,75
|
S
– T
|
Na (me/100 g)
|
0,98
– 5,75
|
T
– ST
|
0,97
– 1,75
|
T
– ST
|
Total Basa (me/100g)
|
8,24
– 10,18
|
S
|
6,03
– 6,24
|
S
|
KTK (me/100 g)
|
68,6
– 161,6
|
ST
|
67,6
– 177,7
|
ST
|
Kejenuhan Basa (%)
|
7,8
– 17,8
|
SR
|
3,9
– 7,7
|
SR
|
Kadar Abu (%)
|
24,06
– 61,81
|
ST
|
21,66
– 56,77
|
ST
|
Kadar Air Lapang (%)
|
181,6-646,6
|
S
|
177,6
– 667,7
|
S
|
Kadar Air Tanah (%)
|
148,6-446,9
|
S
|
79,7
– 707,7
|
S
|
Keterangan :
SM = Sangat
masam T = Tinggi R = Rendah
ST = Sangat tinggi S = Sedang SR = Sangat rendah
|
Catatan : Diolah dari data analisis agregat tanah
oleh Laboratorium Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar