Senin, 23 Juni 2014



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Konsep Ekosistem Mangrove
1.1.1        Definisi Mangrove
Pada mulanya. hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut. Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau secarateratur  tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen,2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supri haryono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampak nya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak  yangkhas dan mampu tumbuh dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies  mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan  IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan petana.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). 
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora. 
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1.    Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.    Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
3.    Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
4.    Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.

1.1.2        Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75 % berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji (1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk komunitas mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi  tiram dan aliran air yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat (trace) membentuk koloid partikel, sehingga  sering menciptakan Mangrove melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel halus ketika pasang surut.  Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi objek program konservasi.


1.1.3        Ciri-Ciri Hutan Mangrove
  Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda  (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 2002).
    Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada beberapa ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain: Jenis pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab berbentuk layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau Rhizphora Spp. Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical layak nya pensil di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan pada kulit pohon.
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·         Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; 
·         Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·         Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,  khususnya pada Rhizophora yang lebih di kenal sebagai propagul.
·         Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. 
            Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·         Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya    tergenang pada saat pasang pertama;
·         Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
·         Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem Mangrove
Berbicara mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih 89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.      Flora hutan mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas. Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan mangrove dan  mampu mengontrol kadar garam. Contoh flora yang masukke   kelompok ini adalah Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia, SonneratiadanNypa.
2.      Flora mangrove minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah tegakan yang murni, dengan demikian  secara morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia, Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh  tanaman yang satu ini adalah Calamus, Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.      Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.

1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan ekosistem mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang nyata terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik Hutan Mangrove
Ø  Sebagai penjaga garis pantai juga tebing sungai agar terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø  Memacu percepatan perluasan lahan.
Ø  Mengendalikan intrusi dari air laut.
Ø  Berperan sebagai pelindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh buruk hempasan gelombang juga angin yang kencang.
Ø  Sebagai kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø  Sebagai pusat pengolahan limbah organik.

Fungsi Ekonomis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan bangunan bagi manusia.
Ø  Sebagai penghasil beberapa unsure penting seperti obat-obatan, minuman, makanan, tannin juga madu.
Ø  Sebagai lahan untuk produksi pangan.

Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2.      Sebagai penyerap karbondioksida.
3.      Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan.
Fungsi Biologis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai tempat untuk mencari makanan, tempat memijah, tempat untuk berkembang-biak berbagai organisme seperti ikan, udang dan lain-lain.
Ø  Sebagai salah satu sumber plasma nutfah

Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2.      Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.

Begitu pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.

1.2 Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove
1.2.1 Faktor edaphis ekosistem mangrove
            Menurut  Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia mineral  dan bahan organik, biasanya tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik tanah   
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.


Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat sebagai berikut:
·      Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
·      Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
·      Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
·      Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.


Edafis adalah  hutan yang dalam pembentukannya sangat di pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di uraikan sebagai berikut :
Tekstur Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay) < 2 µm (Hanafiah, 2010).




IMG_0060.JPG







Gambar: struktur tanah mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis

Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .

Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana (2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.

IMG_0072.JPG








Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis


Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik .









DSC07565.JPG







Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
DSC07515.JPG









Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis.

Menurut Khenmark et al. (1987) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1.      Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horison A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horison C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwarna gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II, tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya liat.
            Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah berbeda pada zona tumbuhan yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah di luar daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya yang mengandung liat dan debu pada konsentrasi yang lebih rendah.Tanah dengan konsentrasi kation Na > Mg > Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia spp.Tanah dengan susunan konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans).Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.
Menurut Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi dalam dua kategori umum, yaitu ;
1. Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar.
2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.    Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut, gelombang, dan aliran sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan detritus organik.Hara inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air yang dimaksud di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan tanah atau air yang terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah. Salinitas air di sela-sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar pada air yang menggenang di atas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00). Salinitas air laut bebas adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
Nilai salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies yang akan ditanam, karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun) tergantung perubahan musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove, terutama distribusi horizontal. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat konsentrasi garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.

2.    Faktor fisik-kimia
Faktor fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh pengendapan dan penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur, sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan terjadinya :
 • Tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan sebagainya.





KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri Tanah
Tingkatan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat  Tinggi
C-organik (%)
< 1,00
1,00-2,00
2,01 - 3,00
3,01 – 5,00
> 5,00
N-total (%)
a.      Mineral
b.      Gambut

< 0,10

0,10-0,20
< 0,80

0,21 - 0,50
0,80 – 2,50

0,51 – 0,75
> 2,50

> 0,75
Rasio C/N
< 5
5 – 10
11 – 15
16 – 25
> 25
P2O5 Bray 1 (ppm)
< 10
10 –15
16 – 25
26 – 35
> 35
K (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,20
0,30 – 0,50
0,60 – 1,00
> 1,00
Na (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,30
0,40 – 0,70
0,80 – 1,00
> 1,00
Mg (me/100 g)
< 0,40
0,40-1,00
1,10 – 2,00
2,10 – 8,00
> 8,0
Ca (me/100 g)
< 2
2 – 5
6 – 10
11 – 20
> 20
KTK (me/100 g)
< 5
5 – 16
17 – 24
25 – 40
> 40
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 –35
36 – 50
51 – 70
> 70
Kadar Abu (%)

< 5
5 – 10
> 10


Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
pH (H2O)
a. Mineral

< 4,5

4,5 – 5,5

5,6 – 6,5

6,6-7,5

7,6 -8,5

> 8,5

Sangat masam
Sedang
Tinggi
pH (H2O)
b. Gambut

< 4,0

4 – 5

> 5













Kisaran Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah
Hutan Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu  Kabupaten Begkalis

Sifat Kimia Tanah
Kedalaman Lapisan Contoh (cm)
0 – 30
30 – 60
Nilai
Peringkat
Nilai
Peringkat
pH (H2O)
6,0 – 7,1
S
6,4 – 7,2
S
C-organik (%)
4,47–5,41
ST
4,48 –5,57
ST
N-total (%)
0,78 – 1,45
SR - S
0,47 – 0,84
SR – S
P2O5 Bray 1 (ppm)
14,7 – 14,7
R
14,0 – 17,7
R
Ca (me/100 g)
4,01 – 8,41
R – S
1,37 – 3,69
SR – R
Mg (me/100 g)
1,14 – 1,66
S
0,91 – 1,61
R – S
K (me/100 g)
0,50 – 1,77
S – ST
0,77 – 0,75
S – T
Na (me/100 g)
0,98 – 5,75
T – ST
0,97 – 1,75
T – ST
Total Basa (me/100g)
8,24 – 10,18
S
6,03 – 6,24
S
KTK (me/100 g)
68,6 – 161,6
ST
67,6 – 177,7
ST
Kejenuhan Basa (%)
7,8 – 17,8
SR
3,9 – 7,7
SR
Kadar Abu (%)
24,06 – 61,81
ST
21,66 – 56,77
ST
Kadar Air Lapang (%)
181,6-646,6
S
177,6 – 667,7
S
Kadar Air Tanah (%)
148,6-446,9
S
79,7 – 707,7
S

Keterangan :
SM = Sangat masam              T = Tinggi                       R = Rendah
ST = Sangat tinggi                  S = Sedang                   SR = Sangat  rendah

Catatan : Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah  Fakultas Pertanian Universitas Riau