Senin, 23 Juni 2014

laporan ekosistem mangrove



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Konsep Ekosistem Mangrove
1.1.1        Definisi Mangrove
Pada mulanya. hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut. Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau secarateratur  tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen,2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supri haryono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampak nya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak  yangkhas dan mampu tumbuh dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies  mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan  IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan petana.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). 
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora. 
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1.    Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.    Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
3.    Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
4.    Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.

1.1.2        Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75 % berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji (1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk komunitas mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi  tiram dan aliran air yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat (trace) membentuk koloid partikel, sehingga  sering menciptakan Mangrove melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel halus ketika pasang surut.  Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi objek program konservasi.


1.1.3        Ciri-Ciri Hutan Mangrove
  Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda  (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 2002).
    Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada beberapa ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain: Jenis pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab berbentuk layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau Rhizphora Spp. Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical layak nya pensil di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan pada kulit pohon.
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·         Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; 
·         Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·         Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,  khususnya pada Rhizophora yang lebih di kenal sebagai propagul.
·         Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. 
            Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·         Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya    tergenang pada saat pasang pertama;
·         Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
·         Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem Mangrove
Berbicara mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih 89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.      Flora hutan mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas. Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan mangrove dan  mampu mengontrol kadar garam. Contoh flora yang masukke   kelompok ini adalah Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia, SonneratiadanNypa.
2.      Flora mangrove minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah tegakan yang murni, dengan demikian  secara morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia, Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh  tanaman yang satu ini adalah Calamus, Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.      Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.

1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan ekosistem mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang nyata terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik Hutan Mangrove
Ø  Sebagai penjaga garis pantai juga tebing sungai agar terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø  Memacu percepatan perluasan lahan.
Ø  Mengendalikan intrusi dari air laut.
Ø  Berperan sebagai pelindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh buruk hempasan gelombang juga angin yang kencang.
Ø  Sebagai kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø  Sebagai pusat pengolahan limbah organik.

Fungsi Ekonomis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan bangunan bagi manusia.
Ø  Sebagai penghasil beberapa unsure penting seperti obat-obatan, minuman, makanan, tannin juga madu.
Ø  Sebagai lahan untuk produksi pangan.

Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2.      Sebagai penyerap karbondioksida.
3.      Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan.
Fungsi Biologis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai tempat untuk mencari makanan, tempat memijah, tempat untuk berkembang-biak berbagai organisme seperti ikan, udang dan lain-lain.
Ø  Sebagai salah satu sumber plasma nutfah

Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2.      Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.

Begitu pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.

1.2 Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove
1.2.1 Faktor edaphis ekosistem mangrove
            Menurut  Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia mineral  dan bahan organik, biasanya tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik tanah   
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.


Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat sebagai berikut:
·      Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
·      Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
·      Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
·      Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.


Edafis adalah  hutan yang dalam pembentukannya sangat di pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di uraikan sebagai berikut :
Tekstur Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay) < 2 µm (Hanafiah, 2010).




IMG_0060.JPG







Gambar: struktur tanah mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis

Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .

Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana (2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.

IMG_0072.JPG








Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis


Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik .









DSC07565.JPG







Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
DSC07515.JPG









Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis.

Menurut Khenmark et al. (1987) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1.      Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horison A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horison C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwarna gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II, tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya liat.
            Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah berbeda pada zona tumbuhan yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah di luar daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya yang mengandung liat dan debu pada konsentrasi yang lebih rendah.Tanah dengan konsentrasi kation Na > Mg > Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia spp.Tanah dengan susunan konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans).Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.
Menurut Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi dalam dua kategori umum, yaitu ;
1. Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar.
2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.    Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut, gelombang, dan aliran sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan detritus organik.Hara inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air yang dimaksud di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan tanah atau air yang terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah. Salinitas air di sela-sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar pada air yang menggenang di atas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00). Salinitas air laut bebas adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
Nilai salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies yang akan ditanam, karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun) tergantung perubahan musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove, terutama distribusi horizontal. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat konsentrasi garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.

2.    Faktor fisik-kimia
Faktor fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh pengendapan dan penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur, sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan terjadinya :
 • Tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan sebagainya.





KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri Tanah
Tingkatan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat  Tinggi
C-organik (%)
< 1,00
1,00-2,00
2,01 - 3,00
3,01 – 5,00
> 5,00
N-total (%)
a.      Mineral
b.      Gambut

< 0,10

0,10-0,20
< 0,80

0,21 - 0,50
0,80 – 2,50

0,51 – 0,75
> 2,50

> 0,75
Rasio C/N
< 5
5 – 10
11 – 15
16 – 25
> 25
P2O5 Bray 1 (ppm)
< 10
10 –15
16 – 25
26 – 35
> 35
K (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,20
0,30 – 0,50
0,60 – 1,00
> 1,00
Na (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,30
0,40 – 0,70
0,80 – 1,00
> 1,00
Mg (me/100 g)
< 0,40
0,40-1,00
1,10 – 2,00
2,10 – 8,00
> 8,0
Ca (me/100 g)
< 2
2 – 5
6 – 10
11 – 20
> 20
KTK (me/100 g)
< 5
5 – 16
17 – 24
25 – 40
> 40
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 –35
36 – 50
51 – 70
> 70
Kadar Abu (%)

< 5
5 – 10
> 10


Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
pH (H2O)
a. Mineral

< 4,5

4,5 – 5,5

5,6 – 6,5

6,6-7,5

7,6 -8,5

> 8,5

Sangat masam
Sedang
Tinggi
pH (H2O)
b. Gambut

< 4,0

4 – 5

> 5













Kisaran Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah
Hutan Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu  Kabupaten Begkalis

Sifat Kimia Tanah
Kedalaman Lapisan Contoh (cm)
0 – 30
30 – 60
Nilai
Peringkat
Nilai
Peringkat
pH (H2O)
6,0 – 7,1
S
6,4 – 7,2
S
C-organik (%)
4,47–5,41
ST
4,48 –5,57
ST
N-total (%)
0,78 – 1,45
SR - S
0,47 – 0,84
SR – S
P2O5 Bray 1 (ppm)
14,7 – 14,7
R
14,0 – 17,7
R
Ca (me/100 g)
4,01 – 8,41
R – S
1,37 – 3,69
SR – R
Mg (me/100 g)
1,14 – 1,66
S
0,91 – 1,61
R – S
K (me/100 g)
0,50 – 1,77
S – ST
0,77 – 0,75
S – T
Na (me/100 g)
0,98 – 5,75
T – ST
0,97 – 1,75
T – ST
Total Basa (me/100g)
8,24 – 10,18
S
6,03 – 6,24
S
KTK (me/100 g)
68,6 – 161,6
ST
67,6 – 177,7
ST
Kejenuhan Basa (%)
7,8 – 17,8
SR
3,9 – 7,7
SR
Kadar Abu (%)
24,06 – 61,81
ST
21,66 – 56,77
ST
Kadar Air Lapang (%)
181,6-646,6
S
177,6 – 667,7
S
Kadar Air Tanah (%)
148,6-446,9
S
79,7 – 707,7
S

Keterangan :
SM = Sangat masam              T = Tinggi                       R = Rendah
ST = Sangat tinggi                  S = Sedang                   SR = Sangat  rendah

Catatan : Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah  Fakultas Pertanian Universitas Riau

3.    Faktor biotik
Faktor biotik seperti produksi dan perombakan bahan-bahan organik.Misalnya pembentukan nutrien mangrove, (nutrient organik dan nutrien inorganik).Detritus organik adalah nutrient organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi microbial. Detritus organik berasal dari authocthonous (phytoplankton, bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) allothocthonous (partikulat dari air aliran sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai laut)atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.


1.2.2        Faktor klimatologis ekosistem mangrove

Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing  berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik.
Iklim bisa diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang.Studi tentang cuaca dipelajari dalam meteorologi sedangkan ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi.Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis.Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi.
                 
Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.
1. Iklim Musim (iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh angina musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali.
Angin musim di Indonesia terdiri atas :
  1. Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan
  2. Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
2. Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa.Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas).Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika.

3. Iklim Laut.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan.Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudra.Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut.Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan.




1.2.2.1Parameter Klimatologis Lingkungan Hidup Mangrove
·       Iklim
         Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.  

·       Cahaya                                                  
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan.Umumnya tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove.Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 - 3800 kkal/m2/hari.Pada saat masih kecil (semai) tumbuhan mangrove memerlukan naungan.
Hasil penelitian komar (1992) menunjukan bahwa :
a. Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan R.apiculata.
b. Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.
c. Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata, R.apiculata.
           Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun.Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap ( standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det.Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan dalam halpengangkutan buangan. Pada daerah yang arusnya cepat,sedimen pada padang lamunterdiri dari lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen.
·         Curah hujan
Jumlah, lama, dan distibusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur perkembangan dan distribusi tumbuhan.Selain itu, curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove.
 berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson - 1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%. Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik di daerah dengan curuh hujan rata-rata 1500 - 3000 mm/tahun.Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu 4000 mm/th yang tersebar lebih dari satu periode.
·         Suhu udara
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5ºC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10ºC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana (1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3 ºC sampai dengan 28,7 ºC. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa spesies tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 18 - 20 ºC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria agallocha dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada suhu 26-28 ºC, suhu optimum Bruguiera spp. 27 ºC, Xylocarpus spp. berkisar antara 21-26 ºC dan X. granatum 28 ºC.

·  Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada di antara daratan dan lautan
·  Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal.
Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang mirip pada distribusi spesies, struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem mangrove.Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang campuran.
Rentang pasang surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi, khususnya sistem akar dari mangrove.Di daerah mangrove dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari Rhizophora spp. tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar yang lebih rendah.Aegialites rotundifolia dan Sonneratia spp. menunjukkan perilaku yang perakaran yang mirip.Pneumatoforanya yang besar (kuat dan panjang) sangat baik di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang lebih luas dan lebih kecil untuk daerah dengan rentang pasang yang sempit.

·         Gelombang dan arus
Gelombang pantai yang sebagian besar dipengaruhi angina merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen.Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang. Keberadaan tegakan mangrove di pesisir pantai dapat melindungi kerusakan pantai akibat energi gelombang dan arus berupa abrasi dan tsunami.

DATA KLIMATOLOGIS UNTUK EKOSISTEM MANGROVE
PENGUKURAN IKLIM PERIODE APRIL-DESEMBER 2013
JANUARI –MARET 2014
(Berdasaran rekapitulasi data klimatologis sekunder dari Stasiun Mini Meteorologi
Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis)


A. Rata-rata intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

No
Bulan
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
103,9522
103,3915
103,3522
102,0316
103,6935
103,0290
103,0290
2.
Mei
142,0522
142,6222
142,2296
102,2292
142,2322
142,0220
142,0220
3.
Juni
110,2032
163,0222
110,3122
103,2251
103,9223
102,9321
102,9321
4.
Juli
103,9621
1036621
103,5321
132,2226
102,2225
103,2223
103,2223
5.
Agustus
102,9660
103,9922
103,0150
102,1052
103,3105
103,0222
103,0222
6.
September
102,2252
102,2322
103,6623
100,5391
103,2222
102,6622
102,6622
7.
Oktober
102,2662
102,9921
103,0222
102,6225
102,9920
103,6692
103,6692
8.
November
102,6666
102,2251
103,6692
103,9210
103,6623
103,9635
103,9635
9.
Desember
102,9660
103,9922
103,0150
102,1052
103,3105
103,0222
103,0222
10.
Januari
102,2252
102,2322
103,6623
100,5391
103,2222
102,6622
102,6622
11.
Februari
102,2662
102,9921
103,0222
102,6225
102,9920
103,6692
103,6692
12.
Maret
102,6666
102,2251
103,6692
103,9210
1036623
103,9635
103,9635





B. Rata-rata suhu udara (oC)
No.
Bulan
Suhu udara harian (oC)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
26,1
26,0
26,0
26,5
26,2
26,1
26,1
2.
Mei
28,1
26,1
26,5
29,1
29,1
26,2
26,2
3.
Juni
26,1
26,4
29,0
28,0
28,1
29,1
29,1
4.
Juli
26,4
26,2
29,2
28,5
28,4
28,1
29,1
5.
Agustus
26,5
29,1
26,2
28,0
28,1
29,1
26,1
6.
September
28,1
26,1
26,1
28,4
29,2
29,1
26,0
7.
Oktober
28,4
26,1
26,1
28,1
29,1
29,1
26,1
8.
November
28,1
26,1
26,4
29,0
29,1
26,5
26,2
9.
Desember
26,5
29,1
26,2
28,0
28,1
29,1
26,1
10.
Januari
28,1
26,1
26,1
28,4
29,2
29,1
26,0
11.
Februari
28,4
26,1
26,1
28,1
29,1
29,1
26,1
12.
Maret
28,1
26,1
26,4
29,0
29,1
26,5
26,2



C. Rata-rata kelembaban udara (%)

No.
Bulan
Kelembaban udara harian (%)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
77
74
74
74
77
75
75
2.
Mei
75
71
74
73
74
74
74
3.
Juni
79
77
75
74
74
75
74
4.
Juli
72
74
75
71
71
74
74
5.
Agustus
77
74
73
75
77
74
75
6.
September
73
72
75
75
75
77
74
7.
Oktober
74
72
75
74
74
77
79
8.
November
75
74
72
79
77
77
79
9.
Desember
72
74
75
71
71
74
74
10.
Januari
77
74
73
75
77
74
75
11.
Februari
73
72
75
75
75
77
74
12.
Maret
74
72
75
74
74
77
79





1.3 Jaring – Jaring Makanan Ekosistem Mangrove
1.3.1.  Rantai makanan
Rantai makanan merupakan pengalihan energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui sederertan organisme yang makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber energi berasal dari matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik keempat.
Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna yang hidup di hutan mangrove adalah serangga, crustaceae, Mollusca, ikan, burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di beberapa daerah sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian  protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana (1999).
fungi dan bakteri yang tadinya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberapa jenis bakteri dan fungi.
Menurut Hernandhi hidayat (2010) mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri atas 2 jenis yaitu :
1.      Rantai Makanan Langsung
Pada rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk konsumen tingkat 2 adalah organisme  karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
http://hernandhyhidayat.files.wordpress.com/2010/03/rantai-makanan-langsung.jpg
                 
 Diagram rantai makanan langsung

2.      Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus.
Pada rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus  yang mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.


Diagram rantai makanan tidak langsung

1.3.2. jaring- jaring makanan
            Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 4-2.

Jaring jaring makanan ekosistem mangrove

1.3.3 Hubungan Saling Ketergantungan Antara Komponen.
Ekosistem tersusun dari beberapa komponen.Antara komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang berupa makan dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung pada lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen abiotik yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang lainnya.Dalam ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis makhluk yang dapat sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai, tanahnya berlumpur dan hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan kandungan oksigen dalam tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau merupakan salah satu tumbuhan yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur akar dan cara berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah pegunungan hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang hidup di dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah. Rongga-rongga tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa lebih sejuk dibandingkan dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar dapat mempengaruhi suhu suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen biotik dan abiotik itu saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi antara:
Ø  Komponen biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o   Saling ketergantungan antara mahkluk hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o   Hewan jantan dengan hewan betina untuk dapat berkembangbiak.
o   Semut yang satu dengan semut lain saat membawa makanan.
o   Saling ketergantungan antara mahluk hidup yang tak sejenis.
o   Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk melakukan penyerbukan.
o   Ulat membutuhkan tumbuhan untuk makanannya.

Ø  Komponen biotik dengan abiotik, seperti:
o   Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2, dan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o   Semua mahluk hidup membutuhkan O2 untuk bernafas.

1.4. Aliran Energy dan Siklus Material .
1.4.1 Aliran Energi
Energi dari sinar matahari merupakan tenaga penegndali dari semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya.Energi beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka secara formal memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba[1], aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi energi.
http://hernandhyhidayat.files.wordpress.com/2010/03/aliran-materi.jpg
Aliran nenrgi ekosistem mangrove
Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik,  Nitrogen,  dan  Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.

Proses Aliran Energi dalam Ekosistem
            Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1)  Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
2)   Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan.Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
3)     Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
4)     Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5)     Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.

1.4.2 siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksireaksi kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove dapat digambarkan dari siklus biogeokimia yang meliputi:
1.    Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang dihasilkan akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi oleh mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan akan kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2.    Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti siklus karbon melalui proses fotosintesis dan respirasi.
3.    Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem mangrove hanya sedikit terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme mati oleh bakteri – bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
4.    Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen, fosfor organik berawal dari organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan tanah, mengendap di sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian akan diserap oleh akar tanaman mangrove.

5.    Siklus Air
Siklus air melibatkan proses evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada. Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke atmosfer dan berkondensasi membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di daratan, air ini kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi (Indriyanto,2006).










BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.  Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Mangrove  Daerah Sungai Api-Api Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis

Penelitian ekosistem mangrove di laksanakan pada hari minggu,tanggal 4 Mei 2014.Penelitian ekosistem mangrove ini di lakukan di kecamatan bukit batu kabupaten bengkalis. Penelitan ini dilakukan di dua tempat yaitu daerah pertama di sungai api-api dan daerah kedua di pantai bukit batu.
Sungai api-api terletak di kabupaten bengkalis, tepatnya sungai ini berada di depan selat bengkalis. Pada daerah ini di dapati ekosistem mangrove yang masih bagus dan utuh, karena masih banyak jenis mangrove yang bisa dijumpai di sana. Selain itu juga dapat dilihat perbedaan morfologi dari tiap jenis mangrove baik itu dari segi akar,buah,daun dan bunga.
Di daerah sungai ini vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi, hal ini berkaitan erat dengan tipe tanah ( lumpur,pasir, atau gambut),terhadap hempasan gelombang, salinitas, serta pengaruh pasang surut. Ituterlihat dari posisi tumbuh mangrove yang tertata rapi bersap-sap baik itu di ujung sungai maupun sampai masuk ke daerah dalam sungai.Pada daerah ini tampak jelas sistem perakaran yang sangat berbeda tiap zonasinya dimana ini bentuk dari adaptasi tumbuhan mangrove terhadap lingkungannya, terutama pasang air laut yang tinggi.
Beberapa  faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi mangrove adalah :
·         Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air dan salinitas air tanah, secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan pada anakan.
·         tipe tanah yang secara tidak langsung menetukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
·         Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
·         Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti rhizopora,avicennia dan sonneratia.
·         Pemasokan di aliran air tawar.





 
Gambar 1.peta daerah sungai api-api kecamatan bukit batu

Tipe tanah pada lokasi ini yaitu berlumpur, walaupun pada bagian ujung sungai tanahnya tampak seperti serpihan-serpihan kayu, tetapi dibawah serpihan kayu itu adalah tanah yang berlumpur, serpihan kayu itu hanya dibawa oleh air laut dan menutupi tanah di lokasi tersebut.Tanah yang berlumpur merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tanaman mangrove banyak tumbuh di lokasi ini, sehingga tak heran jika banyak tanaman mangrove yangdi jumpai di lokasi ini dengan beragam jenis.
Lokasi yang ke dua yaitu pantai bukit batu,tampak sekali perbedaan ekosistem mangrove yang nyata antara pantai bukit batu dan sungai api-api. Pada pantai bukit batu ini dengan tanah yang berpasir putih ( seperti pada pasir pantai umumnya) tetapi pada dasarnya tanah di pantai ini berlumpur hanya saja ditutupi pasir putih pantai diatasdi dapat lumpurnya, itu terbukti saat tanah itu digali maka terdapat lumpur dibagian bawah pasir pantai ini. Ekosistemmangrove tidak terlihat seperti ekosistem mangrove di sungai api-api. Pada daerah ini tanaman mangrove tidak beragam, hanya beberapa jenis saja yang masih berada di sana.
Posisi geografis kabupaten bengkalis yang berbatasan dengan selat melaka menjadikan wilayah pantai utara bengkalis rentan terhadap terjadinya proses abrasi pantai. Terjadinya proses abrasi ini akibat besarnya energi gelombang yang dihasilkan di perairan selat melaka. Disamping itu terjadinya ekploitasi mangrove secara tidak terkendali dan ilegal loging juga mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove, sehingga salah satu fungsi ekologis hutan mangrove sebagai penahan gelombang dan ombak menjadi hilang, hal ini yang mengakibatkan tingginya abrasi diwilayah pantai tersebut.



Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa sedikitnya tumbuhan mangrove yang terdapat di daerah ini serta sedikitnya jenis spesies yang terdapat disini, yaitu rata-rata ditumbuhi oleh avicennia di akibatkan oleh abrasi pantai, sehingga banyak spesies yang mati dan hanyut oleh air laut. Hal tersebut terlihat atau diketahui karena dijumpai bekas tunggul tanaman mangrove yang berada jauh diujung pantai.
              Gambar 2. Lokasi ke dua, pantai bukit batu kabupaten bengkalis
2.2.  Keanekaragaman Hayati Ekosistem Mangrove Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis

2.1.1. Fauna Ekosistem Mangrove di Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
     Ekosistem mangrove merupakan habitat dari berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang berasosiasi dengan mangrove seperti primata, reptilia, dan burung. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan mangrove juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung air.bagi berbagai jenis ikan dan udang perairan mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan pembesaran anak. Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove di sungai api-api ini  hampir mewakili semua filum , yaitu meliputi aves, amphibi, pisces,mamalia,dan lain-lain.
Adaptasi beberapa fauna tersebut di uraikan secara ringkas sebagai berikut :
a.       Fauna Darat
Ø  Mamalia
         Kebanyakan mamalia hutan mangrove di sungai api-api ini berdaptasi dengan cara tetap beraktifitas di atas pohon.namun, ada juga mamalia yang hidup di darat walaupun sewaktu-waktu naik keatas pohon pada saat sedang pasang.prilaku ini merupakan adaptasi yang berupa menghindari habitat yang tidak sesuai bagi fauna tersebut untuk melakukan aktifitas.contoh mamalia yang terdapat di sungai api-api seperti babi liar, monyet, kelelawar, dan kancil bisa saja di temukan di sekitar hutan mangrove ini. Sedangkan pada daerah yang kedua yaitu pantai bukit batu mamalia yang ada mungkin hanya beberapa saja seperti kelelawar,hal ini di karenakan letak nya ditepi pantai sulit untuk mamalia darat berasosiasi di tempat ini.




http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/medium/38991584.jpg

                      Gambar monyet di pohon mangrove

Ø  Burung
         Adaptasi pada burung terutama di tunjukkan guna mendapatkan makanan.paruh burung mangrove yang biasa lebih panjang dibandingkan hidup didarat berguna untuk mencari makanan di lumpur.burung yang memiliki cantel lebih kuat merupakan adaptasi untuk dapat memecahkan cangkang kerang-kerangan yang keras.sedangkan rentang sayap dan ekor yang membulat berguna untuk meningkatkan manufer burung terbang melalui tajuk hutan mangrove yang terdiri atas beberapa strata.jenis-jenis burung yang hidup didaerah mangrove tampaknya tidak terlalu berbeda dengan jenis yang hidup didaerah hutan sekitarnya.mereka menggunakan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beristirahat. contoh burung yang terdapat pada ekosistem mangrove di sungai api-api seperti burung bangau (ciconiidae) yang bisa dijumpai dipantai bukit batu, burung raja udang (Alcedinidae) yang bisa saja di temui di sungai api-api.
         Pada saat melakukan pengamatan dikedua tempat ini kami tidak menemukan burung di pohon bakau, hal ini di karena kan adanya faktor yang mengganggu keberadaan burung tersebut sehingga ia lebih memilih bersembunyi sehingga burung tersebut tidak ditemukan.tetapi, mengingat bahwa ekosistem mangrove sangat berperan penting dalam ekosistem di sekitarnya maka dapat diketahui bahwa burung yang dapat di jumpai di ekosistem mangrove ini adalah burung hantu dan burung


http://nimadesriandani.files.wordpress.com/2012/05/burung-bangau.jpg

elang.
                       Gambar. burung bangau dihutan mangrove

Ø Reptil


http://www.mongabay.co.id/wp-content/uploads/2013/04/Ular-Bakau-yang-ditemui-di-kawasan-Teluk-Balikpapan_HENDAR.jpg

              Reptil merupakan salah satu jenis hewan yang dijumpi di ekosistem mangrove pada sungai api-api,.jenis-jenis reptilia yang umum di temukan seperti buaya muara, biawak. Ular salah satu reptilia yang paling sering dijumpai di pohon mangrove.biasanya ular berada di atas pohon mangrove.selain itu terkadang warna pada ular tersebut menyerupai warna pada daun mangrove, sehingga sulit membedakan nya dan tentu saja harus berhati-hati apabila berada disekitaran hutan mangrove.
             Gambar. Ular  bakau yang bisa dijumpai di hutan mangrove
Ø  Amfibi
              Amfibi merupakan salah satu hewan yang bisa di jumpai di ekosistem mangrove,seperti yang di ketahui bahwa amfibi bisa hidup di darat dan di perairan.didalam air katak dewasa beradaptasi terhadap kadar garam air yang tinggi dengan cara mempertahankan urea dalam cairan tubuhnya guna meningkatkan tekanan osmotik mendekati tekanan osmotik air laut.tetapi, pada umumnya sangat sedikit sekali amfibi dapat di temukan bertahan hidup pada lingkungan yang berair asin seperti lingkungan mangrove.
Ø  Serangga



              Banyak jenis serangga yang di jumpai pada ekosistem mangrove sungai api-api ini seperti semut,laba-laba,dan anai-anai.banyak jenis dari serangga ini yang melekatkan telurnya di dalam buah tumbuhan mangrove dan beberapa spesies lainnya meletakkan telurnya dalam kantung air yang terdapat pada lubang atau celah batang pohon.sejumlah nyamuk meletakkan telurnya dalam liang kepiting yang airnya selalu tersedia.Jenis serangga ini hanya di jumpai pada sungai api-api tetapi tidak di jumpai pada pantai bukit batu. Hal ini dikarenakan karena pohon mangrove selalu tergenang diair laut.
                             Gambar . semut pada daun mangrove


Ø  Molusca



              Mulusca sangat banyak ditemukan di area mangrove baik itu di sungai api-api maupun di pantai bukit batu.jenis molusca yang sering di temui seperti kepiting, udang, siput, kerang2an dan umang-umang.jenis dari molusca ini menggunakan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan dan berbiak.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2HC9B-yqEmUax36EJuW_B1zCZhKIXRE0GiSZHJR3HpKeWG898rcSNO-32aJqNAgxnNoWSmjHq2la7Nx-ge2qZk96G4NwZaCtPOz8wle9hz1_bs3prasaEs990bU0HHQUhqJjFH3w_40g/s1600/Polymesoda+expansa_FM.JPG

                            Gambar. Kepiting kecil di pantai bukit batu


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEzyis2QF4ipgwWWdRyNlusLiuB7miIR8hxmMnlHdh_lN_P_iu4hYbymam4tXyu2vqT7b6Yqv7PNK4j0pROUYNQugSw80rXGuNKfG9WMq8s5D2EkvuPsKYHMfUiz80xNTYuZyKqsHJVvk/s1600/Cerithidea+cingulata_FM.JPG

                   Gambar. kerang yang ada di ekosistem mangrove
      Gambar . siput yang ada di ekosistem mangrove sungai api-api
Ø  Ikan (pisces)



              Ikan menjadikan areal mangrove sebagai tempat pemijahan, habitat permanen dan tempat berkembang biak.sebagai tempat pemijahan,areal mangrove berperan penting karena menyediakan naungan serta mengurangi tekanan predator, khususnya ikan predator.dalam kaitan nya dengan makanan hutan mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daun.beberapa jenis ikan seperti ikan tembakul (Periophthalmus spp) dan ikan buntal.
               Gambar . ikan  tembakul di ekosisitem mangrove




                         
                      Gambar. Ikan buntal yang di temui di pantai bukit batu

2.2.2.      Flora  Ekosistem Mangrove di Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecan Bematan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
    
     Keragaman flora di ekosistem mangrove di keduat tempat penelitian ini sangat berbeda.Di sungai api-api keanegaraman ekosistem mangrove lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem mangrove di pantai bukit batu, hal ini jelas karena adanya pengaruh abrasi yang terjadi di pantai tersebut, sehingga banyak spesies yang mati. Berikut ini akan dijelaskan keragaman flora di sungai api-api dan pantai bukit batu.

a.       Sungai Api-Api
     Keragaman flora di daerah ini sangat beragam, begitu juga dengan spesies dari mangrove.Beberapa spesies dari tanaman mangrove ini ditemukan di daerah ini. Berikut akan di jelaskan tentang keanekaragaman flora di sungai api-api ini baik itu spesies –spesies mangrove maupun flora lain yang terdapat disungai api-api ini. 
·         Spesies Mangrove yang Terdapat di Sungai Api-Api
Beberapa  spesies mangrove dapat  ditemukan di daerah ini, ini dikarenakan daerah ini masih sangat bagus, sehingga masih bisa ditemukan beberapa spesies di daerah ini. Berikut spesies-spesies mangrove yang ditemukan didaerah ini.
·         Avicennia alba
     Avicennia alba merupakan spesies mangrove yang terletak paling luar yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur, lembek dan salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona vioner karena jenis tumbuhan yang ada memiliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.



      gambar a. tanaman Avicennia alba .b. gambar bentuk & posisi daun Avicennia alba

gambar a. bunga Avicennia alba .b. buah Avicennia alba

Gambar . perkaranan Avicennia alba
     Berikut ciri-ciri morfologi avicennia alba dilihat dari daun,bunga,buah,dan sistem perakarannya.
-          Nama setempat           : Api-api, mangi-mangi putih, boak,koak,sia-sia
-          Skripsi umum              : belukar atau pohon dengan ketinggian mencapai 5-25 m, banyak bercabang, kulit keabu-hitam, banyak membentuk kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal dan akar napas yang rumit.
-          Bentuk akar                 : akar berbentuk cakar ayam untuk pernapasan, biasanya tipis, berbentuk jari yang ditutupi lentisel, seperti pensil berbentuk selinder tipis dengan ujung bulat, tidak terlalu tinggi, akar ramping.Jenis api-api ini menumbuhkan akar napas yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara.
-          Daun                           : permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat, bentuk : lanset kadang elips, ujung : meruncing
-          Bunga                          : seperti trilusa dengan gerombolan bunga ( kuning ) hampir di sepanjang ruas tandan. Letak : di ujung / pada tangkai bunga. Formasi : bulir ( ada 10-30 bunga pertandan). Daun mahkota : 4, kuning cerah, 3-4 mm. Kelopak bunga : 5. Bennag sari : 4
-          Buah : seperti kerucut /cabe/mente. Hijau muda kekuningan. Ukuran 4 x 2 cm.
-          Penyebaran                  : ditemukan diseluruh indonesia. Dari india sampai indo cina, melalui malasyia dan indonesia hingga ke filipina.
-          Manfaat                       : kayu bakar dan bahan bangunan bermutu rendah. Getah dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. Buah dapat dimakan.


·         Hibiscus tiliaceus
Gambar a. tanaman Hibiscus tiliaceus.b. letak & posisi daun Hibiscus tiliaceus


 



     Hibiscus tiliaceus merupakan  tumbuhan khas dipantai tropis dan sering kali berasosiasi dengan mangrove. Juga umum disepanjang pinggiran sungai dikawasan darataan rendah.Pembungaan sepanjang tahun, biji mengapung dan dapat tumbuh meskipun dimasuki air laut.


http://www.wetlandpark.gov.hk/images/flora_02_06.jpg

                                         Gambar . bunga Hibiscus tiliaceus                        

-          Nama setempat           : waru laut, waru langit, waru langkong,siron,waru lot, waru lenga, waru lengis, baru, kabaru,bahu, molowahu.
-          Deskripsi umum          : pohon yang tumbuh tersebar dengan ketinggian hingga mencapai 15 m. Kulit kayu halus, burik-burik,bewarna cokelat keabu-abuan
-          Daun                           : agak tipis , berkulit dan permukaan bawah berambut halus dan berwarna agak putih. Unit &letak : sederhana dan bersilang. Bentuk : seperti hati. Ujung : meruncing. Ukuran : 7,5-15 x 7,5-14,5 cm.
-          Bunga                          : berbentuk lonceng. Saat mekar sore hari, berwarna kuning muda dengan warna jingga/gelap dibagian tengah dasar, lalu keesokan harinya keseluruhan bunga jadi jingga dan rontok .dasar dari ganggang tandan bunga yang memanjang ditutupi oleh pinak daun yang kemudian akan jatuh dan menyisakan  tonjolan berbentung cincin. Letak : diketiak daun. Formasi : soliter atau berkelompok ( 2-5). Daun mahkota : kuning, diameter 5-7 cm. Kelopak bunga : 5, bergerigi, tangkai putik : ada 5 ( tidak menyatu ), dengan kepala putik berwarna ungu kecoklatan.
-          Buah                            : membuka menjadi 5 bagian, dan memiliki biji khas yang berambut. Ukuran :diameter buah sekitar 2 cm.
-          Penyebaran                  : di seluruh indonesia. Pan-tropis , setidaknya di penyemaian. Penyebaran geografis serta sifat ekologi alami belum diketahui secara pasti.
-          Manfaat                       : ditanama sebagai pohon penuduh di taman. Akarnya digunakan sebagai obat demam.  Serat kayu digunakan sebagai tali. Daun kadang-kadang digunakan sebagai makanan ternak. Kayu digunakan sebagai bahan pembutan bagian dalam perahu.

·         Sonnertia alba
Gambar a. potret  sonneritia alba secara keseluruhan .b. bentuk daun sonneritia alba

 

     Sonneratia alba tumbuh dibagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada tanah lumpur yang dalam, seringkali sepanjang sungai kecil dengan air yang menglir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut. Tidak pernah tumbuh pada pematang /daerah berkarang.Juga tumbh di sepanjang sungai, mulai dari bagian hulu dimana pengaruh pasang surut masih terasa, serta di areal yang masih didominasi dimana pengaruh pasangti surutmasih terasa, serta di areal yang masih didominasi oleh air tawar.Tidak toleran terhadap naungan. Ketika bunga berkembang penuh ( 20.00 malam ), bunga berisi banyak nektar.pembungaan terjadi sepanjang tahun, biji terapung. Selama hujan lebat kecenderungan daun akan berubah dari horizontal menjadi vertikal.




Gambar a. buah sonneritia alba.b.bunga sonneritia alba


-          Nama setempat           : Pedada, perepat, pidadabogm, bidada, rambai, wahat putih, beropak
-          Deskripsi umum          : pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel dibawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar napas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm.
-          Daun                           : daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal ganggang daun. Ganggang daunnya panjangnya 6-15 mm. Unit dan letak : sederhana & berlawanan . bentuk : bulat telur terbalik. Ujung : membudar. Ukuran : 5- 12,5 x 3-9 cm.
-          Bunga                          :  biseksual : gagang bunga tumpul panjangnya 1 cm. Letak : di ujung atau pada cabang kecil. Formasi : soliter-kelompok ( 1-3 bunga perkelompok ). Daun mahkota : putih, mudah rontok. Kelopak bunga : 6-8;berkulit;bagian uar hijau , didalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari : banyak , ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok.
-          Buah                            : seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji ( 150- 200 biji ) dan tidak akan membuka pada saat telah matang. Ukuran :  diameter 3,5-4,5 cm.
-          Sistem perakan            : perakaran pneunatrofor, merupakan akar napas, akar keluar dari dalam tanah seperti pensil, tegak kepermukaan, lancip, berwarna cokelat muda- cokelat tua. Kulit akar mudah terkelupas, bagian dala akar berwarna merah. Berasal dari akar pokok yang berasal dari dalam tanah.
-          Manfaat                       : buahnya asam dapat dimakan. Di sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar napas digunakan oleh orang irian untuk gabus dan pelampung.

·         Lumnitzera racemosa



     Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air.Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi.Jarang terdapat diluar zona pantai.Biasanya tumbuh pada tegaka yang berkelompok memliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya.Serbuk sari lengket daan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila.Buah yang tersesat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka malalui air.Kadang-kadang bersifat vivipar.
    Gambar a. pohon Lumnitzera racemosa. b.bentuk & posisi  daun Lumnitzera racemosa



             Gambar a. buah Lumnitzera racemosa.b. bunga Lumnitzera racemosa

-          Nama setempat           : nipah, tangkal daon, buyuk, lipa.
-          Deskripsi umum          : seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/ganggang daun 4-9 m. Terdapat 100-120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau mengkilat,di permukaan atas dan berserbuk dibagian bawah. Bentuk : lanset.ujung : meruncing. Ukuran : 60-130 x 5-8 cm.
-          Bunga                          :  tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar bierdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning merah, terletak dibawah kepala bunganya.
-          Buah                            :  buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran : diameter kepala buah: sampai 45  cm. Diameter biji 4-5 cm.
-          Sistem perakaran         : berupa noprominen aerial roots yaitu perakaran seperti pohon selayaknya akar berada dibawah tanah sehingga sulit diamati.
-          Manfaat                       : kayunya keras dan tahan lama, cocok untuk berbagai keperluan bahan bangunan, seperti jembatan, kapal, furnitur dan sebagainya. Ukuran lebih kecil dari L. Littorea  sehingga sangat jarang ditemukan kayu yang berukuran besar. Kulit kayu kadang – kadang digunkan sebagi pelipis.


·         Xylocarpus granatum
     Tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin.Sering kali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar.Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit.






Gambar .potret tanaman Xylocarpus granatum





     Gambar a. buah  Xylocarpus granatum.b.batang Xylocarpus granatum

-          Nama setempat           :  niri, nilih, nyireh, nyiri, nyuru, jombok gading, buli putih, buli hitam, inggili, siri, nyireg bunga,nyiri udang.
-          Deskripsi umum          : pohon mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan yang melebar kesamping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas., sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput.
-          Daun                           : agak tebal, susunan daun berpasangan( umumnya 2 pasang bertangkai ) dan ada pula yang menyendiri. Unit &letak : majemuk & berlawanan. Bentuk : elips-bulat telur terbalik. Ujung : membudar. Ukuran : 4,5 – 77 cm x 2,5- 9 cm.
-          Bunga                          : bunga terdiri dari dua jeni8s kelamin atau betina saja. Tandan bunga ( panjang 2-7 cm ) muncul dar dasar ( ketiak ) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya 4-8 mm. Letak : diketiak . formasi : gerombol acak ( 8-20 bunga pergerombol ). Daun mahkota : 4 cuping; kuning muda;panjang 3 mm. Benang sari : berwarna putih krem dan menyatu do dalam tabung.
-          Buah                            : seperti bola ( kelapa ), berat bisa 1-2 kg, berulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak bersembunyi. Didalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk tetrahedral. Susunan biji didalam buah membingungkan seperti teka-teki ( dalam bahasa inggris disebut sebagai “ fuzzle fruit “). Buah akan pecah pada saat kering .ukuraan : buah : diameter 10-20 cm.
-          Penyebaran                  :  di indonesia, tumbuh di Jawa, Madura, Bali, Kepulauan Karimun Jawa, Sumatera,Sumba, Irian Jaya
-          Manfaat                       :  kayunya hanya tersedia dalam ukuran kecil, kadang-kadang digunakan sebagai bahan pembuatan perahu. Kulit kayu dikumpulkan karena kandungan taninnya yang tinggi.
-         



Sistem perakaran         : perakaran papan dan plank roots. Perakaran papan ini berupa sistem perakaran yang berbentuk papan. Akar keluar dari batang keluar secara radial. Akar berwarna cokelat gelap dan agak kehitaman karena tertutup substrat. Plank root perupakan sistem perakaran yang menjalar seperti perakaran normal, namun bedanya berada di atas permukaan tanah. Perkembangan akar seperti ular yang meliuk-liuk.
                           Gambar . bunga Xylocarpus granatum



                                    Gambar. Akar Xylocarpus granatum

·         Xylocarpus molucinnesis



     Jenis mangrove sejati di hutan pasang surut, pematang sungai pasang surut, serta tampak sepanjang pantai.
                        Gambar . potret tanaman xylocarpus muluccensis


Xylocarpus-moluccensis.jpg,Xylocarpus-moluccensis.jpg

         Gambar a. buah Xylocarpus muluccensis.b.bunga  Xylocarpus  muluccensis
    
-          Nama setempat           : niri/nyirih batu, nyirih,siri, jombok, perasar, kabau, raru, nyiri gundik, nyuru, mojong tihulu, pamuli.
-          Deskripsi umum          : pohon tingginya antara 5-20 m. Memiliki akar napas mengerucut berbentuk cawan. Kulit kayu halus, sementara pada batang utama memiliki guratn-guratan permukaan yang tergores dalam.
-          Daun                           :  tipis, susunan daun berpasangan ( umumnya 2-3 ps pertangkai ) dan ada pula yang menyendiri. Unit &letak : majemuk &berlawanan. Bentuk : elips – bulat telur terbalik. Ujung : meruncing. Ukuran : 4-12 cm x 2-6,5 cm.
-          Bunga                          : terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga ( panjang 6-18,5 cm ) muncul dari ketiak daun dan tangkai bunga panjangnya 2-10 mm. Letak : diketiak. Formasi : gerombol acak ( 10-35  bunga pergerombol ). Daun  mahkota : 4;putih kekuningan ; lonjong; tepinya bundar, panjangnya 6-7 mm. Kelopak bunga : 4 cuping; hijau kekuningan, panjang sekitar 1,5 mm. Benang sari : 8, menyatu; putih krem dan tingginya sekitar 2mm.
-          Buah                            : warna hijau, bulat jambu bangkok, permukaan berkulit dan didalamnya terdapat 4-10  kepingan biji berbentuk tetrahedral. Ukuran :8-15 cm.
-          Penyebaran                  : di indonesia terdapat Di Jawa, Bali, Maluku, NTt, Sulawesi,Kalimantan,Irian Jaya.
-         


090124ubnd6015m3.jpg

Manfaat                       : kayu di pakai untuk kayu bakar, membuat rumah, perahu, dan kadang – kadang untuk gagang keris. Biji digunakan sebagai obat sakit perut. Jamu yang berasal dari buah di pakai untuk obat habis bersalin dan meningkatan nafsu makan. Tanin kulit katyu digunakan untuk membuat jala serta sebagai obat pencernaan.
                     Gambar .akar Xylocarpus muluccensis

·         Excoearia agallocha
     Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar.Umumnya di temukan pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan,atau kadang-kadang di atas batas air pasang.Jeni ini juga ditemukan tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin ( 90% air laut ) dipulau vulkanis satond,sebelah utara sumbawa.
     Mereka umumnya ditemukan sebagai jenis yang tumbuh  kemusdian pada beberapa hutan yang telah di tebang, misalnya di suaka margasatwa.Karang-Gading langkat timur laut,dekat medan,Sumatra utara.perbungaan terjadi sepanjang tahun.Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah.Hal ini terutama diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga.

-          Nama setempat           : buta-buta, menengan,madengan, kayu wuta, sambuta, kalapinrang, mata huli, makasuta, goro-goro raci, kalibuda, betuh, warejit, bebutah.
-          Deskripsi umum          : pohon merangas kecil dengan ketinggian mencapai 15 m. Kulit kayu bewarna abu-abu, halus, tetapi memiliki bintil.akar menjalar di sepanjang permukaan tanah,seringkali berbentuk kusust dan di tutupi oleh lentisel.Batang, dahan dan daun memiliki getah (warna putih dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan mata.
-          Daun                           : hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum rontok, pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun.Unit &Letak : sederhana,bersilangan. Bentuk : elips. Ujung : meruncing. Ukuran : 6,5-10,5 x 3,5-5 cm.
-          Bunga                          : memiliki bunga jantan atau betina saja, tidak pernah keduanya.bunga jantan (tanpa ganggang) lebih kecil dari betina, dan menyebar di sepanjang tandan. Tandan bunga jantan berbau, tersebar, bewarna hijau dan panjangnya mencapai 11 cm. Letak : diketiak daun. Formasi : Bulir. Daun mahkota : hijau & putih. Kelopak bungan : hijau kekuningan. Benang sari : 3
-          Buah                            : bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hiaju, permukaan seperti kulit, berisi biji bewarna coklat tua. Ukuran : 5-7 cm.
-          Sistem perakaran         :  kerucut memanjang dengan banyak cabang dan mempunyai rambut akar dengan bentuk tersebut memudahkan akar untuk menyerap air dan mineral bagi pertumbuhannya.
-          Penyebaran                  : tumbuh di sebagian besar wilayah asia tropis, termasuk di indonesia, dan australia.
-          Manfaat                       : akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan pembengkakan. Kayu di gunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa di gunakan sebagai kayu bakar karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan.kayu dapat  di gunakan untuk membunuh ikan. Kayunya kadang-kadang di jual karena wanginya  akan hilang beberapa tahun kemudian.




buah Excoecaria-agallocha.jpg,buah Excoecaria-agallocha.jpg

Gambar a. pohon  Excoearia agallocha .b. bunga Excoearia agallocha




  
           Gambar . bunga ,buah .dan bentuk serta  posisi daun Excoearia agallocha


Excoecaria-agallocha.jpg

                                  Gambar akar   Excoearia agallocha

·         Acrostichum speciosum
     Ferna tahunan.Tumbuh pada areal mangrove yang lebih sering tergenang oleh pasang surut. Khususnya tumbuh pada gundukan lumpur yang “ dibangun “ oleh udang dan kepiting. Biasanya menyukai areal yang terlindung. Daun yang fertil dihasilkan pada bulan Agustus hingga April .”kecambah “ berlimpah pada bulan januari hingga April ( di jawa ).



Gambar.a.Tanaman Acrostichum speciosum.b.bentuk & posisi daun Acrostichum speciosum

-          Nama setempat           : piai lasa
-          Deskripsi umum          : ferna tanah , membentuk tandan yang kasar dengan ketinggian hingga 1,5 m. Sisik akar rimpang panjangnya hingga 8 mm.
-          Daun                           : sangat mencolok, umumnya panjang nya kurang dari 1 m dan memiliki pinak daun fertil berwarna karat pada bagian ujungnya, tertutup secara seragam oleh sporangia besar. Pinak daun berukuran 28x10 cm. Pinak daun yang steril memiliki ujung lebih kecil dan menyempit. Jenis ini berbeda dengan A.aureum dalam hal ukuran pinak daunnya yang lebih kecil dan ujungnya meruncing, permukaan bagian bawah pinak daun yang fertil berwarna coklat meruncing, permukaan bagian bawah pinak daun yang fertil berwarna coklat  tua di tutupi oleh spongia, serta daun mudanya berwarna hijau-kecoklatan.sisik terdapat pada pangkal daun. Sisik menebal di bagian tengah. Spora besar dan berbentuk tetahedral
-          Penyebaran                  : Asia Dan Australia tropis. Di seluruh indonesia.
-          Manfaat                       : daun digunakan sebagai alas kandang ternak


·         Acrostichum aureum 
     Ferna tahunan yang tumbuh di mangrove  dan pematang tambak, sepanjang kali dan sungai payau serta saluran. Tingkat toleransi terhadap genangan air laut tidak setinggi A.speciosum.ditemukan dibagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang rusak, seperti areal mangrove yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan mangrove untuk beregenerasi. Tidak seperti A.speciosum, jenis ini menyukai areal yang terbuka terang dan disinari matahari.

Gambar a. potret  Acrostichumaureum.b. bentuk dan posisi daunAcrostichum  aureum

-          Nama setempat           : piai raya , mangrove varen, hata diuk, paku cai, kala keok, wikakas
-          Deskripsi umum          : ferna berbentuk tandan di tanah, besar, hingga 4 m. Batang timbul dan lurus, ditutupi oleh ulat besar. Menebal dibagian pangkal, coklat tua dengan peruratan yang luas, pucat, tipis, ujungnya bercampur dengan urat yang sempit dan tipis.
-          Penyebaran                  : pan-tropis. Terdapat di seluruh indonesia
-          Manfaat                       : akar rimpang dan daun tua digunakn sebagai obat. Daun digunakan sebagai alas ternak. Daun mudanya dilaporkan dimkan di Timor dan Sulawesi Utara.

·         Nypa fruticans wurmb
     Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air.memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai.Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok. Memiliki sistem perkaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya.Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya di bantu oleh lalat Drosophila.buah yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka melalui air.kadang-kadang bersifat vivivar.



                        Gambar. Potret tanaman  Nypa fruticans


-          Nama setempat           : nipah, tangkal daon, buyuk, lipa.
-          Deskripsi umum          : palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang terdapat dibawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.
-          Daun                           : seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4-9 m. Terdapat 100-120 pinak daun pada setiap tandan daun, bewarna hijau mengkilat di permukaa atas dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk : lanset. Ujung : meruncing. Ukuran : 60-130 x 5-8 cm.
-          Bunga                          : tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batan pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning cerah, terletak di bawah kepala bunganya.
-          Buah                            : buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran : diameter kepala buah : sampai 45 cm. Diameter biji : 4-5 cm.
-          Distribusi                     : asia tenggara, malaysia, seluruh indonesia, papua new guinea, filipina, australia dan pasifik barat.
-          Manfaat                       : sirup manis dalam jumlah yang cukup banyak dapat dibuat dari batangnya, jika bunga diambil pada saat yang tepat. Digunakan untuk memproduksi alkohol dan gula. Jika di kelola dengan baik, produksi gula yang di hasilkan lebih baik di bandingkan dengan gula tebu, serta memiliki kandungan sukrosa yang lebih tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan payung, topi, tikar, keranjang dan kertas rokok. Biji dapat di makan. Setelah diolah, serat gagang daun juga dapat dibuat tali dan bulu sikat.

·         Rhzophora apiculata



     Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tegenang pada saat pasang normal.tidak meyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir.tingkat dominai dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masuka air tawar yang kuat secara permanen.Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan.Tumbuh lambat,tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.
                        Gambar . tanaman Rhizopora apiculata




Gambar . buah rhizopora apiculata

-          Nama setempat           : Bakau minyak, bakau tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka minyak, donggo akit, jankar, abat, parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang, wako.
-          Deskripsi umum          : pohon denga ketinggian mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perkaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara yang keluar dari cabang.kulit kayu bewarna abu-abu tuadan berubah-ubah.
-          Daun                           : berkulit, warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan dibagian bawah. Ganggang daun panjangnya 17-35mm dan warnanya kemerahan. Unit dan letak : sederhana & berlawanan.bentuk : elips menyempit. Ujung : meruncing. Ukuran : 7-19 x 3,5-8 cm.
-          Bunga                          : biseksual, kepala bunga kekuningan yang terletak pada ganggang berukuran <14 mm. Letak : di ketiak daun. Formasi : kelompok ( 2 bunga perkelompok). Daun mahkota : 4;kuning putih, tidak ada rambut, panjang nya 9-11 mm. Kelopak bunga : 4; kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari : 11-12; tak bertangkai.
-          Buah                            : buah kasar berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5 cm, berisi satu biji fertil,.hipokotil silindris, berbintil, bewarna hijau jingga. Leher kotiledon bewarna merah jika sudah matang. Ukuran : hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
-          Penyebaran                  : sri lanka, seluruh malaysia dan indonesia hingga australia tropis dan kepulauan pasifik.
-         



Manfaat                       : kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang.kulit kayu berisi hingga 30% tanin ( persen berat kering ) . cabang akar dapat di gunakan sedbagai jangkar dengan di berati batu. Dijawa acapkali di tanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering di gunakan sebagai tanaman penghijauan.
                             Gambar . akar rhizopora apiculata









2.3.      Jaring – Jaring Makanan Ekosistemmangrove Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
2.3.1. Rantai makanan
Rantai makanan merupakan perpindahan energy makanan dari sumber tumbuhan melalui organisme atau jenjang makanan. Rantai makanan memiliki dua tipe dasar, yaitu rantai makanan yang berasal dari rumput-rumputan dan rantai makanan yang berasal dari sisa ( detritus food chain) mikroorganisme.
Dalam Masterendi blog ( 2012 ) para ahli ekologi membedakan rantai makanan menjadi beberapa golongan.
1.      Rantai makanan pemangsa
Pada rantai pemangsa yang menjadi landasan utamanya adalah tumbuhan  hijau sebagai prodosen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen 1 dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai  konsumen ke3
Berikut rantai makanan pemangsa yang terdapat pada ekosistem mangrove:
Detritus hasil penguraian tanaman mangrove            Udang          Ikan     
Burung             Ular                      

2.      Rantai Parasit
Rantai parasit merupakan rantai makanan yang dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit di ekosistem mangrove antara lain cacing, bakteri, dan hama.
Contoh rantai parasit di ekosisitem mangrove
Daun mangrove           Hama 
3.      Rantai saprofit
            Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai.Misalnya jamur dan bakteri.Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk jaring-jaring makanan.
Contoh : ular                              cacing / bakteri
            Pendapat lain menyatakan bahwa rantai makanan adalah pengalihan energy dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederatan organisme yang makan dan yang dimakan (Soemarno,2007).
            Pada rantai makanan, tingkatan trofik yang umumnya terjadi yaitu tingkat produsen primer               konsumen 1             konsumen 2                           
Predator             detritus (pengurai).namun dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dan dengan adanya keanekaragaman jenis fauna, makan rantai makanan tidak selalu sesuai dengan tingkatan trofik diatas. Misalnya, telah terjadi rantai makanan seperti ini :
1.      Daun jatuh
Disini telah terjadi rantai makanan “produsen primer          pengurai “
2.      Daun jatuh (mangrove) udang-udangan          ikan kecil          burung bangau         detritus
Disini telah terjadi rantai makanan “produsen primer           konsumen 1          konsumen 2          predator          pengurai”














Ikan tembakul
 








Udang –udang
 


Detrivus
 





 






Gambar . contoh salah satu rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove di sungai api-api
Selain rantai makanan di atas, tentunya rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove sangat bervariasi. Agar kita dapat lebih memahami berbagai rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove, maka akan di jelaskan dengan bagan dibawah ini

 













Gambar .rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove
 di sungai api-api kecamatan bukit batu

Jika terjadi rantai makanan, maka telah terjadi aliran energi didalamnya. Nutrient-nutrient, unsur hara baik makro ( K, Mg , Ca, P,N ) dan mikro ( Fe , Cu , Mn ). Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran energi merupakan suatu siklus yang sejalan dengan adanya rantai makanan, siklus ini bisa dikatakan senyawa-senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik lalu kembali ke komponen abiotik.



Burung bangau 
 
Ikan buntal 
 
Udang kecil
 
Detrivus
 
Hutan mangrove merupakan ekosistem produktif yang mendukung sejumlah besar kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai dari tumbuh-tumbuhan. Daun tumbuhan mangrove, sebagaimana semua tumbuhan hijau, menggunakan sinar matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersuk oveama-sama dengan nutrient yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pohon mangrove sangat penting bagi keberlanjutan hidup semua organisme yang ada pada ekosisitem tersebut.
                    Gambar. Rantai makanan di Pantai Bukit Batu
Selain rantai makanan di atas, tentunya rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove sangat bervariasi. Agar kita dapat lebih memahami berbagai rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove, maka akan di jelaskan dengan bagan dibawah ini









Gambar. Rantai makanan ekosistem mangrove di pantai bukit batu
 
 




3.2.2.      Jaring – jaring makanan
Dalam ekosistem, rantai makanan jarang berlangsung dalam urutan linear, tetapi membentuk jaring-jaring makanan ( food web ). Jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan dalam suatu ekosistem yang saling berhubungan dan menyatu. Pada uraian sebelumnya tentang rantai makanan, dijelaskan  bahwa setiap organisme seakan-akan hanya memakan atau dimakan oleh satu organisme lain saja. Hal yang sebenarnya terjadi adalah dalam suatu ekosistem tidaklah demikian. Tiap organisme mungkin memakan atau dimakan lebih dari satu organisme dalam satu rantai makanan yang sama atau makan dari rantai makanan lain. Ini biasanya terjadi pada hewan karnivora taraf trofi tinggi.Dalam ekosistem rantai.
Dalam admin 2012 menyatakan bahwa jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan dalam suatu ekosistem yang saling berhubungan dan menyatu.Selanjutnya  menurut odum dalam Indrianto (2008), jaring-jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai rantai makanan. Semua rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak bediri sendiri, melainka  saling berkaitan satu sama lain. Selain itu, jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan kesetabilan ekosistem tersebut.
Jaring – jaring makanan merupakan rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan atau dimakan oleh satu jenis makhluk hidup lainnya.
   Udang
 
Dekomposer 
 
Biawak
 
Rounded Rectangle: Siput
Kerang-kerangan
 
Manusia
 
Ikan besar
 
Burung raja udang
 
Ular
 
Ikan kecil
 
Babi
 
Daun
 
Kepiting bakau
 
Gambar . Jaring-jaring makanan ekosistem mangrove di sungai api-api
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak komponen.Komponen-komponen ekosistem, antara lain produsen, konsumen, pengurai dn komponen abiotik.
1)      Produsen
Semua tumbuhan hiaju adalah produsen dalam sebuah ekosistm. Produsen artinya penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya.
2)      Konsumen
Konsumen adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
a.       Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh energi langsung dari produsen.
b.      Konsumen tingkat II.konsumen tingkat II adalah makhluk hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat I.
c.       Konsumen tingkat III.Konsume tingkat III adalah makhluk hidup yang memperolrh makanan dari konsumen tingkat II.
d.      Pengurai
Pengurai adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mti.pengurai membantu proses penyuburan tanah.misalnya bakteri dan jamur.
e.       Komponen abiotik
Komponen abiotik adalah tempat tumbuhan hijau(produsen) tumbuh.kesuburan lingkungan abiotik ditentukan oleh kerja pengurai.





 
Burung bangau
 
Kepiting kecil
 
Ikan kecil
 
            Gambar. Jaring-jaring makanan ekosistem mangrove di pantai bukit batu

3.2.3 Piramida makanan
       Piramida makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan perbandingan komposisi jumlah biomassa dan energi dari produsen sampai konsumen puncak dalam suatu ekosistem. Komposisi biomassa terbesar terdapat pada produsen yang menempati dasar piramida. Demikian pula jumlah energi terbesar terdapat pada dasar piramida. Komposisi biomassa dan energi ini semakin keatas semakin kecil karena selama proses perpindahan energi terjadi penyusutan jumlah energi pada setiap tingkat trofik.



 










                     Gambar. Piramida makanan di ekosistem mangrove Sungai Api-Api








Gambar . piramida makanan ekosistem mangrove Pantai Bukit Batu
 
 








2.4.       Pola Interaksi Ekosistem Mangrove Di Sungai Api-Api dan  Pantai  Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis.
Semua makhlik hidup selalu bergantungan dengan makhluk hidup  yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan deengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu  populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
2.4.1.      Interaksi antar organisme
Dalam suatu ekosistem  maupun komunitas pasti akan terjadinya interaksi antar organisme satu dengan organisme yang lain. Interaksi itu terjadi ada yang bersifat menguntungkan,merugikan,bahkan tidak berpengaruh sama sekali.
a.       Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama. Bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak
Pada saat melakukan penelitian ini kami tidak menemukan interaksi netral di kedua tempat penelitian.

b.      Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa ( predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa pemangsa, predator tidak dapat hidup.Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
·         Contoh predasi yang terjadi di sungai api-api:
Udang  ( mangsa)                  burung raja udang (pemangsa)

·         Contoh predasi yang terjadi di  pantai bukit batu
Ikan kecil ( mangsa)                        ikan besar (predator)

c.       Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antara organisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hosper/inangnya sehingga merugikan inangnya.
·         Contoh parasitisme pada ekosistem  mangrove di sungai api-api:
             Mangrove                      Rayap 
·         pada ekosistem  mangrove pantai bukit batu, tidak ditemui hewan atau  tumbuhan parasite pada mangrove, tetapi hal yang menjadi penyebab  utama kerusakan mangrove adalah abrasi pantai.

d.      Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan dan organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersamaan untuk berbagi sumber makanan ; salah satu spesies di untungkan dan yang satu lagi tidak diuntungkan maupun dirugikan.
·         Contoh komensalisme pada ekosistem  mangrove  di sungai api-api
Mangrove                       laba-laba 
·         Pada saat pengamatan kami tidak menemukan Contoh komensalisme pada ekosisitem mangrove di Pantai Bukit Batu.

e.       Mutualisme
Mutualisme merupakan hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
·         Contoh mutualisme pada ekosistemn  mangrove di sungai api-api:
Mangrove                       semut

·         Pada saat peraktikum kami tidak menenmukan Contoh mutualisme pada ekosistemn  mangrove di Pantai Bukit Batu


2.4.2.      Interaksi antar populasi
     Antara populasi yang satu dengan populasi yang lain salalu terjadi interaksi secara langsung atau tidak langsung  dalam  komunitasnya. Contoh  interaksi secara langsung atau tidak langsung dalam komunitas maupun ekosistemnya. Berikut akan dijelaskan contoh dari interaksi antar  populasi.
a.       Alelopati
Merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain.

b.      Kompetisi
Merupakan interaksi antar populasi ,bila antar populasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan antara mendapatkan apa yang diperlukan.
·         Contoh kompetisi antar populasi pada ekosistem mangrove di sungai api-api
Kompetisi yang terjadi yaitu antara populasi burung raja udang dan burung bangau yang akan memperebutkan  ikan kecil. Tetapi perlu di ingat bahwa kompetisi ini akan terjadi jika jumlah makanan tersebut yaitu ikan kecil jumlahnya sedikit sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi antara burung bangau dan burung raja udang.

·         Contoh kompetisi antar populasi pada ekosistem mangrove di sungai api-api
Kompetisi yang terjadi yaitu antara populasi burung ikan besar  dan burung bangau yang akan memperebutkan  ikan kecil. Tetapi perlu di ingat bahwa kompetisi ini akan terjadi jika jumlah makanan tersebut yaitu ikan kecil jumlahnya sedikit sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi antara burung bangau dan ikan besar yang ada di pantai tersebut.

c.       Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh interaksi antar komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sungai terdiri ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan decomposer. Sedangkan di komunitas sawah terdiri dari berbagai macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrient dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antar komunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energy dan makanan. Interaksi antar komunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.

2.5 Perubahan Ekosistem Mangrove JikaTerjadi Gangguan
Perubahan yang terjadi pada wilayah pesisir dan laut tidak hanya sekedar gejala alam semata, tetapi kondisi ini sangat besar dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada disekitarnya.Wilayah pesisir merupakan wilayah pintu gerbang bagi berbagai dampak dari aktivitas tersebut. Dengan kata lain wilayah pesisir merupakan wilayah yang pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan dengan wilayah lain. Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan pemukiman dan aktivitas.
Perdagangan karena wilayah pesisir paling rentan terhadap perubahan baik secara alami atau fisik sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan, salah satunya adalah ekosistem mangrove (Huda, 2008). Ekosistem mangrove dikenal sebagai hutan yang mampu hidup beradaptasi pada lingkungan pesisir yang sangat ekstrim, tapi keberadaannnya rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan tersebut disebabkan adanya tekanan ekologis yang berasal dari alam dan manusia. Bentuk tekanan ekologis yang berasal dari manusia umumnya berkaitan dengan pemanfaatan mangrove seperti konversilahan menjadi pemukiman, pertambakan, pariwisata, pencemaran, dan penebangan hutan secara besar-besaran (Pratiwi 2009).
Kawasan mangrove merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai penghubung antara lautan dan daratan. Kawasan ini perlu dilindungi, karena memiliki banyak fungsi dan manfaat bagi manusia. Kawasan mangrove juga layak untuk diperhatikan dan diprioritas kan sebagai devisa bagimasyarakat dan Universitas Sumatera Utara negara, karena fungsi hutan mangrove dapat mensejahterakan masyarakat bukan hanya di pesisir pantai namun juga di daerah daratan (Arief, 2001).
Penurunan luas hutan mangrove terjadi secara terus menerus sepanjang tahun. Kerusakan mangrove dapat terjadi secara alamiah atau melalui tekanan masyarakat. Secara alami umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil dar pada kerusakan akibat ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya topan badai atau iklim kering berkepanjangan.
Banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat mangrove sehingga tempatter sebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan mangrove (Irwanto, 2008).
Penurunan luas kawasan hutan mangrove yang terjadi saat ini adalah akibat banyaknya gangguan pada hutan mangrove seperti penebangan, alih fungsi mangrove menjadi tambakikan, pemukiman dan lahan pertanian. Mengingat fungsi mangrove secara ekologis dan ekonomis sehingga perlu adanya pengkajian usaha-usaha yang memanfaatkan keberadaan mangrove dengan tidak merusak ekosistem mangrove tetapi justru member manfaat dalam pelestarian mangrove itu sendiri. Salah satu usaha yang memanfaatkan keberadaan mangrove adalah pembibitan mangrove yang bersifat mutualisme terhadap keberadaan mangrove itu sendiri.
Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Jenderal Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi yang bersumber dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai 4.390.756,46 ha.
Apapun bentuk datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove.

2.6   Upaya Pelestarian Hutan Mangrove
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1.      Penanaman kembali mangrove
a.       Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.
b.      Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
2.      Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.
3.      Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
4.      Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
5.      Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
6.      Program komunikasi konservasi hutan mangrove
7.      Penegakan hukum
8.      Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini. 
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove, terdapat dua konsep utama yang dapat diterapkan.  Kedua konsep ini pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian kepada masyarakat bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari.  Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.
Konsep yang pertama yaitu  perlindungan hutan mangrove dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan hutan konservasi, dan sebagai suatu bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.   Upaya legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi dikuatkan dengan Surat Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan Nomor KB.550/264/Kpts/4/1984 dan Nomor 082/Kpts-II/1984, tanggal 30 April 1984, dimana diantaranya disebutkan bahwa lebar sabuk hijau hutan mangrove adalah 200 m.  Surat Keputusan Bersama dengan tujuan memberikan legitimasi terhadap perlindungan hutan juga dibuat untuk menyelaraskan peraturan mengenai areal perlindungan hutan mangrove diantara instansi-instansi terkait.
Surat Keputusan bersama ini selanjutnya dijabarkan oleh Departemen Kehutanan dengan mengeluarkaan Surat Edaran Nomor 507/IV-BPHH/1990 yang diantaranya berisi penentuan lebar sabuk hijau selebar 200 m dari pantai dan 50 m di sepanjang tepi sungai.
Penentuan lebar sabuk hijau ini dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden No.32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.   Ditetapkan bahwa perlindungan sepadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi pantai, dimana kriteria sepadan pantai yang dimaksud adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantaai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Di tambah dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan khususnya Pasal 3, asas dan tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.      
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove, ada dua konsep utama yang dapat diterapkan, yaitu konsep Perlindungan dan Rehabilitasi.
1.   Perlindungan
Salah satu cara yang sangat efektif dalam pelestarian hutan mangrove adalah dengan cara menentukan suatu kawasan/daerah hutan mangrove menjadi daerah yang dilindungi, baik yang diputuskan secara adat maupun yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2.   Rehabilitasi
Cara atau kegiatan lain adalah dengan cara menghutankan kembali / menanam kembali areal atau lokasi yang telah dibuka atau ditebang.  Hal ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi dari hutan mangrove itu sendiri nantinya.
Dan contoh dari kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang berhasil adalah seperti yang dilakukan oleh Bapak Sakdullah dari Pulau Bengkalis, Riau pada tahun 2000.  Yaitu dengan keberhasilannya merehabilitasi hutan mangrove di belakang rumahnya sepanjang kira-kira 2 km dan lebar 400 m, dimana dengan usahanya akhirnya beliau menerima hadiah Kalpataru dari pemerintah dan kemudian diundang untuk menularkan ilmunya sampai ke Jepang.

2.6.1 Faktor kendala dalam pelestarian Hutan Mangrove
Dalam rangka pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove, dibutuhkan peran serta semua pihak yang terkait, apakah itu dinas pemerintah, lembaga perguruan tinggi, masyarakat local, LSM, pencinta alam dan lain-lain.  Namun yang perlu diperhatikan adalah keberpihakan berbagai pihak tersebut kepada masyarakat yang selama ini terpinggirkan dalam menentukan kebijakan terhadap hutan mangrove tersebut.  Padahal dalam realitanya, masyarakat lah yang lebih dahulu terkena dampak langsung dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan hutan mangrove.  Untuk itu perlu kiranya menjadikan masyarakat sebagai penggerak utama atau berpartisipasi aktif dalam hal pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove.  Namun itu bukan hal yang mudah dilakukan, karena sebelumnya harus ditanamkan terlebih dahulu kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan mangrove yang ada di sekitar mereka.
Umumnya masyarakat selama ini tidak melakukan kegiatan rehabilitasi atau penanaman mangrove adalah karena :
a.   Tidak mengetahui cara menanam
b.   Lokasi yang jauh
c.   Tidak mempunyai bibit
d.   Beranggapan akan tumbuh sendiri, dan lain-lain.
Yang perlu dilakukan adalah bagaimana merubah perilaku manusia dalam rangka pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove itu sendiri.  Perilaku manusia yang negative dalam kehidupan sehari-hari akan sangat berpengaruh terhadap kelestarian dari sumberdaya alam yang ada di sekitarnya.  Jadi sekarang yang perlu ditumbuh kembangkan adalah bagaimana membentuk perilaku masyarakat menjadi positif dan akrab dengan lingkungannya serta aktif menjaga nilai kelestarian alam tersebut.

Dan kenyataannya sekarang adalah bagaimana menggabungkan antara kelestarian hutan mangrove tersebut dengan kondisi social ekonomi masyarakat.  Jadi setiap yang diambil dalam pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove, maka diharapkan agar juga dapat mengatasi atau menyentuh terhadap masalah sosial ekonomi masyarakat yang ada.
2.6.2 Alternatif upaya pelestarian Hutan Mangrove
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.
 Pendekatan Non Teknis
Dalam melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana  para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk  kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan  penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
1)      Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
2)      Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove
3)      Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran sungai.
4)      Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
5)      Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan. Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH.










DAFTAR PUSTAKA
Noor, Y.R., M. Khazali, dan N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional Indonesia Programe. Bogor. Dalam Bahan Ajar Ekologi Tumbuhan. Dr. H. Elfis, M.Si. Laboratorium Ekologi UIR: Pekanbaru.
Furkon. 2010. Ekosistem Hutan Mangrove di pantai Karangsong Indramayu, Jawa Barat. Available at: http://furkonabel’s.wordpress.com/. Diakses pada: 17 Mei 2014.
Surianta. 2010. Ekosistem Mangrove. Available at: http://hendrasurianta.wordpress.com/. Diakses pada: 17 Mei 2014.
Admin. 2010. Persebaran Mangrove. Available at: http://www.irwantoshut.com. Diakses pada: 17 Mei 2014
Ghufrona. 2011. Penyebaran Jenis-jenis Mangrove. Available at: http://ghinaghufrona.blogspot.com/. Diakses pada: 17 Mei 2014.
Mulyadi, E., Laksmono, R., dan Aprianti, D. 2009. Fungsi Mangrove Sebagai Pengendali Pencemaran Logam Berat. Jawa Timur. Dalam Jurnal tekhik Lingkungan vol. 1 Edisi Khusus.
Irawan, Budi. 2005. Kondisi Vegetasi Mangrove di Luwak Banggai Sulawesi Tengah. Dalam Jurnal Biologi FMIPA UNPAD. Disampaikan pada Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia FMIPA UPI.
Rochana, Erna. 2013. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. Available at: www.irwantoshut.com. Diakses pada: 17 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar