BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Konsep
Ekosistem Mangrove
1.1.1
Definisi Mangrove
Pada mulanya.
hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan,
terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal dengan
istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat
habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka
kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan
kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove
(bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut Mac Nae
(1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau
semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas
air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove
digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang
mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut.
Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan SK
Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan
yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu
surut.
Hutan mangrove
adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau secarateratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh
pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai
adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan
kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga
:Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen,2000).
Kata mangrove
mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau masyarakat
tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air
laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supri haryono, 2000).
Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan
dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove
oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun
menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampak nya kurang
tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada
di mangrove.
Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang
mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah
pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon
atau semak yangkhas dan mampu tumbuh
dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di
suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI
dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa
komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor
cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air
tawar, dan petana.
Hutan
mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau
oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut
hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air
payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon
yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika
dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam
campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga
(rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).
Wilayah
mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993).
Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan
Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan
membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting
sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan
biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan
sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya
sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan.
Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan
bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan
dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara
umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi
yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan.
Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora
sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora.
Secara
lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan
keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal
tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1.
Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau
semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.
Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang
tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat
mangrove saja
3.
Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan
habitat mangrove
4.
Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang
berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.
Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.
1.1.2
Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik
di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika,
Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga
masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan
bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang
mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8
juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki
sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75
% berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji
(1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan
hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir
Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di
Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami
penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi
semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan
mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas
tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk komunitas
mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi tiram dan aliran air
yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang
anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat
(trace) membentuk koloid partikel, sehingga sering menciptakan Mangrove
melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan
tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang
laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel
halus ketika pasang surut. Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun
lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi
objek program konservasi.
1.1.3
Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Ekosistem
hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks
karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat
berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk
tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat
yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi.
Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang
pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana,
2002).
Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti
sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang
unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang
fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini
memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada beberapa
ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain: Jenis
pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab berbentuk
layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau Rhizphora Spp.
Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical layak nya pensil
di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp. Terdapat biji
atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan
pada kulit pohon.
Ciri-ciri
terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik
menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·
Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
·
Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya
seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp.,
serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan
pada api-api Avicennia spp.;
·
Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat
berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora yang lebih di
kenal sebagai propagul.
·
Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit
pohon.
Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·
Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik
setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
·
Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang
cukup dari darat;
·
Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan
arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22
º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem
Mangrove
Berbicara
mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain
liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih
89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.
Flora hutan
mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang
memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk
membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas.
Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan
mangrove dan mampu mengontrol kadar garam.
Contoh flora yang masukke kelompok ini adalah
Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia,
SonneratiadanNypa.
2.
Flora mangrove
minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah
tegakan yang murni, dengan demikian secara
morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas
mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis,
Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia,
Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh tanaman yang satu ini adalah Calamus,
Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.
Asosiasi
mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan
lain-lain.
1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan ekosistem
mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang nyata
terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik Hutan
Mangrove
Ø Sebagai penjaga garis pantai juga tebing sungai agar
terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø Memacu percepatan perluasan lahan.
Ø Mengendalikan intrusi dari air laut.
Ø Berperan sebagai pelindung daerah belakang hutan
mangrove dari pengaruh buruk hempasan gelombang juga angin yang kencang.
Ø Sebagai kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø Sebagai pusat pengolahan limbah organik.
Fungsi Ekonomis Hutan
Mangrove
Ø Sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan
bangunan bagi manusia.
Ø Sebagai penghasil beberapa unsure penting seperti
obat-obatan, minuman, makanan, tannin juga madu.
Ø Sebagai lahan untuk produksi pangan.
Fungsi
kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2.
Sebagai
penyerap karbondioksida.
3.
Sebagai
pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di
lautan.
Fungsi Biologis Hutan
Mangrove
Ø Sebagai tempat untuk mencari makanan, tempat
memijah, tempat untuk berkembang-biak berbagai organisme seperti ikan, udang
dan lain-lain.
Ø Sebagai salah satu sumber plasma nutfah
Fungsi lain (wanawisata) kawasan
mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kawasan wisata alam pantai
dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2. Sebagai tempat pendidikan,
konservasi, dan penelitian.
Begitu
pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program
pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan,
pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.
1.2
Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove
1.2.1
Faktor edaphis ekosistem mangrove
Menurut Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam
yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia
mineral dan bahan organik, biasanya
tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi
fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992), seorang
pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah
terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat
dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi
(topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima
faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan
klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik
tanah
Tubuh tanah (solum) tidak lain
adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia
tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier
dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah terbentuk dari
campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral
terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik
(organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang
terdegradasi.
Warna tanah merupakan ciri utama
yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari
hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu,
tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras
sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah
berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang
tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa.
Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan
nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan
besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh
kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan
warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana
anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang
terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan
karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir)
tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase
cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur
tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat
disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila
pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil
(mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup
besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat
apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat sebagai
berikut:
· Tempat
tumbuh dan berkembangnya perakaran
· Penyedia
kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
· Penyedia
kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan
asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat
meningkatkan kesediaan hara)
· Sebagai
habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau
tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut,
maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Edafis adalah hutan yang dalam pembentukannya sangat di
pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat
biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di
uraikan sebagai berikut :
Tekstur
Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau
substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang
mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau
berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah
belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan
terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah menunjukkan komposisi
partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi
(%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 –
200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay)
< 2 µm (Hanafiah, 2010).
Gambar: struktur tanah mangrove di kecamatan Bukit
Batu,Kabupaten Bengkalis
Struktur
Tanah
Struktur
tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah.
Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat
satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan
lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah
remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah
berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi
tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang
lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .
Salinitas
Salinitas
adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana
(2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya
tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah
estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada
salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan
lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air.
Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada
beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.
Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan
Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya
aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku
dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit
atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak
mengandung pasir dan bahan organik .
Gambar:
jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Gambar:
jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten
Bengkalis.
Menurut Khenmark et al. (1987) dalam
Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat diklasifikasikan
menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1.
Golongan I, tanah tidak matang (unripped
soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya
horison A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah
tanah dari horison C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya
tanah berwarna gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau.
Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung
sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II, tanah matang (repening
soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah
paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu
tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar
10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah
kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna
lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik (organic
soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan profil
yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.Tanah bagian
atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah,
kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur
tanahnya liat.
Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal
dan Kusmana (2004), sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap
pertumbuhan di dalam hutan mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah
berbeda pada zona tumbuhan yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove
berbeda dengan tanah di luar daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada
hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi
ion tanah yang bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak
terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang
lebih rapat dari lahan yang tanahnya yang mengandung liat dan debu pada
konsentrasi yang lebih rendah.Tanah dengan konsentrasi kation Na > Mg >
Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia spp.Tanah dengan susunan
konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa
fruticans).Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na
atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.
Menurut
Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi
dalam dua kategori umum, yaitu ;
1.
Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe
clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara
persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat
kematangan tanah semakin besar.
2.
Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang
mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm
lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup
transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut, gelombang, dan aliran
sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan detritus organik.Hara
inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan
Na (selalu cukup). Sumber hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan,
sedimentasi, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut
menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut
berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Salinitas air
menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang
surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air yang dimaksud
di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan tanah atau air yang
terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah. Salinitas air di sela-sela
butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar
pada air yang menggenang di atas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam
persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00). Salinitas air laut bebas
adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut,
terdapat 30 gr garam.
Nilai
salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies yang akan ditanam,
karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun) tergantung perubahan
musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat salinitas pada saat
pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove,
terutama distribusi horizontal. Pasang surut juga berpengaruh terhadap
perpindahan massa antara air tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi
distribusi vertikal organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat
konsentrasi garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang
hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove
menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini
dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus, Laguncularia dan
Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove
menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra filter)
yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops,
Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan
Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali
menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun
menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan
mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.Mekanisme
adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera,
Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.
2.
Faktor
fisik-kimia
Faktor
fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh pengendapan dan
penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi sedimen yang
berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi
sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan
sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu
daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung
pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur,
sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang
terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga
merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan
terjadinya :
• Tinggi relatif permukaan tanah
terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah
(pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies
mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini
bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi
relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan sebagainya.
KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT
PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri
Tanah
|
Tingkatan
|
|||||||||
Sangat Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat Tinggi
|
||||||
C-organik (%)
|
< 1,00
|
1,00-2,00
|
2,01 - 3,00
|
3,01 – 5,00
|
> 5,00
|
|||||
N-total (%)
a.
Mineral
b.
Gambut
|
< 0,10
|
0,10-0,20
< 0,80
|
0,21 - 0,50
0,80 – 2,50
|
0,51 – 0,75
> 2,50
|
> 0,75
|
|||||
Rasio C/N
|
< 5
|
5 – 10
|
11 – 15
|
16 – 25
|
> 25
|
|||||
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
< 10
|
10 –15
|
16 – 25
|
26 – 35
|
> 35
|
|||||
K (me/100 g)
|
< 0,10
|
0,10-0,20
|
0,30 – 0,50
|
0,60 – 1,00
|
> 1,00
|
|||||
Na (me/100 g)
|
< 0,10
|
0,10-0,30
|
0,40 – 0,70
|
0,80 – 1,00
|
> 1,00
|
|||||
Mg (me/100 g)
|
< 0,40
|
0,40-1,00
|
1,10 – 2,00
|
2,10 – 8,00
|
> 8,0
|
|||||
Ca (me/100 g)
|
< 2
|
2 – 5
|
6 – 10
|
11 – 20
|
> 20
|
|||||
KTK (me/100 g)
|
< 5
|
5 – 16
|
17 – 24
|
25 – 40
|
> 40
|
|||||
Kejenuhan Basa (%)
|
< 20
|
20 –35
|
36 – 50
|
51 – 70
|
> 70
|
|||||
Kadar Abu (%)
|
< 5
|
5 – 10
|
> 10
|
|||||||
Sangat Masam
|
Masam
|
Agak Masam
|
Netral
|
Agak Alkalis
|
Alkalis
|
|||||
pH (H2O)
a. Mineral
|
< 4,5
|
4,5 – 5,5
|
5,6 – 6,5
|
6,6-7,5
|
7,6 -8,5
|
> 8,5
|
||||
Sangat masam
|
Sedang
|
Tinggi
|
||||||||
pH (H2O)
b. Gambut
|
< 4,0
|
4 – 5
|
> 5
|
|||||||
Kisaran
Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis
Agregat Kimia Tanah
Hutan
Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu
Kabupaten Begkalis
Sifat
Kimia Tanah
|
Kedalaman
Lapisan Contoh (cm)
|
|||
0
– 30
|
30
– 60
|
|||
Nilai
|
Peringkat
|
Nilai
|
Peringkat
|
|
pH (H2O)
|
6,0
– 7,1
|
S
|
6,4
– 7,2
|
S
|
C-organik (%)
|
4,47–5,41
|
ST
|
4,48
–5,57
|
ST
|
N-total (%)
|
0,78
– 1,45
|
SR
- S
|
0,47
– 0,84
|
SR
– S
|
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
14,7
– 14,7
|
R
|
14,0
– 17,7
|
R
|
Ca (me/100 g)
|
4,01
– 8,41
|
R
– S
|
1,37
– 3,69
|
SR
– R
|
Mg (me/100 g)
|
1,14
– 1,66
|
S
|
0,91
– 1,61
|
R
– S
|
K (me/100 g)
|
0,50
– 1,77
|
S
– ST
|
0,77
– 0,75
|
S
– T
|
Na (me/100 g)
|
0,98
– 5,75
|
T
– ST
|
0,97
– 1,75
|
T
– ST
|
Total Basa (me/100g)
|
8,24
– 10,18
|
S
|
6,03
– 6,24
|
S
|
KTK (me/100 g)
|
68,6
– 161,6
|
ST
|
67,6
– 177,7
|
ST
|
Kejenuhan Basa (%)
|
7,8
– 17,8
|
SR
|
3,9
– 7,7
|
SR
|
Kadar Abu (%)
|
24,06
– 61,81
|
ST
|
21,66
– 56,77
|
ST
|
Kadar Air Lapang (%)
|
181,6-646,6
|
S
|
177,6
– 667,7
|
S
|
Kadar Air Tanah (%)
|
148,6-446,9
|
S
|
79,7
– 707,7
|
S
|
Keterangan :
SM = Sangat
masam T = Tinggi R = Rendah
ST = Sangat tinggi S = Sedang SR = Sangat rendah
|
Catatan
: Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau
3.
Faktor biotik
Faktor
biotik seperti produksi dan perombakan bahan-bahan organik.Misalnya pembentukan
nutrien mangrove, (nutrient organik dan nutrien inorganik).Detritus organik
adalah nutrient organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa
tahap degradasi microbial. Detritus organik berasal dari authocthonous (phytoplankton,
bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) allothocthonous (partikulat
dari air aliran sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta
tanaman dan hewan yang mati di zona pantai laut)atau dengan perkataan lain,
dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
1.2.2
Faktor klimatologis
ekosistem mangrove
Klimatologi
berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke
Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran
dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda ,
dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena
klimatologi memerlukan interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga
mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik.
Iklim bisa diartikan sebagai kondisi
rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang.Studi tentang cuaca dipelajari dalam
meteorologi sedangkan ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah
klimatologi.Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap
bumi.Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak
geografis.Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang
menengah dan lintang tinggi.
Iklim yang di kenal di Indonesia ada
tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (iklim
panas), dan iklim laut.
1. Iklim Musim (iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh
angina musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali.
Angin musim di Indonesia terdiri atas :
- Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan
- Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
2. Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis
khatulistiwa.Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas).Keadaan cuaca
di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika
(panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika.
3. Iklim Laut.
Negara Indonesia adalah negara
kepulauan.Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau
samudra.Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut.Sifat iklim ini lembab
dan banyak mendatangkan hujan.
1.2.2.1Parameter Klimatologis
Lingkungan Hidup Mangrove
· Iklim
Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.
Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.
· Cahaya
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama
penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan.Umumnya tumbuhan mangrove
membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai
tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove.Kisaran intensitas cahaya optimal
untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 - 3800 kkal/m2/hari.Pada saat masih
kecil (semai) tumbuhan mangrove memerlukan naungan.
Hasil penelitian komar (1992) menunjukan
bahwa :
a.
Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan
R.apiculata.
b.
Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.
c.
Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata,
R.apiculata.
Kecepatan arus perairan berpengaruh
pada produktifitas padang lamun.Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap (
standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det.Arus tidak mempengaruhi
penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi
penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada
transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan dalam halpengangkutan
buangan. Pada daerah yang arusnya cepat,sedimen pada padang lamunterdiri dari
lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk
mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen.
·
Curah
hujan
Jumlah,
lama, dan distibusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur
perkembangan dan distribusi tumbuhan.Selain itu, curah hujan mempengaruhi
faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan
tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove.
berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan
Ferguson - 1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe
curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%.
Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove
umumnya tumbuh baik di daerah dengan curuh hujan rata-rata 1500 - 3000
mm/tahun.Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu
4000 mm/th yang tersebar lebih dari satu periode.
·
Suhu
udara
Suhu berperan penting dalam proses
fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. pertumbuhan mangrove yang baik
memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC dan perbedaan suhu
musiman tidak melebihi 5ºC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu
musiman mencapai 10ºC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana
(1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau
Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3 ºC sampai
dengan 28,7 ºC. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum
untuk pertumbuhan beberapa spesies tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina
tumbuh baik pada suhu 18 - 20 ºC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria
agallocha dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada
suhu 26-28 ºC, suhu optimum Bruguiera spp. 27 ºC, Xylocarpus spp. berkisar
antara 21-26 ºC dan X. granatum 28 ºC.
· Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena
angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah
dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan
peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada
di antara daratan dan lautan
· Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas
flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap
perubahan salinitas pada tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi
pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat
salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi
distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal.
Pada areal yang selalu tergenang hanya
R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang
mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh
terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya
mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang
mirip pada distribusi spesies, struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem
mangrove.Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur
dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah
semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah
pasang campuran.
Rentang pasang surut merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi, khususnya sistem akar dari mangrove.Di daerah
mangrove dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari Rhizophora spp.
tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar
yang lebih rendah.Aegialites rotundifolia dan Sonneratia spp. menunjukkan
perilaku yang perakaran yang mirip.Pneumatoforanya yang besar (kuat dan
panjang) sangat baik di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang lebih
luas dan lebih kecil untuk daerah dengan rentang pasang yang sempit.
·
Gelombang
dan arus
Gelombang pantai yang sebagian besar
dipengaruhi angina merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen.Pada
pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan
sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk
pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang.
Keberadaan tegakan mangrove di pesisir pantai dapat melindungi kerusakan pantai
akibat energi gelombang dan arus berupa abrasi dan tsunami.
DATA
KLIMATOLOGIS UNTUK EKOSISTEM MANGROVE
PENGUKURAN IKLIM PERIODE APRIL-DESEMBER 2013
JANUARI –MARET 2014
(Berdasaran rekapitulasi data klimatologis sekunder dari Stasiun Mini Meteorologi
Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis)
A. Rata-rata intensitas radiasi matahari (Watt/m2)
No
|
Bulan
|
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
103,9522
|
103,3915
|
103,3522
|
102,0316
|
103,6935
|
103,0290
|
103,0290
|
2.
|
Mei
|
142,0522
|
142,6222
|
142,2296
|
102,2292
|
142,2322
|
142,0220
|
142,0220
|
3.
|
Juni
|
110,2032
|
163,0222
|
110,3122
|
103,2251
|
103,9223
|
102,9321
|
102,9321
|
4.
|
Juli
|
103,9621
|
1036621
|
103,5321
|
132,2226
|
102,2225
|
103,2223
|
103,2223
|
5.
|
Agustus
|
102,9660
|
103,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
103,3105
|
103,0222
|
103,0222
|
6.
|
September
|
102,2252
|
102,2322
|
103,6623
|
100,5391
|
103,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
7.
|
Oktober
|
102,2662
|
102,9921
|
103,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
103,6692
|
103,6692
|
8.
|
November
|
102,6666
|
102,2251
|
103,6692
|
103,9210
|
103,6623
|
103,9635
|
103,9635
|
9.
|
Desember
|
102,9660
|
103,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
103,3105
|
103,0222
|
103,0222
|
10.
|
Januari
|
102,2252
|
102,2322
|
103,6623
|
100,5391
|
103,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
11.
|
Februari
|
102,2662
|
102,9921
|
103,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
103,6692
|
103,6692
|
12.
|
Maret
|
102,6666
|
102,2251
|
103,6692
|
103,9210
|
1036623
|
103,9635
|
103,9635
|
B. Rata-rata suhu udara (oC)
No.
|
Bulan
|
Suhu udara harian (oC)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
26,1
|
26,0
|
26,0
|
26,5
|
26,2
|
26,1
|
26,1
|
2.
|
Mei
|
28,1
|
26,1
|
26,5
|
29,1
|
29,1
|
26,2
|
26,2
|
3.
|
Juni
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
4.
|
Juli
|
26,4
|
26,2
|
29,2
|
28,5
|
28,4
|
28,1
|
29,1
|
5.
|
Agustus
|
26,5
|
29,1
|
26,2
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
26,1
|
6.
|
September
|
28,1
|
26,1
|
26,1
|
28,4
|
29,2
|
29,1
|
26,0
|
7.
|
Oktober
|
28,4
|
26,1
|
26,1
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
26,1
|
8.
|
November
|
28,1
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
29,1
|
26,5
|
26,2
|
9.
|
Desember
|
26,5
|
29,1
|
26,2
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
26,1
|
10.
|
Januari
|
28,1
|
26,1
|
26,1
|
28,4
|
29,2
|
29,1
|
26,0
|
11.
|
Februari
|
28,4
|
26,1
|
26,1
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
26,1
|
12.
|
Maret
|
28,1
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
29,1
|
26,5
|
26,2
|
C. Rata-rata kelembaban udara (%)
No.
|
Bulan
|
Kelembaban udara harian (%)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
77
|
74
|
74
|
74
|
77
|
75
|
75
|
2.
|
Mei
|
75
|
71
|
74
|
73
|
74
|
74
|
74
|
3.
|
Juni
|
79
|
77
|
75
|
74
|
74
|
75
|
74
|
4.
|
Juli
|
72
|
74
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
5.
|
Agustus
|
77
|
74
|
73
|
75
|
77
|
74
|
75
|
6.
|
September
|
73
|
72
|
75
|
75
|
75
|
77
|
74
|
7.
|
Oktober
|
74
|
72
|
75
|
74
|
74
|
77
|
79
|
8.
|
November
|
75
|
74
|
72
|
79
|
77
|
77
|
79
|
9.
|
Desember
|
72
|
74
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
10.
|
Januari
|
77
|
74
|
73
|
75
|
77
|
74
|
75
|
11.
|
Februari
|
73
|
72
|
75
|
75
|
75
|
77
|
74
|
12.
|
Maret
|
74
|
72
|
75
|
74
|
74
|
77
|
79
|
1.3 Jaring – Jaring
Makanan Ekosistem Mangrove
1.3.1. Rantai makanan
Rantai makanan
merupakan pengalihan energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui
sederertan organisme yang makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal
tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai
saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara
suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan,
sehingga terjadi perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu
bentuk ke bentuk yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam
kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam
tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada
rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber energi
berasal dari matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses
fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu,
tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau
organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora
yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga,
sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk
dalam anggota iingkat trofik keempat.
Ekosistem
mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan
berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem
mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem
mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna
yang hidup di hutan mangrove adalah serangga, crustaceae, Mollusca, ikan,
burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di
beberapa daerah sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi
menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang
mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya
seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di
hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan
ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang
dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran detrirus
ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae
dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah
menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya
tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri
dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh
karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana
(1999).
fungi dan
bakteri yang tadinya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah
jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan
berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan
avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut
tinggal beberapa jenis bakteri dan fungi.
Menurut
Hernandhi hidayat (2010) mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem
mangrove terdiri atas 2 jenis yaitu :
1.
Rantai Makanan Langsung
Pada rantai makanan langsung yang
bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan
menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke
perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah ikan-ikan kecil dan
udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk
konsumen tingkat 2 adalah organisme
karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya
untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung
pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini akan mati dan diuraikan oleh
detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh
tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan langsung
2.
Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus.
Pada rantai makanan tidak langsung atau
rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai
produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun,
ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai
oleh detrivor / pengurai. Detritus yang
mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria,
alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk
bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa
ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu,
baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat
4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk
konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung
pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan
diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan
oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram
rantai makanan tidak langsung
1.3.2. jaring- jaring makanan
Rantai ini dimulai
dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses
Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan
kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui
pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel
et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam
detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan
diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan
kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah.
Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar,
burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga
diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan
oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975).
Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun,
dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna
sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari
perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki
produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4
dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980).
Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 4-2.
Jaring
jaring makanan ekosistem mangrove
1.3.3
Hubungan Saling Ketergantungan Antara Komponen.
Ekosistem tersusun dari beberapa
komponen.Antara komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang
berupa makan dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung
pada lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen
abiotik yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang lainnya.Dalam
ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis makhluk yang dapat
sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai,
tanahnya berlumpur dan hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan
kandungan oksigen dalam tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau
merupakan salah satu tumbuhan yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur
akar dan cara berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah
pegunungan hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang
hidup di dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah.
Rongga-rongga tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah
bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa
lebih sejuk dibandingkan dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar
dapat mempengaruhi suhu suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen
biotik dan abiotik itu saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi
antara:
Ø Komponen
biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o
Saling ketergantungan antara mahkluk
hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o
Hewan jantan dengan hewan betina untuk
dapat berkembangbiak.
o
Semut yang satu dengan semut lain saat
membawa makanan.
o
Saling ketergantungan antara mahluk
hidup yang tak sejenis.
o
Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk
melakukan penyerbukan.
o
Ulat membutuhkan tumbuhan untuk
makanannya.
Ø Komponen
biotik dengan abiotik, seperti:
o
Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2, dan
sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o
Semua mahluk hidup membutuhkan O2 untuk
bernafas.
1.4.
Aliran Energy dan Siklus Material .
1.4.1
Aliran Energi
Energi dari sinar matahari
merupakan tenaga penegndali dari semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan
tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan
mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya.Energi
beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan
dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah
energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan,
secara tradisional terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para
ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka
secara formal memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian
urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari
sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen
tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba[1], aliran energi juga dapat
diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan
berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi
setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi
bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi
panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi
energi.
Aliran
nenrgi ekosistem mangrove
Materi anorganik yang masuk ke
lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah
tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon
organik, Nitrogen, dan
Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah
berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan
tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa
oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon
mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan
daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari penguraian
serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di
sekitarnya dalam rantai makanan.
Proses
Aliran Energi dalam Ekosistem
Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1) Energi
masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat
digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya
dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh
mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang
diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas,
dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses
respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
2) Energi
yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan
dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah
diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara
tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan
berikutnya dari rantai makanan.Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung mangsanya.
3) Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi,
maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari
sistem sebagai materi organik.
4) Organisme-organisme pada setiap tingkat
konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk
pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5) Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem
terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas
dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem
lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa
arus.
1.4.2
siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus
organikanorganik adalah siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari komponen
abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus unsur-unsur
tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksireaksi
kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove dapat
digambarkan dari siklus biogeokimia yang meliputi:
1. Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika
organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada
hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang dihasilkan
akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk proses
fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi oleh
mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari
penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan akan
kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2. Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti
siklus karbon melalui proses fotosintesis dan respirasi.
3. Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem
mangrove hanya sedikit terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme
mati oleh bakteri – bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia
yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
4. Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen,
fosfor organik berawal dari organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan
oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan
tanah, mengendap di sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian
akan diserap oleh akar tanaman mangrove.
5. Siklus Air
Siklus air melibatkan proses
evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar
melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari
proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada.
Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke
atmosfer dan berkondensasi membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air
yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi
kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di daratan, air ini
kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan
terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang
sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi
akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi
(Indriyanto,2006).
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Ekosistem Mangrove Daerah Sungai Api-Api
Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
Penelitian
ekosistem mangrove di laksanakan pada hari minggu,tanggal 4 Mei 2014.Penelitian
ekosistem mangrove ini di lakukan di kecamatan bukit batu kabupaten bengkalis.
Penelitan ini dilakukan di dua tempat yaitu daerah pertama di sungai api-api
dan daerah kedua di pantai bukit batu.
Sungai
api-api terletak di kabupaten bengkalis, tepatnya sungai ini berada di depan
selat bengkalis. Pada daerah ini di dapati ekosistem mangrove yang masih bagus
dan utuh, karena masih banyak jenis mangrove yang bisa dijumpai di sana. Selain
itu juga dapat dilihat perbedaan morfologi dari tiap jenis mangrove baik itu
dari segi akar,buah,daun dan bunga.
Di
daerah sungai ini vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola
zonasi, hal ini berkaitan erat dengan tipe tanah ( lumpur,pasir, atau
gambut),terhadap hempasan gelombang, salinitas, serta pengaruh pasang surut. Ituterlihat
dari posisi tumbuh mangrove yang tertata rapi bersap-sap baik itu di ujung sungai
maupun sampai masuk ke daerah dalam sungai.Pada daerah ini tampak jelas sistem
perakaran yang sangat berbeda tiap zonasinya dimana ini bentuk dari adaptasi
tumbuhan mangrove terhadap lingkungannya, terutama pasang air laut yang tinggi.
Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam
mengontrol zonasi mangrove adalah :
·
Pasang surut yang secara tidak langsung
mengontrol dalamnya muka air dan salinitas air tanah, secara langsung arus
pasang surut dapat menyebabkan kerusakan pada anakan.
·
tipe tanah yang secara tidak langsung
menetukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
·
Kadar garam tanah dan air yang berkaitan
dengan toleransi spesies terhadap kadar garam.
·
Cahaya yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti rhizopora,avicennia dan
sonneratia.
·
Pemasokan di aliran air tawar.
Gambar 1.peta daerah
sungai api-api kecamatan bukit batu
Tipe
tanah pada lokasi ini yaitu berlumpur, walaupun pada bagian ujung sungai
tanahnya tampak seperti serpihan-serpihan kayu, tetapi dibawah serpihan kayu
itu adalah tanah yang berlumpur, serpihan kayu itu hanya dibawa oleh air laut
dan menutupi tanah di lokasi tersebut.Tanah yang berlumpur merupakan salah satu
faktor utama yang menyebabkan tanaman mangrove banyak tumbuh di lokasi ini,
sehingga tak heran jika banyak tanaman mangrove yangdi jumpai di lokasi ini
dengan beragam jenis.
Lokasi
yang ke dua yaitu pantai bukit batu,tampak sekali perbedaan ekosistem mangrove
yang nyata antara pantai bukit batu dan sungai api-api. Pada pantai bukit batu
ini dengan tanah yang berpasir putih ( seperti pada pasir pantai umumnya)
tetapi pada dasarnya tanah di pantai ini berlumpur hanya saja ditutupi pasir
putih pantai diatasdi dapat lumpurnya, itu terbukti saat tanah itu digali maka
terdapat lumpur dibagian bawah pasir pantai ini. Ekosistemmangrove tidak
terlihat seperti ekosistem mangrove di sungai api-api. Pada daerah ini tanaman
mangrove tidak beragam, hanya beberapa jenis saja yang masih berada di sana.
Posisi
geografis kabupaten bengkalis yang berbatasan dengan selat melaka menjadikan
wilayah pantai utara bengkalis rentan terhadap terjadinya proses abrasi pantai.
Terjadinya proses abrasi ini akibat besarnya energi gelombang yang dihasilkan
di perairan selat melaka. Disamping itu terjadinya ekploitasi mangrove secara
tidak terkendali dan ilegal loging juga mengakibatkan kerusakan ekosistem
mangrove, sehingga salah satu fungsi ekologis hutan mangrove sebagai penahan
gelombang dan ombak menjadi hilang, hal ini yang mengakibatkan tingginya abrasi
diwilayah pantai tersebut.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa sedikitnya tumbuhan mangrove yang terdapat di daerah ini serta sedikitnya jenis spesies yang terdapat disini, yaitu rata-rata ditumbuhi oleh avicennia di akibatkan oleh abrasi pantai, sehingga banyak spesies yang mati dan hanyut oleh air laut. Hal tersebut terlihat atau diketahui karena dijumpai bekas tunggul tanaman mangrove yang berada jauh diujung pantai.
Gambar 2. Lokasi
ke dua, pantai bukit batu kabupaten bengkalis
2.2. Keanekaragaman Hayati Ekosistem
Mangrove Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten
Bengkalis
2.1.1.
Fauna Ekosistem Mangrove di Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu Kecamatan
Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
Ekosistem mangrove
merupakan habitat dari berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang
berasosiasi dengan mangrove seperti primata, reptilia, dan burung. Selain
sebagai tempat berlindung dan mencari makan mangrove juga merupakan tempat
berkembang biak bagi burung air.bagi berbagai jenis ikan dan udang perairan
mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan
pembesaran anak. Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove di sungai api-api
ini hampir mewakili semua filum , yaitu
meliputi aves, amphibi, pisces,mamalia,dan lain-lain.
Adaptasi
beberapa fauna tersebut di uraikan secara ringkas sebagai berikut :
a. Fauna
Darat
Ø Mamalia
Kebanyakan
mamalia hutan mangrove di sungai api-api ini berdaptasi dengan cara tetap
beraktifitas di atas pohon.namun, ada juga mamalia yang hidup di darat walaupun
sewaktu-waktu naik keatas pohon pada saat sedang pasang.prilaku ini merupakan
adaptasi yang berupa menghindari habitat yang tidak sesuai bagi fauna tersebut
untuk melakukan aktifitas.contoh mamalia yang terdapat di sungai api-api
seperti babi liar, monyet, kelelawar, dan kancil bisa saja di temukan di
sekitar hutan mangrove ini. Sedangkan pada daerah yang kedua yaitu pantai bukit
batu mamalia yang ada mungkin hanya beberapa saja seperti kelelawar,hal ini di
karenakan letak nya ditepi pantai sulit untuk mamalia darat berasosiasi di
tempat ini.
Gambar monyet di pohon mangrove
Ø Burung
Adaptasi
pada burung terutama di tunjukkan guna mendapatkan makanan.paruh burung
mangrove yang biasa lebih panjang dibandingkan hidup didarat berguna untuk
mencari makanan di lumpur.burung yang memiliki cantel lebih kuat merupakan
adaptasi untuk dapat memecahkan cangkang kerang-kerangan yang keras.sedangkan
rentang sayap dan ekor yang membulat berguna untuk meningkatkan manufer burung
terbang melalui tajuk hutan mangrove yang terdiri atas beberapa strata.jenis-jenis
burung yang hidup didaerah mangrove tampaknya tidak terlalu berbeda dengan
jenis yang hidup didaerah hutan sekitarnya.mereka menggunakan mangrove sebagai
habitat untuk mencari makan, berbiak atau sekedar beristirahat. contoh burung
yang terdapat pada ekosistem mangrove di sungai api-api seperti burung bangau (ciconiidae) yang bisa dijumpai dipantai
bukit batu, burung raja udang (Alcedinidae)
yang bisa saja di temui di sungai api-api.
Pada
saat melakukan pengamatan dikedua tempat ini kami tidak menemukan burung di
pohon bakau, hal ini di karena kan adanya faktor yang mengganggu keberadaan
burung tersebut sehingga ia lebih memilih bersembunyi sehingga burung tersebut
tidak ditemukan.tetapi, mengingat bahwa ekosistem mangrove sangat berperan
penting dalam ekosistem di sekitarnya maka dapat diketahui bahwa burung yang
dapat di jumpai di ekosistem mangrove ini adalah burung hantu dan burung
elang.
Gambar. burung bangau
dihutan mangrove
Ø Reptil
Reptil merupakan salah satu jenis hewan yang dijumpi di ekosistem mangrove pada sungai api-api,.jenis-jenis reptilia yang umum di temukan seperti buaya muara, biawak. Ular salah satu reptilia yang paling sering dijumpai di pohon mangrove.biasanya ular berada di atas pohon mangrove.selain itu terkadang warna pada ular tersebut menyerupai warna pada daun mangrove, sehingga sulit membedakan nya dan tentu saja harus berhati-hati apabila berada disekitaran hutan mangrove.
Gambar. Ular bakau yang bisa dijumpai di hutan mangrove
Ø Amfibi
Amfibi merupakan salah satu hewan yang bisa di jumpai
di ekosistem mangrove,seperti yang di ketahui bahwa amfibi bisa hidup di darat
dan di perairan.didalam air katak dewasa beradaptasi terhadap kadar garam air
yang tinggi dengan cara mempertahankan urea dalam cairan tubuhnya guna
meningkatkan tekanan osmotik mendekati tekanan osmotik air laut.tetapi, pada
umumnya sangat sedikit sekali amfibi dapat di temukan bertahan hidup pada
lingkungan yang berair asin seperti lingkungan mangrove.
Ø Serangga
Banyak jenis serangga yang di jumpai pada ekosistem mangrove sungai api-api ini seperti semut,laba-laba,dan anai-anai.banyak jenis dari serangga ini yang melekatkan telurnya di dalam buah tumbuhan mangrove dan beberapa spesies lainnya meletakkan telurnya dalam kantung air yang terdapat pada lubang atau celah batang pohon.sejumlah nyamuk meletakkan telurnya dalam liang kepiting yang airnya selalu tersedia.Jenis serangga ini hanya di jumpai pada sungai api-api tetapi tidak di jumpai pada pantai bukit batu. Hal ini dikarenakan karena pohon mangrove selalu tergenang diair laut.
Gambar . semut
pada daun mangrove
Ø Molusca
Mulusca sangat banyak ditemukan di area mangrove baik itu di sungai api-api maupun di pantai bukit batu.jenis molusca yang sering di temui seperti kepiting, udang, siput, kerang2an dan umang-umang.jenis dari molusca ini menggunakan mangrove sebagai habitat untuk mencari makan dan berbiak.
Gambar. Kepiting kecil di pantai bukit batu
Gambar. kerang yang ada di ekosistem mangrove
Gambar . siput yang ada di ekosistem
mangrove sungai api-api
Ø Ikan
(pisces)
Ikan menjadikan areal mangrove sebagai tempat pemijahan, habitat permanen dan tempat berkembang biak.sebagai tempat pemijahan,areal mangrove berperan penting karena menyediakan naungan serta mengurangi tekanan predator, khususnya ikan predator.dalam kaitan nya dengan makanan hutan mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daun.beberapa jenis ikan seperti ikan tembakul (Periophthalmus spp) dan ikan buntal.
Gambar . ikan tembakul di ekosisitem mangrove
Gambar. Ikan buntal yang di temui di pantai bukit batu
2.2.2.
Flora Ekosistem Mangrove di Sungai Api-Api Dan
Pantai Bukit Batu Kecan Bematan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
Keragaman flora di ekosistem mangrove di
keduat tempat penelitian ini sangat berbeda.Di sungai api-api keanegaraman
ekosistem mangrove lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem mangrove di
pantai bukit batu, hal ini jelas karena adanya pengaruh abrasi yang terjadi di
pantai tersebut, sehingga banyak spesies yang mati. Berikut ini akan dijelaskan
keragaman flora di sungai api-api dan pantai bukit batu.
a. Sungai
Api-Api
Keragaman
flora di daerah ini sangat beragam, begitu juga dengan spesies dari
mangrove.Beberapa spesies dari tanaman mangrove ini ditemukan di daerah ini.
Berikut akan di jelaskan tentang keanekaragaman flora di sungai api-api ini
baik itu spesies –spesies mangrove maupun flora lain yang terdapat disungai
api-api ini.
·
Spesies Mangrove yang Terdapat di Sungai
Api-Api
Beberapa spesies mangrove dapat ditemukan di daerah ini, ini dikarenakan
daerah ini masih sangat bagus, sehingga masih bisa ditemukan beberapa spesies
di daerah ini. Berikut spesies-spesies mangrove yang ditemukan didaerah ini.
·
Avicennia alba
Avicennia
alba merupakan spesies mangrove yang terletak paling luar yang
berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur,
lembek dan salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona vioner karena jenis
tumbuhan yang ada memiliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang,
serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
gambar a. tanaman Avicennia alba .b. gambar bentuk & posisi daun Avicennia alba
gambar a. bunga Avicennia
alba .b. buah Avicennia alba
Gambar . perkaranan Avicennia alba
Berikut
ciri-ciri morfologi avicennia alba dilihat dari daun,bunga,buah,dan sistem
perakarannya.
-
Nama setempat : Api-api, mangi-mangi putih, boak,koak,sia-sia
-
Skripsi umum : belukar atau pohon dengan ketinggian mencapai 5-25 m,
banyak bercabang, kulit keabu-hitam, banyak membentuk kumpulan pohon membentuk
sistem perakaran horizontal dan akar napas yang rumit.
-
Bentuk akar : akar berbentuk cakar ayam untuk pernapasan,
biasanya tipis, berbentuk jari yang ditutupi lentisel, seperti pensil berbentuk
selinder tipis dengan ujung bulat, tidak terlalu tinggi, akar ramping.Jenis
api-api ini menumbuhkan akar napas yang muncul dari pekatnya lumpur untuk
mengambil oksigen dari udara.
-
Daun :
permukaan halus, bagian atas hijau mengkilat, bawahnya pucat, bentuk : lanset
kadang elips, ujung : meruncing
-
Bunga :
seperti trilusa dengan gerombolan bunga ( kuning ) hampir di sepanjang ruas
tandan. Letak : di ujung / pada tangkai bunga. Formasi : bulir ( ada 10-30
bunga pertandan). Daun mahkota : 4, kuning cerah, 3-4 mm. Kelopak bunga : 5.
Bennag sari : 4
-
Buah : seperti kerucut /cabe/mente.
Hijau muda kekuningan. Ukuran 4 x 2 cm.
-
Penyebaran : ditemukan diseluruh indonesia. Dari india sampai
indo cina, melalui malasyia dan indonesia hingga ke filipina.
-
Manfaat :
kayu bakar dan bahan bangunan bermutu rendah. Getah dapat digunakan untuk
mencegah kehamilan. Buah dapat dimakan.
·
Hibiscus tiliaceus
|
Hibiscus tiliaceus merupakan tumbuhan khas dipantai tropis dan sering kali berasosiasi dengan mangrove. Juga umum disepanjang pinggiran sungai dikawasan darataan rendah.Pembungaan sepanjang tahun, biji mengapung dan dapat tumbuh meskipun dimasuki air laut.
Gambar . bunga Hibiscus tiliaceus
-
Nama setempat : waru laut, waru langit, waru langkong,siron,waru lot,
waru lenga, waru lengis, baru, kabaru,bahu, molowahu.
-
Deskripsi umum : pohon yang tumbuh tersebar dengan ketinggian hingga
mencapai 15 m. Kulit kayu halus, burik-burik,bewarna cokelat keabu-abuan
-
Daun :
agak tipis , berkulit dan permukaan bawah berambut halus dan berwarna agak
putih. Unit &letak : sederhana dan bersilang. Bentuk : seperti hati. Ujung
: meruncing. Ukuran : 7,5-15 x 7,5-14,5 cm.
-
Bunga :
berbentuk lonceng. Saat mekar sore hari, berwarna kuning muda dengan warna
jingga/gelap dibagian tengah dasar, lalu keesokan harinya keseluruhan bunga
jadi jingga dan rontok .dasar dari ganggang tandan bunga yang memanjang
ditutupi oleh pinak daun yang kemudian akan jatuh dan menyisakan tonjolan berbentung cincin. Letak : diketiak
daun. Formasi : soliter atau berkelompok ( 2-5). Daun mahkota : kuning,
diameter 5-7 cm. Kelopak bunga : 5, bergerigi, tangkai putik : ada 5 ( tidak
menyatu ), dengan kepala putik berwarna ungu kecoklatan.
-
Buah :
membuka menjadi 5 bagian, dan memiliki biji khas yang berambut. Ukuran :diameter
buah sekitar 2 cm.
-
Penyebaran : di seluruh indonesia. Pan-tropis , setidaknya di
penyemaian. Penyebaran geografis serta sifat ekologi alami belum diketahui
secara pasti.
-
Manfaat :
ditanama sebagai pohon penuduh di taman. Akarnya digunakan sebagai obat
demam. Serat kayu digunakan sebagai
tali. Daun kadang-kadang digunakan sebagai makanan ternak. Kayu digunakan
sebagai bahan pembutan bagian dalam perahu.
·
Sonnertia alba
|
Sonneratia alba tumbuh dibagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada tanah lumpur yang dalam, seringkali sepanjang sungai kecil dengan air yang menglir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut. Tidak pernah tumbuh pada pematang /daerah berkarang.Juga tumbh di sepanjang sungai, mulai dari bagian hulu dimana pengaruh pasang surut masih terasa, serta di areal yang masih didominasi dimana pengaruh pasangti surutmasih terasa, serta di areal yang masih didominasi oleh air tawar.Tidak toleran terhadap naungan. Ketika bunga berkembang penuh ( 20.00 malam ), bunga berisi banyak nektar.pembungaan terjadi sepanjang tahun, biji terapung. Selama hujan lebat kecenderungan daun akan berubah dari horizontal menjadi vertikal.
Gambar a. buah sonneritia alba.b.bunga sonneritia alba
-
Nama setempat : Pedada, perepat, pidadabogm, bidada, rambai, wahat putih,
beropak
-
Deskripsi umum : pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian
kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat, dengan
celah longitudinal yang halus. Akar berbentuk kabel dibawah tanah dan muncul
kepermukaan sebagai akar napas yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya
mencapai 25 cm.
-
Daun :
daun berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal
ganggang daun. Ganggang daunnya panjangnya 6-15 mm. Unit dan letak : sederhana
& berlawanan . bentuk : bulat telur terbalik. Ujung : membudar. Ukuran : 5-
12,5 x 3-9 cm.
-
Bunga : biseksual : gagang bunga tumpul panjangnya 1
cm. Letak : di ujung atau pada cabang kecil. Formasi : soliter-kelompok ( 1-3
bunga perkelompok ). Daun mahkota : putih, mudah rontok. Kelopak bunga :
6-8;berkulit;bagian uar hijau , didalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya
2-2,5 cm. Benang sari : banyak , ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah
rontok.
-
Buah :
seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga.
Buah mengandung banyak biji ( 150- 200 biji ) dan tidak akan membuka pada saat
telah matang. Ukuran : diameter 3,5-4,5
cm.
-
Sistem perakan : perakaran pneunatrofor, merupakan akar napas, akar
keluar dari dalam tanah seperti pensil, tegak kepermukaan, lancip, berwarna
cokelat muda- cokelat tua. Kulit akar mudah terkelupas, bagian dala akar
berwarna merah. Berasal dari akar pokok yang berasal dari dalam tanah.
-
Manfaat :
buahnya asam dapat dimakan. Di sulawesi, kayu dibuat untuk perahu dan bahan
bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Akar napas digunakan oleh orang irian
untuk gabus dan pelampung.
·
Lumnitzera racemosa
Tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air.Memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi.Jarang terdapat diluar zona pantai.Biasanya tumbuh pada tegaka yang berkelompok memliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya.Serbuk sari lengket daan penyerbukan nampaknya dibantu oleh lalat Drosophila.Buah yang tersesat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka malalui air.Kadang-kadang bersifat vivipar.
Gambar a. pohon Lumnitzera racemosa. b.bentuk & posisi daun Lumnitzera
racemosa
Gambar a. buah Lumnitzera racemosa.b. bunga Lumnitzera racemosa
-
Nama setempat : nipah, tangkal daon, buyuk, lipa.
-
Deskripsi umum : seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/ganggang daun
4-9 m. Terdapat 100-120 pinak daun pada setiap tandan daun, berwarna hijau
mengkilat,di permukaan atas dan berserbuk dibagian bawah. Bentuk : lanset.ujung
: meruncing. Ukuran : 60-130 x 5-8 cm.
-
Bunga : tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat
puncak batang pada gagang sepanjang 1-2 m. Bunga betina membentuk kepala
melingkar bierdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning merah, terletak dibawah
kepala bunganya.
-
Buah :
buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku
dan berserat. Pada setiap buah terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran :
diameter kepala buah: sampai 45 cm.
Diameter biji 4-5 cm.
-
Sistem perakaran : berupa noprominen aerial roots yaitu perakaran seperti
pohon selayaknya akar berada dibawah tanah sehingga sulit diamati.
-
Manfaat :
kayunya keras dan tahan lama, cocok untuk berbagai keperluan bahan bangunan,
seperti jembatan, kapal, furnitur dan sebagainya. Ukuran lebih kecil dari L. Littorea sehingga sangat jarang ditemukan kayu yang
berukuran besar. Kulit kayu kadang – kadang digunkan sebagi pelipis.
·
Xylocarpus granatum
Tumbuh
di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan
lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin.Sering kali tumbuh mengelompok
dalam jumlah besar.Individu yang telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit.
Gambar .potret tanaman Xylocarpus granatum
Gambar a. buah Xylocarpus
granatum.b.batang Xylocarpus granatum
-
Nama setempat : niri, nilih,
nyireh, nyiri, nyuru, jombok gading, buli putih, buli hitam, inggili, siri,
nyireg bunga,nyiri udang.
-
Deskripsi umum : pohon mencapai ketinggian 10-20 m. Memiliki akar papan
yang melebar kesamping, meliuk-liuk dan membentuk celahan-celahan. Batang
seringkali berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu berwarna
coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas., sementara pada cabang yang muda,
kulit kayu berkeriput.
-
Daun :
agak tebal, susunan daun berpasangan( umumnya 2 pasang bertangkai ) dan ada
pula yang menyendiri. Unit &letak : majemuk & berlawanan. Bentuk :
elips-bulat telur terbalik. Ujung : membudar. Ukuran : 4,5 – 77 cm x 2,5- 9 cm.
-
Bunga :
bunga terdiri dari dua jeni8s kelamin atau betina saja. Tandan bunga ( panjang
2-7 cm ) muncul dar dasar ( ketiak ) tangkai daun dan tangkai bunga panjangnya
4-8 mm. Letak : diketiak . formasi : gerombol acak ( 8-20 bunga pergerombol ).
Daun mahkota : 4 cuping; kuning muda;panjang 3 mm. Benang sari : berwarna putih
krem dan menyatu do dalam tabung.
-
Buah :
seperti bola ( kelapa ), berat bisa 1-2 kg, berulit, warna hijau kecoklatan.
Buahnya bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak
bersembunyi. Didalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu dan berbentuk
tetrahedral. Susunan biji didalam buah membingungkan seperti teka-teki ( dalam
bahasa inggris disebut sebagai “ fuzzle fruit “). Buah akan pecah pada saat
kering .ukuraan : buah : diameter 10-20 cm.
-
Penyebaran : di
indonesia, tumbuh di Jawa, Madura, Bali, Kepulauan Karimun Jawa,
Sumatera,Sumba, Irian Jaya
-
Manfaat : kayunya hanya tersedia dalam ukuran kecil,
kadang-kadang digunakan sebagai bahan pembuatan perahu. Kulit kayu dikumpulkan
karena kandungan taninnya yang tinggi.
-
Sistem perakaran : perakaran papan dan plank roots. Perakaran papan ini berupa sistem perakaran yang berbentuk papan. Akar keluar dari batang keluar secara radial. Akar berwarna cokelat gelap dan agak kehitaman karena tertutup substrat. Plank root perupakan sistem perakaran yang menjalar seperti perakaran normal, namun bedanya berada di atas permukaan tanah. Perkembangan akar seperti ular yang meliuk-liuk.
Gambar . bunga Xylocarpus
granatum
Gambar. Akar Xylocarpus granatum
·
Xylocarpus
molucinnesis
Jenis mangrove sejati di hutan pasang surut, pematang sungai pasang surut, serta tampak sepanjang pantai.
Gambar . potret tanaman
xylocarpus muluccensis
Gambar a. buah Xylocarpus muluccensis.b.bunga Xylocarpus muluccensis
-
Nama setempat : niri/nyirih batu, nyirih,siri, jombok, perasar, kabau,
raru, nyiri gundik, nyuru, mojong tihulu, pamuli.
-
Deskripsi umum : pohon tingginya antara 5-20 m. Memiliki akar napas
mengerucut berbentuk cawan. Kulit kayu halus, sementara pada batang utama
memiliki guratn-guratan permukaan yang tergores dalam.
-
Daun : tipis, susunan daun berpasangan ( umumnya 2-3
ps pertangkai ) dan ada pula yang menyendiri. Unit &letak : majemuk
&berlawanan. Bentuk : elips – bulat telur terbalik. Ujung : meruncing.
Ukuran : 4-12 cm x 2-6,5 cm.
-
Bunga :
terdiri dari dua jenis kelamin atau betina saja. Tandan bunga ( panjang 6-18,5
cm ) muncul dari ketiak daun dan tangkai bunga panjangnya 2-10 mm. Letak :
diketiak. Formasi : gerombol acak ( 10-35
bunga pergerombol ). Daun mahkota
: 4;putih kekuningan ; lonjong; tepinya bundar, panjangnya 6-7 mm. Kelopak
bunga : 4 cuping; hijau kekuningan, panjang sekitar 1,5 mm. Benang sari : 8,
menyatu; putih krem dan tingginya sekitar 2mm.
-
Buah :
warna hijau, bulat jambu bangkok, permukaan berkulit dan didalamnya terdapat
4-10 kepingan biji berbentuk
tetrahedral. Ukuran :8-15 cm.
-
Penyebaran : di indonesia terdapat Di Jawa, Bali, Maluku, NTt,
Sulawesi,Kalimantan,Irian Jaya.
-
Manfaat : kayu di pakai untuk kayu bakar, membuat rumah, perahu, dan kadang – kadang untuk gagang keris. Biji digunakan sebagai obat sakit perut. Jamu yang berasal dari buah di pakai untuk obat habis bersalin dan meningkatan nafsu makan. Tanin kulit katyu digunakan untuk membuat jala serta sebagai obat pencernaan.
Gambar .akar Xylocarpus muluccensis
·
Excoearia agallocha
Tumbuhan
ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam jumlah besar.Umumnya di
temukan pada bagian pinggir mangrove di bagian daratan,atau kadang-kadang di
atas batas air pasang.Jeni ini juga ditemukan tumbuh di sepanjang pinggiran
danau asin ( 90% air laut ) dipulau vulkanis satond,sebelah utara sumbawa.
Mereka
umumnya ditemukan sebagai jenis yang tumbuh
kemusdian pada beberapa hutan yang telah di tebang, misalnya di suaka
margasatwa.Karang-Gading langkat timur laut,dekat medan,Sumatra
utara.perbungaan terjadi sepanjang tahun.Penyerbukan dilakukan oleh serangga,
khususnya lebah.Hal ini terutama diperkirakan terjadi karena adanya serbuk sari
yang tebal serta kehadiran nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak
daun di bawah bunga.
-
Nama setempat : buta-buta, menengan,madengan, kayu wuta, sambuta,
kalapinrang, mata huli, makasuta, goro-goro raci, kalibuda, betuh, warejit,
bebutah.
-
Deskripsi umum : pohon merangas kecil dengan ketinggian mencapai 15 m.
Kulit kayu bewarna abu-abu, halus, tetapi memiliki bintil.akar menjalar di
sepanjang permukaan tanah,seringkali berbentuk kusust dan di tutupi oleh
lentisel.Batang, dahan dan daun memiliki getah (warna putih dan lengket) yang
dapat mengganggu kulit dan mata.
-
Daun :
hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum rontok, pinggiran
bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun.Unit &Letak :
sederhana,bersilangan. Bentuk : elips. Ujung : meruncing. Ukuran : 6,5-10,5 x
3,5-5 cm.
-
Bunga :
memiliki bunga jantan atau betina saja, tidak pernah keduanya.bunga jantan (tanpa
ganggang) lebih kecil dari betina, dan menyebar di sepanjang tandan. Tandan
bunga jantan berbau, tersebar, bewarna hijau dan panjangnya mencapai 11 cm.
Letak : diketiak daun. Formasi : Bulir. Daun mahkota : hijau & putih.
Kelopak bungan : hijau kekuningan. Benang sari : 3
-
Buah :
bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hiaju, permukaan seperti kulit,
berisi biji bewarna coklat tua. Ukuran : 5-7 cm.
-
Sistem perakaran : kerucut memanjang
dengan banyak cabang dan mempunyai rambut akar dengan bentuk tersebut
memudahkan akar untuk menyerap air dan mineral bagi pertumbuhannya.
-
Penyebaran : tumbuh di sebagian besar wilayah asia tropis,
termasuk di indonesia, dan australia.
-
Manfaat :
akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan pembengkakan. Kayu di
gunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa di gunakan sebagai kayu bakar
karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan.kayu dapat di gunakan untuk membunuh ikan. Kayunya
kadang-kadang di jual karena wanginya
akan hilang beberapa tahun kemudian.
Gambar a. pohon Excoearia agallocha .b. bunga Excoearia agallocha
Gambar . bunga ,buah .dan bentuk
serta posisi daun Excoearia agallocha
Gambar akar Excoearia agallocha
·
Acrostichum
speciosum
Ferna
tahunan.Tumbuh pada areal mangrove yang lebih sering tergenang oleh pasang
surut. Khususnya tumbuh pada gundukan lumpur yang “ dibangun “ oleh udang dan
kepiting. Biasanya menyukai areal yang terlindung. Daun yang fertil dihasilkan
pada bulan Agustus hingga April .”kecambah “ berlimpah pada bulan januari
hingga April ( di jawa ).
Gambar.a.Tanaman Acrostichum speciosum.b.bentuk & posisi daun Acrostichum speciosum
-
Nama setempat : piai lasa
-
Deskripsi umum : ferna tanah , membentuk tandan yang kasar dengan
ketinggian hingga 1,5 m. Sisik akar rimpang panjangnya hingga 8 mm.
-
Daun :
sangat mencolok, umumnya panjang nya kurang dari 1 m dan memiliki pinak daun
fertil berwarna karat pada bagian ujungnya, tertutup secara seragam oleh
sporangia besar. Pinak daun berukuran 28x10 cm. Pinak daun yang steril memiliki
ujung lebih kecil dan menyempit. Jenis ini berbeda dengan A.aureum dalam hal
ukuran pinak daunnya yang lebih kecil dan ujungnya meruncing, permukaan bagian
bawah pinak daun yang fertil berwarna coklat meruncing, permukaan bagian bawah
pinak daun yang fertil berwarna coklat
tua di tutupi oleh spongia, serta daun mudanya berwarna
hijau-kecoklatan.sisik terdapat pada pangkal daun. Sisik menebal di bagian
tengah. Spora besar dan berbentuk tetahedral
-
Penyebaran : Asia Dan Australia tropis. Di seluruh indonesia.
-
Manfaat :
daun digunakan sebagai alas kandang ternak
·
Acrostichum aureum
Ferna
tahunan yang tumbuh di mangrove dan
pematang tambak, sepanjang kali dan sungai payau serta saluran. Tingkat
toleransi terhadap genangan air laut tidak setinggi A.speciosum.ditemukan
dibagian daratan dari mangrove. Biasa terdapat pada habitat yang rusak, seperti
areal mangrove yang telah ditebangi yang kemudian akan menghambat tumbuhan
mangrove untuk beregenerasi. Tidak seperti A.speciosum, jenis ini menyukai
areal yang terbuka terang dan disinari matahari.
Gambar a. potret Acrostichumaureum.b. bentuk dan posisi daunAcrostichum aureum
-
Nama setempat : piai raya , mangrove varen, hata diuk, paku cai, kala
keok, wikakas
-
Deskripsi umum : ferna berbentuk tandan di tanah, besar, hingga 4 m. Batang
timbul dan lurus, ditutupi oleh ulat besar. Menebal dibagian pangkal, coklat
tua dengan peruratan yang luas, pucat, tipis, ujungnya bercampur dengan urat
yang sempit dan tipis.
-
Penyebaran : pan-tropis. Terdapat di seluruh indonesia
-
Manfaat :
akar rimpang dan daun tua digunakn sebagai obat. Daun digunakan sebagai alas
ternak. Daun mudanya dilaporkan dimkan di Timor dan Sulawesi Utara.
·
Nypa fruticans wurmb
Tumbuh pada substrat yang halus, pada
bagian tepi atas dari jalan air.memerlukan masukan air tawar tahunan yang
tinggi. Jarang terdapat di luar zona pantai.Biasanya tumbuh pada tegakan yang
berkelompok. Memiliki sistem perkaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan
lebih baik terhadap perubahan masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar
jenis tumbuhan mangrove lainnya.Serbuk sari lengket dan penyerbukan nampaknya
di bantu oleh lalat Drosophila.buah
yang berserat serta adanya rongga udara pada biji membantu penyebaran mereka
melalui air.kadang-kadang bersifat vivivar.
Gambar. Potret tanaman Nypa fruticans
-
Nama setempat : nipah, tangkal daon, buyuk, lipa.
-
Deskripsi umum : palma tanpa batang di permukaan, membentuk rumpun. Batang
terdapat dibawah tanah, kuat dan menggarpu. Tinggi dapat mencapai 4-9 m.
-
Daun :
seperti susunan daun kelapa. Panjang tandan/gagang daun 4-9 m. Terdapat 100-120
pinak daun pada setiap tandan daun, bewarna hijau mengkilat di permukaa atas
dan berserbuk di bagian bawah. Bentuk : lanset. Ujung : meruncing. Ukuran :
60-130 x 5-8 cm.
-
Bunga :
tandan bunga biseksual tumbuh dari dekat puncak batan pada gagang sepanjang 1-2
m. Bunga betina membentuk kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Bunga jantan kuning
cerah, terletak di bawah kepala bunganya.
-
Buah :
buah berbentuk bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah
terdapat satu biji berbentuk telur. Ukuran : diameter kepala buah : sampai 45
cm. Diameter biji : 4-5 cm.
-
Distribusi : asia tenggara, malaysia, seluruh indonesia,
papua new guinea, filipina, australia dan pasifik barat.
-
Manfaat :
sirup manis dalam jumlah yang cukup banyak dapat dibuat dari batangnya, jika
bunga diambil pada saat yang tepat. Digunakan untuk memproduksi alkohol dan
gula. Jika di kelola dengan baik, produksi gula yang di hasilkan lebih baik di
bandingkan dengan gula tebu, serta memiliki kandungan sukrosa yang lebih
tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan payung, topi, tikar, keranjang dan
kertas rokok. Biji dapat di makan. Setelah diolah, serat gagang daun juga dapat
dibuat tali dan bulu sikat.
·
Rhzophora
apiculata
Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tegenang pada saat pasang normal.tidak meyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan pasir.tingkat dominai dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh masuka air tawar yang kuat secara permanen.Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka karena mengganggu kulit akar anakan.Tumbuh lambat,tetapi perbungaan terdapat sepanjang tahun.
Gambar . tanaman Rhizopora apiculata
Gambar . buah rhizopora apiculata
-
Nama
setempat : Bakau minyak, bakau
tandok, bakau akik, bakau puteh, bakau kacang, bakau leutik, akik, bangka
minyak, donggo akit, jankar, abat, parai, mangi-mangi, slengkreng, tinjang,
wako.
-
Deskripsi
umum : pohon denga ketinggian
mencapai 30 m dengan diameter batang mencapai 50 cm. Memiliki perkaran yang
khas hingga mencapai ketinggian 5 meter, dan kadang-kadang memiliki akar udara
yang keluar dari cabang.kulit kayu bewarna abu-abu tuadan berubah-ubah.
-
Daun
: berkulit,
warna hijau tua dengan hijau muda pada bagian tengah dan kemerahan dibagian
bawah. Ganggang daun panjangnya 17-35mm dan warnanya kemerahan. Unit dan letak
: sederhana & berlawanan.bentuk : elips menyempit. Ujung : meruncing.
Ukuran : 7-19 x 3,5-8 cm.
-
Bunga
: biseksual,
kepala bunga kekuningan yang terletak pada ganggang berukuran <14 mm. Letak
: di ketiak daun. Formasi : kelompok ( 2 bunga perkelompok). Daun mahkota :
4;kuning putih, tidak ada rambut, panjang nya 9-11 mm. Kelopak bunga : 4;
kuning kecoklatan, melengkung. Benang sari : 11-12; tak bertangkai.
-
Buah : buah kasar
berbentuk bulat memanjang hingga seperti buah pir, warna coklat, panjang 2-3,5
cm, berisi satu biji fertil,.hipokotil silindris, berbintil, bewarna hijau
jingga. Leher kotiledon bewarna merah jika sudah matang. Ukuran : hipokotil
panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.
-
Penyebaran
: sri lanka, seluruh
malaysia dan indonesia hingga australia tropis dan kepulauan pasifik.
-
Manfaat : kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan, kayu bakar dan arang.kulit kayu berisi hingga 30% tanin ( persen berat kering ) . cabang akar dapat di gunakan sedbagai jangkar dengan di berati batu. Dijawa acapkali di tanam di pinggiran tambak untuk melindungi pematang. Sering di gunakan sebagai tanaman penghijauan.
Gambar . akar rhizopora
apiculata
2.3.
Jaring
– Jaring Makanan Ekosistemmangrove Sungai Api-Api Dan Pantai Bukit Batu
Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis
2.3.1.
Rantai makanan
Rantai makanan
merupakan perpindahan energy makanan dari sumber tumbuhan melalui organisme
atau jenjang makanan. Rantai makanan memiliki dua tipe dasar, yaitu rantai
makanan yang berasal dari rumput-rumputan dan rantai makanan yang berasal dari
sisa ( detritus food chain) mikroorganisme.
Dalam Masterendi
blog ( 2012 ) para ahli ekologi membedakan rantai makanan menjadi beberapa
golongan.
1. Rantai
makanan pemangsa
Pada rantai pemangsa
yang menjadi landasan utamanya adalah tumbuhan
hijau sebagai prodosen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat
herbivora sebagai konsumen 1 dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa
herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora
maupun herbivora sebagai konsumen ke3
Berikut rantai makanan
pemangsa yang terdapat pada ekosistem mangrove:
Detritus hasil
penguraian tanaman mangrove
Udang Ikan
Burung Ular
2.
Rantai Parasit
Rantai parasit
merupakan rantai makanan yang dimulai dari organisme besar hingga organisme
yang hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit di ekosistem mangrove
antara lain cacing, bakteri, dan hama.
Contoh rantai parasit
di ekosisitem mangrove
Daun mangrove Hama
3.
Rantai saprofit
Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad
pengurai.Misalnya jamur dan bakteri.Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri
tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk jaring-jaring
makanan.
Contoh : ular cacing / bakteri
Pendapat lain menyatakan bahwa rantai makanan adalah
pengalihan energy dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederatan organisme
yang makan dan yang dimakan (Soemarno,2007).
Pada rantai makanan, tingkatan trofik yang umumnya
terjadi yaitu tingkat produsen primer konsumen 1 konsumen 2
Predator detritus (pengurai).namun dengan
kondisi dan situasi yang berbeda-beda dan dengan adanya keanekaragaman jenis
fauna, makan rantai makanan tidak selalu sesuai dengan tingkatan trofik diatas.
Misalnya, telah terjadi rantai makanan seperti ini :
1. Daun
jatuh
Disini telah terjadi
rantai makanan “produsen primer
pengurai “
2. Daun jatuh (mangrove)
udang-udangan ikan kecil burung bangau detritus
Disini telah terjadi rantai
makanan “produsen primer
konsumen 1 konsumen
2 predator pengurai”
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
Gambar . contoh
salah satu rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove di sungai
api-api
Selain rantai makanan di atas,
tentunya rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove sangat bervariasi.
Agar kita dapat lebih memahami berbagai rantai makanan yang terjadi pada
ekosistem mangrove, maka akan di jelaskan dengan bagan dibawah ini
Gambar .rantai makanan
yang terdapat pada ekosistem mangrove
di sungai api-api kecamatan bukit batu
di sungai api-api kecamatan bukit batu
Jika terjadi rantai makanan, maka
telah terjadi aliran energi didalamnya. Nutrient-nutrient, unsur hara baik
makro ( K, Mg , Ca, P,N ) dan mikro ( Fe , Cu , Mn ). Sebagaimana kita ketahui
bahwa aliran energi merupakan suatu siklus yang sejalan dengan adanya rantai
makanan, siklus ini bisa dikatakan senyawa-senyawa kimia yang mengalir dari
komponen abiotik ke biotik lalu kembali ke komponen abiotik.
|
|
|
|
Gambar. Rantai makanan di
Pantai Bukit Batu
Selain rantai makanan di atas,
tentunya rantai makanan yang terjadi pada ekosistem mangrove sangat bervariasi.
Agar kita dapat lebih memahami berbagai rantai makanan yang terjadi pada
ekosistem mangrove, maka akan di jelaskan dengan bagan dibawah ini
|
3.2.2. Jaring – jaring makanan
Dalam ekosistem, rantai makanan
jarang berlangsung dalam urutan linear, tetapi membentuk jaring-jaring makanan
( food web ). Jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan
dalam suatu ekosistem yang saling berhubungan dan menyatu. Pada uraian
sebelumnya tentang rantai makanan, dijelaskan
bahwa setiap organisme seakan-akan hanya memakan atau dimakan oleh satu
organisme lain saja. Hal yang sebenarnya terjadi adalah dalam suatu ekosistem
tidaklah demikian. Tiap organisme mungkin memakan atau dimakan lebih dari satu
organisme dalam satu rantai makanan yang sama atau makan dari rantai makanan
lain. Ini biasanya terjadi pada hewan karnivora taraf trofi tinggi.Dalam
ekosistem rantai.
Dalam admin 2012 menyatakan bahwa
jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan dalam suatu
ekosistem yang saling berhubungan dan menyatu.Selanjutnya menurut odum dalam Indrianto (2008),
jaring-jaring makanan merupakan gabungan dari berbagai rantai makanan. Semua
rantai makanan dalam suatu ekosistem tidak bediri sendiri, melainka saling berkaitan satu sama lain. Selain itu,
jaring-jaring makanan dalam suatu ekosistem dapat menggambarkan kesetabilan
ekosistem tersebut.
Jaring
– jaring makanan merupakan rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu
sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperti jaring-jaring makanan
terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan atau dimakan oleh
satu jenis makhluk hidup lainnya.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pada sebuah ekosistem terdapat banyak
komponen.Komponen-komponen ekosistem, antara lain produsen, konsumen, pengurai
dn komponen abiotik.
1)
Produsen
Semua
tumbuhan hiaju adalah produsen dalam sebuah ekosistm. Produsen artinya
penghasil, yaitu menghasilkan bahan-bahan organik bagi makhluk hidup lainnya.
2)
Konsumen
Konsumen
adalah pemakai bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Berikut ini
beberapa tingkatan konsumen menurut apa yang dimakan.
a.
Konsumen tingkat I adalah makhluk hidup yang memperoleh
energi langsung dari produsen.
b.
Konsumen tingkat II.konsumen tingkat II adalah makhluk
hidup yang memperoleh makanan dari konsumen tingkat I.
c.
Konsumen tingkat III.Konsume tingkat III adalah makhluk
hidup yang memperolrh makanan dari konsumen tingkat II.
d.
Pengurai
Pengurai
adalah makhluk hidup yang menguraikan kembali zat-zat yang semula terdapat
dalam tubuh hewan dan tumbuhan yang telah mti.pengurai membantu proses
penyuburan tanah.misalnya bakteri dan jamur.
e.
Komponen abiotik
Komponen
abiotik adalah tempat tumbuhan hijau(produsen) tumbuh.kesuburan lingkungan
abiotik ditentukan oleh kerja pengurai.
|
|
|
3.2.3 Piramida makanan
Piramida
makanan adalah suatu piramida yang menggambarkan perbandingan komposisi jumlah
biomassa dan energi dari produsen sampai konsumen puncak dalam suatu ekosistem.
Komposisi biomassa terbesar terdapat pada produsen yang menempati dasar
piramida. Demikian pula jumlah energi terbesar terdapat pada dasar piramida.
Komposisi biomassa dan energi ini semakin keatas semakin kecil karena selama
proses perpindahan energi terjadi penyusutan jumlah energi pada setiap tingkat
trofik.
Gambar. Piramida makanan di ekosistem mangrove Sungai Api-Api
|
2.4.
Pola
Interaksi Ekosistem Mangrove Di Sungai Api-Api dan
Pantai Bukit Batu Kecamatan Bukit
Batu Kabupaten Bengkalis.
Semua makhlik hidup selalu
bergantungan dengan makhluk hidup yang
lain. Tiap individu akan selalu berhubungan deengan individu lain yang sejenis
atau lain jenis, baik individu dalam satu
populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
2.4.1. Interaksi antar organisme
Dalam suatu
ekosistem maupun komunitas pasti akan
terjadinya interaksi antar organisme satu dengan organisme yang lain. Interaksi
itu terjadi ada yang bersifat menguntungkan,merugikan,bahkan tidak berpengaruh
sama sekali.
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antar organisme
dalam habitat yang sama. Bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua
belah pihak
Pada saat melakukan penelitian ini kami tidak
menemukan interaksi netral di kedua tempat penelitian.
b. Predasi
Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (
predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa pemangsa, predator tidak dapat
hidup.Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
·
Contoh predasi yang terjadi di sungai
api-api:
Udang ( mangsa) burung raja udang (pemangsa)
·
Contoh predasi yang terjadi di pantai bukit batu
Ikan
kecil ( mangsa)
ikan besar (predator)
c. Parasitisme
Parasitisme adalah hubungan antara organisme yang
berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan
mengambil makanan dari hosper/inangnya sehingga merugikan inangnya.
·
Contoh parasitisme pada ekosistem mangrove di sungai api-api:
Mangrove Rayap
·
pada ekosistem mangrove pantai bukit batu, tidak ditemui
hewan atau tumbuhan parasite pada
mangrove, tetapi hal yang menjadi penyebab
utama kerusakan mangrove adalah abrasi pantai.
d. Komensalisme
Komensalisme merupakan hubungan dan organisme yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersamaan untuk berbagi sumber makanan ;
salah satu spesies di untungkan dan yang satu lagi tidak diuntungkan maupun
dirugikan.
·
Contoh komensalisme pada ekosistem mangrove
di sungai api-api
Mangrove laba-laba
·
Pada saat pengamatan kami tidak
menemukan Contoh komensalisme pada ekosisitem mangrove di Pantai Bukit Batu.
e. Mutualisme
Mutualisme merupakan hubungan antara dua organisme
yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
·
Contoh mutualisme pada ekosistemn mangrove di sungai api-api:
Mangrove semut
·
Pada saat peraktikum kami tidak
menenmukan Contoh mutualisme pada ekosistemn
mangrove di Pantai Bukit Batu
2.4.2.
Interaksi
antar populasi
Antara
populasi yang satu dengan populasi yang lain salalu terjadi interaksi secara
langsung atau tidak langsung dalam komunitasnya. Contoh interaksi secara langsung atau tidak langsung
dalam komunitas maupun ekosistemnya. Berikut akan dijelaskan contoh dari
interaksi antar populasi.
a. Alelopati
Merupakan interaksi
antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi
tumbuhnya populasi lain.
b.
Kompetisi
Merupakan interaksi
antar populasi ,bila antar populasi terdapat kepentingan yang sama sehingga
terjadi persaingan antara mendapatkan apa yang diperlukan.
·
Contoh kompetisi antar populasi pada
ekosistem mangrove di sungai api-api
Kompetisi yang terjadi yaitu antara populasi burung
raja udang dan burung bangau yang akan memperebutkan ikan kecil. Tetapi perlu di ingat bahwa
kompetisi ini akan terjadi jika jumlah makanan tersebut yaitu ikan kecil
jumlahnya sedikit sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi antara burung
bangau dan burung raja udang.
·
Contoh kompetisi antar populasi pada
ekosistem mangrove di sungai api-api
Kompetisi yang terjadi yaitu antara populasi burung
ikan besar dan burung bangau yang akan
memperebutkan ikan kecil. Tetapi perlu
di ingat bahwa kompetisi ini akan terjadi jika jumlah makanan tersebut yaitu
ikan kecil jumlahnya sedikit sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi antara
burung bangau dan ikan besar yang ada di pantai tersebut.
c.
Interaksi
Antar Komunitas
Komunitas adalah
kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling
berinteraksi. Contoh interaksi antar komunitas, misalnya komunitas sawah dan
sungai. Komunitas sungai terdiri ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan
decomposer. Sedangkan di komunitas sawah terdiri dari berbagai macam organisme,
misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Antara komunitas sungai dan
sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrient dari air sungai ke
sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut.
Interaksi antar komunitas
cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energy
dan makanan. Interaksi antar komunitas dapat kita amati, misalnya pada daur
karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat.
2.5 Perubahan Ekosistem Mangrove JikaTerjadi
Gangguan
Perubahan yang
terjadi pada wilayah pesisir dan laut tidak hanya sekedar gejala alam semata,
tetapi kondisi ini sangat besar dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang ada
disekitarnya.Wilayah pesisir merupakan wilayah pintu gerbang bagi berbagai
dampak dari aktivitas tersebut. Dengan kata lain wilayah pesisir merupakan
wilayah yang pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan
dengan wilayah lain. Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti
pembangunan pemukiman dan aktivitas.
Perdagangan
karena wilayah pesisir paling rentan terhadap perubahan baik secara alami atau
fisik sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan, salah satunya adalah
ekosistem mangrove (Huda, 2008). Ekosistem mangrove dikenal sebagai hutan yang
mampu hidup beradaptasi pada lingkungan pesisir yang sangat ekstrim, tapi
keberadaannnya rentan terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan
tersebut disebabkan adanya tekanan ekologis yang berasal dari alam dan manusia.
Bentuk tekanan ekologis yang berasal dari manusia umumnya berkaitan dengan
pemanfaatan mangrove seperti konversilahan menjadi pemukiman, pertambakan,
pariwisata, pencemaran, dan penebangan hutan secara besar-besaran (Pratiwi
2009).
Kawasan mangrove
merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai penghubung antara lautan dan
daratan. Kawasan ini perlu dilindungi, karena memiliki banyak fungsi dan
manfaat bagi manusia. Kawasan mangrove juga layak untuk diperhatikan dan
diprioritas kan sebagai devisa bagimasyarakat dan Universitas Sumatera Utara
negara, karena fungsi hutan mangrove dapat mensejahterakan masyarakat bukan
hanya di pesisir pantai namun juga di daerah daratan (Arief, 2001).
Penurunan luas
hutan mangrove terjadi secara terus menerus sepanjang tahun. Kerusakan mangrove
dapat terjadi secara alamiah atau melalui tekanan masyarakat. Secara alami
umumnya kadar kerusakannya jauh lebih kecil dar pada kerusakan akibat ulah
manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya topan badai
atau iklim kering berkepanjangan.
Banyak kegiatan
manusia di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat perubahan
karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat mangrove sehingga tempatter
sebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di
hutan mangrove (Irwanto, 2008).
Penurunan luas
kawasan hutan mangrove yang terjadi saat ini adalah akibat banyaknya gangguan
pada hutan mangrove seperti penebangan, alih fungsi mangrove menjadi
tambakikan, pemukiman dan lahan pertanian. Mengingat fungsi mangrove secara
ekologis dan ekonomis sehingga perlu adanya pengkajian usaha-usaha yang
memanfaatkan keberadaan mangrove dengan tidak merusak ekosistem mangrove tetapi
justru member manfaat dalam pelestarian mangrove itu sendiri. Salah satu usaha
yang memanfaatkan keberadaan mangrove adalah pembibitan mangrove yang bersifat
mutualisme terhadap keberadaan mangrove itu sendiri.
Data Kementerian
Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Jenderal
Rehabilitasi lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas
potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840.32 ha dengan luasan yang
berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan
kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan data tahun 2006 pada 15 provinsi
yang bersumber dari BPDAS, Ditjen RLPS, Dephut luas hutan mangrove mencapai
4.390.756,46 ha.
Apapun bentuk
datanya, yang jelas hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi
lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak,
areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus
berkurang. Selain itu pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab
sebagai bahan bangunan, kayu bakar dan juga arang memberi kontribusi yang tidak
sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove.
2.6 Upaya Pelestarian Hutan Mangrove
Upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara
lain:
1.
Penanaman
kembali mangrove
a.
Penanaman
mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat
dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan hutan
mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada
masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi
peningkatan pendapatan masyarakat.
b.
Pengaturan
kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai
dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata
pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
2.
Peningkatan
motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove
secara bertanggungjawab.
3.
Ijin usaha dan
lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
4.
Peningkatan
pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
5.
Peningkatan
pendapatan masyarakat pesisir
6.
Program
komunikasi konservasi hutan mangrove
7.
Penegakan hukum
8.
Perbaikkan
ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam
memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting
dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep
lokal (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu
ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.
Dalam kerangka
pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove, terdapat dua konsep utama yang
dapat diterapkan. Kedua konsep ini pada dasarnya memberikan legitimasi
dan pengertian kepada masyarakat bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan
dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua konsep tersebut adalah
perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.
Konsep
yang pertama yaitu perlindungan hutan mangrove dengan menunjuk suatu
kawasan hutan mangrove menjadi kawasan hutan konservasi, dan sebagai suatu
bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Upaya
legitimasi kawasan hutan mangrove sebagai areal yang dilindungi dikuatkan dengan
Surat Keputusan bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan Nomor
KB.550/264/Kpts/4/1984 dan Nomor 082/Kpts-II/1984, tanggal 30 April 1984,
dimana diantaranya disebutkan bahwa lebar sabuk hijau hutan mangrove adalah 200
m. Surat Keputusan Bersama dengan tujuan memberikan legitimasi terhadap
perlindungan hutan juga dibuat untuk menyelaraskan peraturan mengenai areal
perlindungan hutan mangrove diantara instansi-instansi terkait.
Surat
Keputusan bersama ini selanjutnya dijabarkan oleh Departemen Kehutanan dengan
mengeluarkaan Surat Edaran Nomor 507/IV-BPHH/1990 yang diantaranya berisi
penentuan lebar sabuk hijau selebar 200 m dari pantai dan 50 m di sepanjang
tepi sungai.
Penentuan
lebar sabuk hijau ini dikuatkan dengan Surat Keputusan Presiden No.32 tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ditetapkan bahwa
perlindungan sepadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi pantai, dimana kriteria sepadan
pantai yang dimaksud adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi pantaai, minimal 100 meter dari titik pasang
tertinggi ke arah darat.
Di
tambah dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan khususnya Pasal 3, asas
dan tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan dengan: Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang
meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai
manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari;
Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; Meningkatkan kemampuan untuk
mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif,
berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan
Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian hutan mangrove, ada dua
konsep utama yang dapat diterapkan, yaitu konsep Perlindungan dan Rehabilitasi.
1. Perlindungan
Salah satu
cara yang sangat efektif dalam pelestarian hutan mangrove adalah dengan cara menentukan suatu
kawasan/daerah hutan mangrove menjadi daerah yang dilindungi, baik yang
diputuskan secara adat maupun yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Rehabilitasi
Cara atau kegiatan lain adalah dengan cara
menghutankan kembali / menanam kembali areal atau lokasi yang telah dibuka atau
ditebang. Hal ini bertujuan untuk
mengembalikan fungsi dari hutan mangrove itu sendiri nantinya.
Dan contoh dari kegiatan rehabilitasi hutan
mangrove yang berhasil adalah seperti yang dilakukan oleh Bapak Sakdullah dari
Pulau Bengkalis, Riau pada tahun 2000.
Yaitu dengan keberhasilannya merehabilitasi hutan mangrove di belakang
rumahnya sepanjang kira-kira 2 km dan lebar 400 m, dimana dengan usahanya
akhirnya beliau menerima hadiah Kalpataru dari pemerintah dan kemudian diundang
untuk menularkan ilmunya sampai ke Jepang.
2.6.1 Faktor kendala dalam pelestarian Hutan
Mangrove
Dalam rangka
pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove, dibutuhkan peran serta semua pihak
yang terkait, apakah itu dinas pemerintah, lembaga perguruan tinggi, masyarakat
local, LSM, pencinta alam dan lain-lain.
Namun yang perlu diperhatikan adalah keberpihakan berbagai pihak
tersebut kepada masyarakat yang selama ini terpinggirkan dalam menentukan
kebijakan terhadap hutan mangrove tersebut.
Padahal dalam realitanya, masyarakat lah yang lebih dahulu terkena
dampak langsung dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan hutan
mangrove. Untuk itu perlu kiranya
menjadikan masyarakat sebagai penggerak utama atau berpartisipasi aktif dalam
hal pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove.
Namun itu bukan hal yang mudah dilakukan, karena sebelumnya harus
ditanamkan terlebih dahulu kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan
mangrove yang ada di sekitar mereka.
Umumnya
masyarakat selama ini tidak melakukan kegiatan rehabilitasi atau penanaman
mangrove adalah karena :
a. Tidak mengetahui cara menanam
b. Lokasi yang jauh
c. Tidak mempunyai bibit
d. Beranggapan akan tumbuh sendiri, dan
lain-lain.
Yang perlu
dilakukan adalah bagaimana merubah perilaku manusia dalam rangka pelestarian
dan pengelolaan hutan mangrove itu sendiri.
Perilaku manusia yang negative dalam kehidupan sehari-hari akan sangat
berpengaruh terhadap kelestarian dari sumberdaya alam yang ada di
sekitarnya. Jadi sekarang yang perlu
ditumbuh kembangkan adalah bagaimana membentuk perilaku masyarakat menjadi
positif dan akrab dengan lingkungannya serta aktif menjaga nilai kelestarian
alam tersebut.
Dan kenyataannya
sekarang adalah bagaimana menggabungkan antara kelestarian hutan mangrove
tersebut dengan kondisi social ekonomi masyarakat. Jadi setiap yang diambil dalam pelestarian
dan pengelolaan hutan mangrove, maka diharapkan agar juga dapat mengatasi atau
menyentuh terhadap masalah sosial ekonomi masyarakat yang ada.
2.6.2 Alternatif upaya pelestarian Hutan Mangrove
Untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini
dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.
Pendekatan Non Teknis
Dalam
melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi
penggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH),
dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama
dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan di laksanakannya.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan
organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari kelompok tani
hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai wadah penyediaan
sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk mempermudah
pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani
Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari
Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
1)
Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan
masing-masing.
2)
Ikut menerbitkan
pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove
3)
Gotong royong memperbaiki
saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air laut dan aliran
sungai.
4)
Secara rutin
mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya
cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
5)
Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam,
pelayanan saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan.
Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap anggota KTH.
DAFTAR
PUSTAKA
Noor, Y.R., M.
Khazali, dan N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional Indonesia Programe.
Bogor. Dalam Bahan Ajar Ekologi Tumbuhan. Dr. H. Elfis, M.Si. Laboratorium
Ekologi UIR: Pekanbaru.
Furkon. 2010. Ekosistem Hutan Mangrove di pantai
Karangsong Indramayu, Jawa Barat. Available at: http://furkonabel’s.wordpress.com/.
Diakses pada: 17 Mei 2014.
Surianta. 2010. Ekosistem Mangrove. Available at: http://hendrasurianta.wordpress.com/.
Diakses pada: 17 Mei 2014.
Admin. 2010. Persebaran Mangrove. Available at: http://www.irwantoshut.com.
Diakses pada: 17 Mei 2014
Ghufrona. 2011. Penyebaran Jenis-jenis Mangrove. Available
at: http://ghinaghufrona.blogspot.com/.
Diakses pada: 17 Mei 2014.
Mulyadi, E.,
Laksmono, R., dan Aprianti, D. 2009. Fungsi
Mangrove Sebagai Pengendali Pencemaran Logam Berat. Jawa Timur. Dalam
Jurnal tekhik Lingkungan vol. 1 Edisi Khusus.
Irawan, Budi.
2005. Kondisi Vegetasi Mangrove di Luwak
Banggai Sulawesi Tengah. Dalam Jurnal Biologi FMIPA UNPAD. Disampaikan pada
Seminar Nasional Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia FMIPA UPI.
Rochana, Erna.
2013. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. Available at: www.irwantoshut.com.
Diakses pada: 17 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar