Senin, 19 Mei 2014

laporan ekosistem mangrove

DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Konsep Ekosistem Mangrove....................................................................... 1
1.1.1        Definisi Mangrove..................................................................................... 1
1.1.2        Distribusi Hutan Mangrove....................................................................... 4
1.1.3        Ciri-ciri Hutan Mangrove.......................................................................... 5
1.1.4        Fungsi Mangrove....................................................................................... 8
1.2  Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove........................... 9
1.2.1        Faktor Edaphis Ekosistem Mangrove....................................................... 9
1.2.2        Faktor Klimatologis Ekosistem Mangrove................................................ 21
1.3  Jaring-Jaring Makanan Ekosistem Mangrove........................................... 28
1.3.1        Rantai Makanan........................................................................................ 28
1.3.2        Jaring-Jaring makanan............................................................................... 31
1.3.3        Hubungan Saling Bergantung antara Berbagai Komponen...................... 32
1.4  Aliran Energi dan Siklus Materi.................................................................. 34
1.4.1        Aliran Energi............................................................................................. 34
1.4.2        Siklus Biogeokimia.................................................................................... 36
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Mangrove Sungai Api-Api            39
2.2 Keanekaragaman Hayati Ekosistem Mangrove Sungai Api-Api.............. 42
2.2.1 .... Keanekaragaman Flora............................................................................ 42
2.2.2 .... Keanekaragaman Fauna........................................................................... 48
2.3 Jaring-Jaring Makanan Ekosistem Mangrove Sungai Api-api................. 71
2.4 Interaksi Antar Tumbuhan Ekosistem Mangrove Sungai Api-api........... 79
2.4.1 .... Interaksi Antar Individu.......................................................................... 79
2.4.2..... Interaksi Antar Populasi.......................................................................... 81
2.4.3 .... Interaksi Antar Komunitas...................................................................... 82
2.5 Perubahan Ekosistem Mangrove Jika Terjadi Gangguan........................ 82
2.6 Upaya Pelestarian Hutan Mangrove........................................................... 84
2.6.1 .... Faktor Kendala dalam Pelestarian Hutan Mangrove............................... 87
2.6.2 .... Alternatif Upaya Pelestarian Hutan Mangrove....................................... 88
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 90
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Konsep Ekosistem Mangrove
1.1.1        Definisi Mangrove
Pada mulanya. hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut Mac Nae (1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut. Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau secarateratur  tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen,2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supri haryono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampak nya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak  yangkhas dan mampu tumbuh dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies  mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan  IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan petana.
Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang). 
Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora. 
Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1.    Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.    Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
3.    Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
4.    Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.

1.1.2        Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8 juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75 % berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji (1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk komunitas mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi  tiram dan aliran air yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat (trace) membentuk koloid partikel, sehingga  sering menciptakan Mangrove melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel halus ketika pasang surut.  Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi objek program konservasi.


1.1.3        Ciri-Ciri Hutan Mangrove
  Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda  (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana, 2002).
    Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada beberapa ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain: Jenis pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab berbentuk layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau Rhizphora Spp. Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical layak nya pensil di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan pada kulit pohon.
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·         Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit; 
·         Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·         Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,  khususnya pada Rhizophora yang lebih di kenal sebagai propagul.
·         Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. 
            Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·         Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya    tergenang pada saat pasang pertama;
·         Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
·         Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem Mangrove
Berbicara mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih 89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.      Flora hutan mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas. Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan mangrove dan  mampu mengontrol kadar garam. Contoh flora yang masukke   kelompok ini adalah Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia, SonneratiadanNypa.
2.      Flora mangrove minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah tegakan yang murni, dengan demikian  secara morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia, Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh  tanaman yang satu ini adalah Calamus, Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.      Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.

1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan ekosistem mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang nyata terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik Hutan Mangrove
Ø  Sebagai penjaga garis pantai juga tebing sungai agar terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø  Memacu percepatan perluasan lahan.
Ø  Mengendalikan intrusi dari air laut.
Ø  Berperan sebagai pelindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh buruk hempasan gelombang juga angin yang kencang.
Ø  Sebagai kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø  Sebagai pusat pengolahan limbah organik.

Fungsi Ekonomis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan bangunan bagi manusia.
Ø  Sebagai penghasil beberapa unsure penting seperti obat-obatan, minuman, makanan, tannin juga madu.
Ø  Sebagai lahan untuk produksi pangan.

Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2.      Sebagai penyerap karbondioksida.
3.      Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan.
Fungsi Biologis Hutan Mangrove
Ø  Sebagai tempat untuk mencari makanan, tempat memijah, tempat untuk berkembang-biak berbagai organisme seperti ikan, udang dan lain-lain.
Ø  Sebagai salah satu sumber plasma nutfah

Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2.      Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian.

Begitu pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.

1.2 Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove
1.2.1 Faktor edaphis ekosistem mangrove
            Menurut  Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia mineral  dan bahan organik, biasanya tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik tanah  
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat sebagai berikut:
·      Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
·      Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
·      Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
·      Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.


Edafis adalah  hutan yang dalam pembentukannya sangat di pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di uraikan sebagai berikut :
Tekstur Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay) < 2 µm (Hanafiah, 2010).


Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .

Salinitas
Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana (2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air. Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.

IMG_0072.JPG








Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis


Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik .









DSC07565.JPG







Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
DSC07515.JPG









Gambar: jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis.

Menurut Khenmark et al. (1987) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1.      Golongan I, tanah tidak matang (unripped soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya horison A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah tanah dari horison C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya tanah berwarna gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau. Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II, tanah matang (repening soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah, kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur tanahnya liat.
            Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal dan Kusmana (2004), sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap pertumbuhan di dalam hutan mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah berbeda pada zona tumbuhan yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah di luar daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi ion tanah yang bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya yang mengandung liat dan debu pada konsentrasi yang lebih rendah.Tanah dengan konsentrasi kation Na > Mg > Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia spp.Tanah dengan susunan konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa fruticans).Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.
Menurut Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi dalam dua kategori umum, yaitu ;
1. Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar.
2. Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.    Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut, gelombang, dan aliran sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan detritus organik.Hara inorganik penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu cukup). Sumber hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air yang dimaksud di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan tanah atau air yang terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah. Salinitas air di sela-sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar pada air yang menggenang di atas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00). Salinitas air laut bebas adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
Nilai salinitas sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies yang akan ditanam, karena nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun) tergantung perubahan musim, pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove, terutama distribusi horizontal. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat konsentrasi garam di tanah hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove harus beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus, Laguncularia dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah.Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.


1.    Faktor fisik-kimia
Faktor fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh pengendapan dan penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur, sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan terjadinya :
 • Tinggi relatif permukaan tanah terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah (pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan sebagainya.











KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri Tanah
Tingkatan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat  Tinggi
C-organik (%)
< 1,00
1,00-2,00
2,01 - 3,00
3,01 – 5,00
> 5,00
N-total (%)
a.      Mineral
b.      Gambut

< 0,10

0,10-0,20
< 0,80

0,21 - 0,50
0,80 – 2,50

0,51 – 0,75
> 2,50

> 0,75
Rasio C/N
< 5
5 – 10
11 – 15
16 – 25
> 25
P2O5 Bray 1 (ppm)
< 10
10 –15
16 – 25
26 – 35
> 35
K (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,20
0,30 – 0,50
0,60 – 1,00
> 1,00
Na (me/100 g)
< 0,10
0,10-0,30
0,40 – 0,70
0,80 – 1,00
> 1,00
Mg (me/100 g)
< 0,40
0,40-1,00
1,10 – 2,00
2,10 – 8,00
> 8,0
Ca (me/100 g)
< 2
2 – 5
6 – 10
11 – 20
> 20
KTK (me/100 g)
< 5
5 – 16
17 – 24
25 – 40
> 40
Kejenuhan Basa (%)
< 20
20 –35
36 – 50
51 – 70
> 70
Kadar Abu (%)

< 5
5 – 10
> 10


Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
pH (H2O)
a. Mineral

< 4,5

4,5 – 5,5

5,6 – 6,5

6,6-7,5

7,6 -8,5

> 8,5

Sangat masam
Sedang
Tinggi
pH (H2O)
b. Gambut

< 4,0

4 – 5

> 5

Kisaran Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis Agregat Kimia Tanah
Hutan Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu  Kabupaten Begkalis

Sifat Kimia Tanah
Kedalaman Lapisan Contoh (cm)
0 – 30
30 – 60
Nilai
Peringkat
Nilai
Peringkat
pH (H2O)
6,0 – 7,1
S
6,4 – 7,2
S
C-organik (%)
4,47–5,41
ST
4,48 –5,57
ST
N-total (%)
0,78 – 1,45
SR - S
0,47 – 0,84
SR – S
P2O5 Bray 1 (ppm)
14,7 – 14,7
R
14,0 – 17,7
R
Ca (me/100 g)
4,01 – 8,41
R – S
1,37 – 3,69
SR – R
Mg (me/100 g)
1,14 – 1,66
S
0,91 – 1,61
R – S
K (me/100 g)
0,50 – 1,77
S – ST
0,77 – 0,75
S – T
Na (me/100 g)
0,98 – 5,75
T – ST
0,97 – 1,75
T – ST
Total Basa (me/100g)
8,24 – 10,18
S
6,03 – 6,24
S
KTK (me/100 g)
68,6 – 161,6
ST
67,6 – 177,7
ST
Kejenuhan Basa (%)
7,8 – 17,8
SR
3,9 – 7,7
SR
Kadar Abu (%)
24,06 – 61,81
ST
21,66 – 56,77
ST
Kadar Air Lapang (%)
181,6-646,6
S
177,6 – 667,7
S
Kadar Air Tanah (%)
148,6-446,9
S
79,7 – 707,7
S

Keterangan :
SM = Sangat masam              T = Tinggi                       R = Rendah
ST = Sangat tinggi                  S = Sedang                   SR = Sangat  rendah

Catatan : Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah  Fakultas Pertanian Universitas Riau

2.    Faktor biotik
Faktor biotik seperti produksi dan perombakan bahan-bahan organik.Misalnya pembentukan nutrien mangrove, (nutrient organik dan nutrien inorganik).Detritus organik adalah nutrient organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa tahap degradasi microbial. Detritus organik berasal dari authocthonous (phytoplankton, bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) allothocthonous (partikulat dari air aliran sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai laut)atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.


1.2.2        Faktor klimatologis ekosistem mangrove

Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing  berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik.
Iklim bisa diartikan sebagai kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang.Studi tentang cuaca dipelajari dalam meteorologi sedangkan ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah klimatologi.Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi.Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis.Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang menengah dan lintang tinggi.
                 
Iklim yang di kenal di Indonesia ada tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut.
1. Iklim Musim (iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh angina musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali.
Angin musim di Indonesia terdiri atas :
  1. Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim penghujan
  2. Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
2. Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa.Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas).Keadaan cuaca di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika (panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika.

3. Iklim Laut.
Negara Indonesia adalah negara kepulauan.Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau samudra.Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut.Sifat iklim ini lembab dan banyak mendatangkan hujan.




1.2.2.1Parameter Klimatologis Lingkungan Hidup Mangrove
·       Iklim
         Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.  
·       Cahaya                                                  
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan.Umumnya tumbuhan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove.Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 - 3800 kkal/m2/hari.Pada saat masih kecil (semai) tumbuhan mangrove memerlukan naungan.
Hasil penelitian komar (1992) menunjukan bahwa :
a. Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan R.apiculata.
b. Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.
c. Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata, R.apiculata.
           Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun.Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap ( standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det.Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan dalam halpengangkutan buangan. Pada daerah yang arusnya cepat,sedimen pada padang lamunterdiri dari lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen.
·         Curah hujan
Jumlah, lama, dan distibusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur perkembangan dan distribusi tumbuhan.Selain itu, curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove.
 berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson - 1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%. Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove umumnya tumbuh baik di daerah dengan curuh hujan rata-rata 1500 - 3000 mm/tahun.Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu 4000 mm/th yang tersebar lebih dari satu periode.
·         Suhu udara
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5ºC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu musiman mencapai 10ºC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana (1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3 ºC sampai dengan 28,7 ºC. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan beberapa spesies tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 18 - 20 ºC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria agallocha dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada suhu 26-28 ºC, suhu optimum Bruguiera spp. 27 ºC, Xylocarpus spp. berkisar antara 21-26 ºC dan X. granatum 28 ºC.

·  Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada di antara daratan dan lautan
·  Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal.
Pada areal yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang mirip pada distribusi spesies, struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem mangrove.Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang campuran.
Rentang pasang surut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi, khususnya sistem akar dari mangrove.Di daerah mangrove dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari Rhizophora spp. tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar yang lebih rendah.Aegialites rotundifolia dan Sonneratia spp. menunjukkan perilaku yang perakaran yang mirip.Pneumatoforanya yang besar (kuat dan panjang) sangat baik di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang lebih luas dan lebih kecil untuk daerah dengan rentang pasang yang sempit.

·         Gelombang dan arus
Gelombang pantai yang sebagian besar dipengaruhi angina merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen.Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang. Keberadaan tegakan mangrove di pesisir pantai dapat melindungi kerusakan pantai akibat energi gelombang dan arus berupa abrasi dan tsunami.

DATA KLIMATOLOGIS UNTUK EKOSISTEM MANGROVE
PENGUKURAN IKLIM PERIODE APRIL-DESEMBER 2013
JANUARI –MARET 2014
(Berdasaran rekapitulasi data klimatologis sekunder dari Stasiun Mini Meteorologi
Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis)


A. Rata-rata intensitas radiasi matahari (Watt/m2)

No
Bulan
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
103,9522
103,3915
103,3522
102,0316
103,6935
103,0290
103,0290
2.
Mei
142,0522
142,6222
142,2296
102,2292
142,2322
142,0220
142,0220
3.
Juni
110,2032
163,0222
110,3122
103,2251
103,9223
102,9321
102,9321
4.
Juli
103,9621
1036621
103,5321
132,2226
102,2225
103,2223
103,2223
5.
Agustus
102,9660
103,9922
103,0150
102,1052
103,3105
103,0222
103,0222
6.
September
102,2252
102,2322
103,6623
100,5391
103,2222
102,6622
102,6622
7.
Oktober
102,2662
102,9921
103,0222
102,6225
102,9920
103,6692
103,6692
8.
November
102,6666
102,2251
103,6692
103,9210
103,6623
103,9635
103,9635
9.
Desember
102,9660
103,9922
103,0150
102,1052
103,3105
103,0222
103,0222
10.
Januari
102,2252
102,2322
103,6623
100,5391
103,2222
102,6622
102,6622
11.
Februari
102,2662
102,9921
103,0222
102,6225
102,9920
103,6692
103,6692
12.
Maret
102,6666
102,2251
103,6692
103,9210
1036623
103,9635
103,9635

B. Rata-rata suhu udara (oC)
No.
Bulan
Suhu udara harian (oC)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
26,1
26,0
26,0
26,5
26,2
26,1
26,1
2.
Mei
28,1
26,1
26,5
29,1
29,1
26,2
26,2
3.
Juni
26,1
26,4
29,0
28,0
28,1
29,1
29,1
4.
Juli
26,4
26,2
29,2
28,5
28,4
28,1
29,1
5.
Agustus
26,5
29,1
26,2
28,0
28,1
29,1
26,1
6.
September
28,1
26,1
26,1
28,4
29,2
29,1
26,0
7.
Oktober
28,4
26,1
26,1
28,1
29,1
29,1
26,1
8.
November
28,1
26,1
26,4
29,0
29,1
26,5
26,2
9.
Desember
26,5
29,1
26,2
28,0
28,1
29,1
26,1
10.
Januari
28,1
26,1
26,1
28,4
29,2
29,1
26,0
11.
Februari
28,4
26,1
26,1
28,1
29,1
29,1
26,1
12.
Maret
28,1
26,1
26,4
29,0
29,1
26,5
26,2



C. Rata-rata kelembaban udara (%)

No.
Bulan
Kelembaban udara harian (%)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
77
74
74
74
77
75
75
2.
Mei
75
71
74
73
74
74
74
3.
Juni
79
77
75
74
74
75
74
4.
Juli
72
74
75
71
71
74
74
5.
Agustus
77
74
73
75
77
74
75
6.
September
73
72
75
75
75
77
74
7.
Oktober
74
72
75
74
74
77
79
8.
November
75
74
72
79
77
77
79
9.
Desember
72
74
75
71
71
74
74
10.
Januari
77
74
73
75
77
74
75
11.
Februari
73
72
75
75
75
77
74
12.
Maret
74
72
75
74
74
77
79





1.3 Jaring – Jaring Makanan Ekosistem Mangrove
1.3.1.  Rantai makanan
Rantai makanan merupakan pengalihan energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui sederertan organisme yang makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan, sehingga terjadi perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu bentuk ke bentuk yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber energi berasal dari matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu, tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga, sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk dalam anggota iingkat trofik keempat.
Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna yang hidup di hutan mangrove adalah serangga, crustaceae, Mollusca, ikan, burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di beberapa daerah sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca, crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan lainnya tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya. Bakteri dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata, kemudian  protozoa dan avertrtebrata akan dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat tinggi, Juwana (1999).
fungi dan bakteri yang tadinya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut tinggal beberapa jenis bakteri dan fungi.
Menurut Hernandhi hidayat (2010) mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem mangrove terdiri atas 2 jenis yaitu :
1.      Rantai Makanan Langsung
Pada rantai makanan langsung yang bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah ikan-ikan kecil dan udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk konsumen tingkat 2 adalah organisme  karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
http://hernandhyhidayat.files.wordpress.com/2010/03/rantai-makanan-langsung.jpg
                 
 Diagram rantai makanan langsung

2.      Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus.
Pada rantai makanan tidak langsung atau rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai oleh detrivor / pengurai. Detritus  yang mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria, alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu, baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat 4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.


Diagram rantai makanan tidak langsung

1.3.2. jaring- jaring makanan
            Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 4-2.

Jaring jaring makanan ekosistem mangrove

1.3.3 Hubungan Saling Ketergantungan Antara Komponen.
Ekosistem tersusun dari beberapa komponen.Antara komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang berupa makan dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung pada lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen abiotik yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang lainnya.Dalam ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis makhluk yang dapat sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai, tanahnya berlumpur dan hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan kandungan oksigen dalam tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau merupakan salah satu tumbuhan yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur akar dan cara berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah pegunungan hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang hidup di dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah. Rongga-rongga tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa lebih sejuk dibandingkan dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar dapat mempengaruhi suhu suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen biotik dan abiotik itu saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi antara:
Ø  Komponen biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o   Saling ketergantungan antara mahkluk hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o   Hewan jantan dengan hewan betina untuk dapat berkembangbiak.
o   Semut yang satu dengan semut lain saat membawa makanan.
o   Saling ketergantungan antara mahluk hidup yang tak sejenis.
o   Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk melakukan penyerbukan.
o   Ulat membutuhkan tumbuhan untuk makanannya.

Ø  Komponen biotik dengan abiotik, seperti:
o   Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2, dan sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o   Semua mahluk hidup membutuhkan O2 untuk bernafas.

1.4. Aliran Energy dan Siklus Material .
1.4.1 Aliran Energi
Energi dari sinar matahari merupakan tenaga penegndali dari semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya.Energi beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka secara formal memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba[1], aliran energi juga dapat diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi energi.
http://hernandhyhidayat.files.wordpress.com/2010/03/aliran-materi.jpg
Aliran nenrgi ekosistem mangrove
Materi anorganik yang masuk ke lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon organik,  Nitrogen,  dan  Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.

Proses Aliran Energi dalam Ekosistem
            Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1)  Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
2)   Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan.Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
3)     Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
4)     Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5)     Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.

1.4.2 siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus organikanorganik adalah siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksireaksi kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove dapat digambarkan dari siklus biogeokimia yang meliputi:
1.    Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang dihasilkan akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi oleh mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan dari penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan akan kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2.    Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti siklus karbon melalui proses fotosintesis dan respirasi.
3.    Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem mangrove hanya sedikit terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme mati oleh bakteri – bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
4.    Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen, fosfor organik berawal dari organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan tanah, mengendap di sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian akan diserap oleh akar tanaman mangrove.

5.    Siklus Air
Siklus air melibatkan proses evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada. Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke atmosfer dan berkondensasi membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di daratan, air ini kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi (Indriyanto,2006).