DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konsep Ekosistem
Mangrove....................................................................... 1
1.1.1
Definisi
Mangrove..................................................................................... 1
1.1.2
Distribusi Hutan
Mangrove....................................................................... 4
1.1.3
Ciri-ciri Hutan
Mangrove.......................................................................... 5
1.1.4
Fungsi Mangrove....................................................................................... 8
1.2 Faktor Edaphis dan
Klimatologis Ekosistem Mangrove........................... 9
1.2.1
Faktor Edaphis
Ekosistem Mangrove....................................................... 9
1.2.2
Faktor Klimatologis
Ekosistem Mangrove................................................ 21
1.3 Jaring-Jaring
Makanan Ekosistem Mangrove........................................... 28
1.3.1
Rantai Makanan........................................................................................ 28
1.3.2
Jaring-Jaring
makanan............................................................................... 31
1.3.3
Hubungan Saling
Bergantung antara Berbagai Komponen...................... 32
1.4 Aliran Energi
dan Siklus Materi.................................................................. 34
1.4.1
Aliran Energi............................................................................................. 34
1.4.2
Siklus Biogeokimia.................................................................................... 36
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem
Mangrove Sungai Api-Api 39
2.2 Keanekaragaman Hayati Ekosistem Mangrove Sungai
Api-Api.............. 42
2.2.1 .... Keanekaragaman Flora............................................................................ 42
2.2.2 .... Keanekaragaman Fauna........................................................................... 48
2.3 Jaring-Jaring Makanan Ekosistem Mangrove Sungai
Api-api................. 71
2.4 Interaksi Antar Tumbuhan Ekosistem Mangrove
Sungai Api-api........... 79
2.4.1 .... Interaksi Antar Individu.......................................................................... 79
2.4.2..... Interaksi Antar Populasi.......................................................................... 81
2.4.3 .... Interaksi Antar Komunitas...................................................................... 82
2.5 Perubahan Ekosistem Mangrove Jika Terjadi
Gangguan........................ 82
2.6 Upaya Pelestarian Hutan Mangrove........................................................... 84
2.6.1 .... Faktor Kendala dalam Pelestarian
Hutan Mangrove............................... 87
2.6.2 .... Alternatif Upaya Pelestarian Hutan
Mangrove....................................... 88
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 90
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Konsep
Ekosistem Mangrove
1.1.1
Definisi Mangrove
Pada mulanya.
hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kalangan ahli lingkungan,
terutama lingkungan laut. Mula-mula, kawasan hutan mangrove dikenal dengan
istilah Vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah payau” karena sifat
habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka
kawasan mangrove juga disebut sebagai hutan bakau. Kata mangrove merupakan
kombinasi antara kata mangue (bahasa Portugis) yang berarti tumbuhan dan grove
(bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil.
Menurut Mac Nae
(1968), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau
semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas
air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove
digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang
mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh di antara garis pasang surut.
Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang” (Steenis, 1978).
Berdasarkan SK
Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj./1/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan
yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang
surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu
surut.
Hutan mangrove
adalah hutan yang terdapat di daerahpantai yang selaluatau secarateratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh
pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai
adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan
kelerengan kurang dari 8% (DepartemenKehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken
(1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang
tergolong kedalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga
:Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,Lummitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen,2000).
Kata mangrove
mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu Komunitas atau masyarakat
tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air
laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae,1968 dalam Supri haryono, 2000).
Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan
dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove
oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun
menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampak nya kurang
tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada
di mangrove.
Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang
mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya
dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah
pesisir,terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon
atau semak yangkhas dan mampu tumbuh
dalam perairan asin / payau (Santoso, 2000).Dalam suatu paparan mangrove di
suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger, 1987 dalamI
dawaty, 1999). Formasi hutanmangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kekeringan, energy gelombang,kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik (Jenning and Bird, 1967dalamIdawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa
komposisispesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor
cuaca, bentuklahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air
tawar, dan petana.
Hutan
mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau
oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut
hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air
payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon
yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika
dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam
campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga
(rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).
Wilayah
mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993).
Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan
Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan
membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting
sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan
biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan
sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya
sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan.
Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan
bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan
dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).
Secara
umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi
yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan.
Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora
sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora.
Secara
lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan
keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal
tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :
1.
Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau
semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
2.
Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang
tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat
mangrove saja
3.
Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan
habitat mangrove
4.
Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang
berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.
Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi.
1.1.2
Distribusi Hutan Mangrove
Mangrove terdistribusi dengan baik
di daerah pantai tropis yaitu antara 32° LU hingga 38° LS meliputi wilayah Afrika,
Asia, Australia, dan Amerika. Pada daerah subtropis mangrove sebenarnya juga
masih dapat dijumpai namun menurun kelimpahan jenisnya seiring dengan
bertambahnya derajat lintang (Tomlinson, 1994; Hogarth, 2007).
Indonesia adalah negara yang
mempunyai ekosistem hutan mangrove terluas di dunia dengan luas sekitar 3,8
juta ha, diikuti Brazil, Australia, Nigeria dan Mexico. Indonesia memiliki
sekitar 40 % dari total hutan mangrove di dunia, dan dari jumlah itu sekitar 75
% berada di Papua (http:/ferthobhades.wordpress.com). Selanjutnya, Nontji
(1993) dalam Giesen et al. (2007), mengatakan daerah yang luas akan
hutan mangrove diantaranya terdapat di pesisir Timur Sumatra, pesisir
Kalimantan, dan pesisir selatan Irian Jaya. Tahun 1980 jumlah hutan mangrove di
Indonesia sekitar 4,25 juta ha, tetapi pada tahun 2000 telah mengalami
penurunan menjadi 3 juta ha.
Tanaman dalam kelompok mangals beragam tetapi
semuanya dapat beradaptsi terhadap habitat mereka (zona intertidal) dengan
mengembangkan adaptasi fisiologis untuk mengatasi masalah anoksia, salinitas
tinggi dan genangan air pasang surut yang sering. Setelah terbentuk komunitas
mangrove, akar mangrove menyediakan habitat bagi tiram dan aliran air
yang lambat, sehingga meningkatkan pengendapan sedimen. Sedimen halus yang
anoksik di bawah hutan mangrove berperan sebagai penampung berbagai logam berat
(trace) membentuk koloid partikel, sehingga sering menciptakan Mangrove
melindungi daerah pantai dari erosi, badai topan (terutama saat badai), dan
tsunami. Sistem akar mangrove sangat efisien dalam memecah energi gelombang
laut, memperlambat air pasang, meninggalkan semua sedimen kecuali partikel
halus ketika pasang surut. Dengan cara ini, ekosistem mangrove membangun
lingkungan yang unik dan perlindungan terhadap erosi, sehingga sering menjadi
objek program konservasi.
1.1.3
Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Ekosistem
hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks
karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat
berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk
tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat
yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi.
Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang
pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana,
2002).
Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta
mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan
labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti
sediakala. Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistem yang
unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis penting yang
fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini
memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air dengan salinitas
tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut (Dephut, 2004).
Ada beberapa
ciri-ciri spesifik yang bisa dijumpai di hutan mangrove, antara lain: Jenis
pepohonan yang related terbatas. Akar pepohonan terbilang unik sebab berbentuk
layaknya jangkar dengan melengkung juga menjulang di bakau atau Rhizphora Spp.
Terdapat beberapa pohon yang akarnya mencuat secara vertical layak nya pensil
di pidada atau Sonneratia dan juga api-api atau Avicennia Spp. Terdapat biji
atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan proses perkecambahan
pada kulit pohon.
Ciri-ciri
terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik
menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
·
Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
·
Memiliki akar nafas (pneumatofora) misalnya
seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp.,
serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan
pada api-api Avicennia spp.;
·
Memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat
berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora yang lebih di
kenal sebagai propagul.
·
Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit
pohon.
Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan
memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah:
·
Tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik
setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
·
Tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang
cukup dari darat;
·
Daerahnya terlindung dari gelombang besar dan
arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22
º /oo) hingga asin.
Flora Pada Ekosistem
Mangrove
Berbicara
mengenai flora atau tumbuhan yang ada di ekosistem hutan mangrove antara lain
liana, alga, bakteri juga fungi. Beberapa ahli menemukan terdapat kurang lebih
89 spesies . Flora tersebut kemudian dibagi ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.
Flora hutan
mangrove mayor atau tanaman mangrove sesungguhnya, adalah tanaman yang
memperlihatkan kesetiaan pada habitas ekosistem mangrove.Ia memiliki kemampuan untuk
membentuk tegakan yang murni serta secara dominan mencirikan susunan komunitas.
Dari segi morfologis, ia mempunyai bentuk yang adaptif akan lingkungan hutan
mangrove dan mampu mengontrol kadar garam.
Contoh flora yang masukke kelompok ini adalah
Kandelia, Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Ceriops, Lumnitzera, Laguncularia,
SonneratiadanNypa.
2.
Flora mangrove
minor, adalah tanaman mangrove yang tidak memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah
tegakan yang murni, dengan demikian secara
morfologis tanaman ini tidak memiliki peranan yang dominan dalam komunitas
mangrove.Contoh tanaman ini antara lain Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis,
Xylocarpus, Camptostemon, Heritiera, Pemphis, Scyphiphora, Osbornia,
Acrostichum dan juga Pelliciera. Asosiasi hutan Mangrove, contoh tanaman yang satu ini adalah Calamus,
Hibiscus, Cerbera dan masih banyak lagi lainnya.
3.
Asosiasi
mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan
lain-lain.
1.1.4 Fungsi Ekosistem Mangrove
Keberadaan ekosistem
mangrove ini sangat penting sebab ia memiliki beberapa fungsi yang nyata
terhadap organisme lainnya. Apa sajakah itu? Berikut uraiannya.
Fungsi Fisik Hutan
Mangrove
Ø Sebagai penjaga garis pantai juga tebing sungai agar
terhindar dari erosi atau abrasi.
Ø Memacu percepatan perluasan lahan.
Ø Mengendalikan intrusi dari air laut.
Ø Berperan sebagai pelindung daerah belakang hutan
mangrove dari pengaruh buruk hempasan gelombang juga angin yang kencang.
Ø Sebagai kawasan penyangga dari rembesan air lautan.
Ø Sebagai pusat pengolahan limbah organik.
Fungsi Ekonomis Hutan
Mangrove
Ø Sebagai sumber kayu untuk bahan bakar juga bahan
bangunan bagi manusia.
Ø Sebagai penghasil beberapa unsure penting seperti
obat-obatan, minuman, makanan, tannin juga madu.
Ø Sebagai lahan untuk produksi pangan.
Fungsi
kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.
2.
Sebagai
penyerap karbondioksida.
3.
Sebagai
pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di
lautan.
Fungsi Biologis Hutan
Mangrove
Ø Sebagai tempat untuk mencari makanan, tempat
memijah, tempat untuk berkembang-biak berbagai organisme seperti ikan, udang
dan lain-lain.
Ø Sebagai salah satu sumber plasma nutfah
Fungsi lain (wanawisata) kawasan
mangrove antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kawasan wisata alam pantai
dengan keindahan vegetasi dan satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.
2. Sebagai tempat pendidikan,
konservasi, dan penelitian.
Begitu
pentingnya hutan mangrove menuntut Pemerintah lebih serius dalam program
pelestariannya. masyarakatpun harus ikut berpartisipasi dalam perlindungan,
pengelolaan, dan pengembangan hutan mangrove.
1.2
Faktor Edaphis dan Klimatologis Ekosistem Mangrove
1.2.1
Faktor edaphis ekosistem mangrove
Menurut Jacob S. Joffe (1949), tanah merupakan benda alam
yang tersusun oleh horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan kimia
mineral dan bahan organik, biasanya
tidak padu dan mempunyai tebal yang dapat di bedakan dalam hal morfologi
fisik,kimia dan biologinya.
Hans Jenny (1899-1992), seorang
pakar tanah asal Swiss yang bekerja di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa tanah
terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami modifikasi/pelapukan akibat
dinamika faktor iklim, organisme (termasuk manusia), dan relief permukaan bumi
(topografi) seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan dinamika kelima
faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan dapat dilakukan
klasifikasi tanah.
1.2.1.1Karakteristik
tanah
Tubuh tanah (solum) tidak lain
adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia
tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier
dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.Tubuh tanah terbentuk dari
campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral
terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik
(organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang
terdegradasi.
Warna tanah merupakan ciri utama
yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari
hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu,
tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras
sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah
berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang
tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa.
Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan
nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan
besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh
kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan
warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana
anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang
terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan
karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir)
tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fase: fase padatan, fase
cair, dan fase gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur
tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat
disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila
pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil
(mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup
besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat
apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
Manfaat tanah
Tanah memiliki manfaat sebagai
berikut:
· Tempat
tumbuh dan berkembangnya perakaran
· Penyedia
kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
· Penyedia
kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan
asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat
meningkatkan kesediaan hara)
· Sebagai
habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau
tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut,
maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Edafis adalah hutan yang dalam pembentukannya sangat di
pengaruhi oleh keadaan tanah,misalnya sifat sifat fisika, sifat kimia, sifat
biologi tanah serta kelembapan tanah .Untuk penjelasan lebih detail dapat di
uraikan sebagai berikut :
Tekstur
Tanah
Tanah atau tempat tumbuh atau
substrat bagi mangrove bisa dikategorikan dengan bermacam cara. Ada yang
mengkategorikan tanah di hutan mangrove menjadi tanah berlumpur, berpasir atau
berkoral.Tanah mangrove bisa dikategorikan berdasarkan kematangannya. Tanah
belum masak biasa disebut lunak atau lembek, sehingga orang berjalan akan
terperosok jauh ke bawah (biasanya ini terjadi di tanah berlumpur) .
Tekstur tanah menunjukkan komposisi
partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi
(%) relatif antara fraksi pasir (sand) berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 –
200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay)
< 2 µm (Hanafiah, 2010).
Struktur
Tanah
Struktur
tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah.
Gumpalan-gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat
satu sama lain oleh perekat seperti : bahan organik, oksida besi, dan
lain-lain. Daerah curah hujan yang tinggi umumnya ditemukan struktur tanah
remah atau gramuler dipermukaan dan menggumpal di horizon bawah.Struktur tanah
berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur terhadap kondisi draenase atau aerasi
tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang
lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer .
Salinitas
Salinitas
adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Menurut kusmana
(2003) salinitas air tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya
tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah
estuari dengan salinitas (10-30)%.
Kondisi salinitas air berpengaruh kepada
salinitas tanah dan pH tanah di hutan mangrove. Nilai pH di hutan mangrove akan
lebih tinggi dibanding hutan lain yang tidak terpengaruh oleh salinitas air.
Kebanyakan pH tanah pada hutan mangrove berada pada kisaran 6-7, meskipun ada
beberapa yang nilai pH tanahnya dibawah 5.
Gambar : warna air pada ekosistem mangrove di kacamatan
Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Jenis Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya
aluvial biru sampai coklat keabu-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku
dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan sedikit
atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak
mengandung pasir dan bahan organik .
Gambar:
jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten Bengkalis
Gambar:
jenis tanah pada ekosistem mangrove di kecamatan Bukit Batu,Kabupaten
Bengkalis.
Menurut Khenmark et al. (1987) dalam
Onrizal dan Kusmana (2004), tanah mangrove dapat diklasifikasikan
menjadi 3 golongan utama, yaitu :
1.
Golongan I, tanah tidak matang (unripped
soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya belum sempurna, dan hanya
horison A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Pada beberapa daerah
tanah dari horison C mungkin berkaitan dengan bahan induknya. Pada umumnya
tanah berwarna gelap dari tanah bawah yang biasanya berwarna biru atau hijau.
Adapun sifat kimia tanahnya adalah pH sangat rendah hingga 2,5, kadar garam tinggi, variasi bahan organik + 2-20 %, mengandung
sejumlah K dan P, variasi tekstur tanah dari liat ke liat berpasir.
2. Golongan II, tanah matang (repening
soils) adalah tanah yang sudah berkembang dan umumnya ditemukan di daerah
paling atas pada waktu air pasang. Adapun sifat kimia dan fisik tanahnya, yaitu
tanah bagian atasnya adalah liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar
10-30 cm dengan kandugan bahan organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah
kadar bahan organiknya lebih rendah dengan kedalaman 40-49 cm yang berwarna
lebih terang, pH tinggi,kadar garam tinggi, dan kadar P rendah.
3. Golongan III, tanah organik (organic
soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan profil
yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.Tanah bagian
atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah,
kadar garam dan K yang tinggi, tetapi terdapat kadar P yang rendah dan tekstur
tanahnya liat.
Menurut Gledhill (1963) dalam Onrizal
dan Kusmana (2004), sifat tanah merupakan faktor pembatas utama terhadap
pertumbuhan di dalam hutan mangrove.Karakteristik kimia dan sifat fisik tanah
berbeda pada zona tumbuhan yang berbeda.Demikian pula sifat tanah mangrove
berbeda dengan tanah di luar daerah mangrove.Susunan jenis dan kerapatan pada
hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi
ion tanah yang bersangkutan.Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak
terdiri atas liat (clay) dan debu (silt), terdapat tegakan yang
lebih rapat dari lahan yang tanahnya yang mengandung liat dan debu pada
konsentrasi yang lebih rendah.Tanah dengan konsentrasi kation Na > Mg >
Ca atauK, tegakan dikuasai oleh jenisAvicennia spp.Tanah dengan susunan
konsentrasi kation Mg > Ca > Na atau K, tegakan dikuasai oleh nipah (Nypa
fruticans).Lebih lanjut pada tanah dengan susunan kation Ca > Mg > Na
atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Melaleuca spp.
Menurut
Matondang (1979) dalam Widhiastuti (1996) tanah hutan mangrove dibagi
dalam dua kategori umum, yaitu ;
1.
Halic hydraquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe
clay soils) mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara
persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat
kematangan tanah semakin besar.
2.
Halic sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang
mengandung air secara permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm
lapisan permukaan tanah dan kapasitas tukar kation tinggi.
Pembentukan tanah mangrove menurut Hachinohe et al. (1999)
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Faktor fisik
Faktor fisik yang mencakup
transportasi hara oleh arus pasang, aliran air laut, gelombang, dan aliran
sungai.Hara mangrove dibagi atas hara inorganik dan detritus organik.Hara inorganik
penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg, dan Na (selalu
cukup). Sumber hara inorganik adalah hujan, aliran permukaan, sedimentasi, air
laut dan bahan organik yang terdegradasi. Pasang surut menentukan zonasi
komunitas flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar
terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove.
Salinitas air
menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang
surut. Salinitas adalah kadar dari air di ekosistem mangrove. Air yang dimaksud
di sini berupa air yang menggenang di atas permukaan tanah atau air yang
terletak di dalam tanah di sela-sela butir tanah. Salinitas air di sela-sela
butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya (naik turun) tidak sebesar
pada air yang menggenang di atas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam
persen (%) atau part perthousand (ppt atau 0/00). Salinitas air laut bebas
adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air laut,
terdapat 30 gr garam.
Nilai salinitas
sulit digunakan sebagai kriteria pemilihan spesies yang akan ditanam, karena
nilai salinitas sangat berfluktuasi (naik turun) tergantung perubahan musim,
pasang surut, dan sebagainya. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang
merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove, terutama
distribusi horizontal. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa
antara air tawar dengan air laut sehingga mempengaruhi distribusi vertikal
organisme mangrove. Karena adanya perbedaan tingkat konsentrasi garam di tanah
hutan mangrove mengakibatkan jenis tumbuhan yang hidup di hutan mangrove harus
beradaptasi, yaitu :
• Sekresi garam (salt extrusion/ salt secretion) : Flora mangrove
menyerap air dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini
dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Achantus, Laguncularia dan
Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada daun).
• Mencegah masuknya garam (salt exclusion) : Flora mangrove
menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan (ultra filter)
yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizophora, Ceriops,
Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Exoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan
Acrostichum.
• Akumulasi garam (salt accumulation) : Flora mangrove sering kali
menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang lebih tua. Daun
menyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan
mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan
buah.Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada Excoecaria,
Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus.
1.
Faktor
fisik-kimia
Faktor
fisik-kimia,misalnya penggabungan dari beberapa partikel oleh pengendapan dan
penguapan, tanah tempat mangrove hidup, dibentuk oleh akumulasi sedimen yang
berasal dari sungai, pantai atau erosi yang terbawa dari dataran tinggi
sepanjang sungai atau kanal. Sebagian tanah berasal dari akumulasi dan
sedimentasi bahan-bahan koloid dan partikel.Sedimen yang terakumulasi di suatu
daerah mangrove dengan lainnya memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung
pada sifat dasarnya, sedimen yang berasal dari sungai berupa tanah berlumpur,
sedangkan sedimen pantai berupa pasir. Degradasi bahan-bahan organik yang
terakumulasi sepanjang waktu menurut Hachinohe et al. (1999) juga
merupakan bagian dari tanah mangrove, yang mana hal tersebut menyebabkan
terjadinya :
• Tinggi relatif permukaan tanah
terhadap permukaan air pasang tertinggi (pasang purnama) dan pasang terendah
(pasang perbani), merupakan faktor terpenting yang menentukan sebaran spesies
mangrove. Selain itu, karena tinggi permukaan tanah mudah diukur, peubah ini
bisa secara praktis diandalkan untuk pemilihan spesies.
• Kondisi topografi dan fisiografi, dinyatakan misalnya berupa posisi
relatifnya terhadap laut, darat, sungai, muara sungai, dan sebagainya.
KRITERIA PENILAIAN KESUBURAN TANAH MENURUT PUSAT
PENELITIAN TANAH
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-Ciri Tanah
|
Tingkatan
|
|||||||||
Sangat Rendah
|
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Sangat Tinggi
|
||||||
C-organik
(%)
|
<
1,00
|
1,00-2,00
|
2,01
- 3,00
|
3,01
– 5,00
|
>
5,00
|
|||||
N-total
(%)
a.
Mineral
b.
Gambut
|
<
0,10
|
0,10-0,20
<
0,80
|
0,21
- 0,50
0,80
– 2,50
|
0,51
– 0,75
>
2,50
|
>
0,75
|
|||||
Rasio
C/N
|
<
5
|
5
– 10
|
11
– 15
|
16
– 25
|
>
25
|
|||||
P2O5
Bray 1 (ppm)
|
<
10
|
10
–15
|
16
– 25
|
26
– 35
|
>
35
|
|||||
K
(me/100 g)
|
<
0,10
|
0,10-0,20
|
0,30
– 0,50
|
0,60
– 1,00
|
>
1,00
|
|||||
Na
(me/100 g)
|
<
0,10
|
0,10-0,30
|
0,40
– 0,70
|
0,80
– 1,00
|
>
1,00
|
|||||
Mg
(me/100 g)
|
<
0,40
|
0,40-1,00
|
1,10
– 2,00
|
2,10
– 8,00
|
>
8,0
|
|||||
Ca
(me/100 g)
|
<
2
|
2
– 5
|
6
– 10
|
11
– 20
|
>
20
|
|||||
KTK
(me/100 g)
|
<
5
|
5
– 16
|
17
– 24
|
25
– 40
|
>
40
|
|||||
Kejenuhan Basa (%)
|
<
20
|
20
–35
|
36
– 50
|
51
– 70
|
>
70
|
|||||
Kadar
Abu (%)
|
<
5
|
5
– 10
|
>
10
|
|||||||
Sangat
Masam
|
Masam
|
Agak
Masam
|
Netral
|
Agak
Alkalis
|
Alkalis
|
|||||
pH
(H2O)
a.
Mineral
|
<
4,5
|
4,5
– 5,5
|
5,6
– 6,5
|
6,6-7,5
|
7,6
-8,5
|
>
8,5
|
||||
Sangat
masam
|
Sedang
|
Tinggi
|
||||||||
pH
(H2O)
b.
Gambut
|
<
4,0
|
4
– 5
|
>
5
|
|||||||
Kisaran
Nilai dan Tingkat Penilaian Analisis
Agregat Kimia Tanah
Hutan
Mangrove di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu
Kabupaten Begkalis
Sifat
Kimia Tanah
|
Kedalaman
Lapisan Contoh (cm)
|
|||
0
– 30
|
30
– 60
|
|||
Nilai
|
Peringkat
|
Nilai
|
Peringkat
|
|
pH (H2O)
|
6,0
– 7,1
|
S
|
6,4
– 7,2
|
S
|
C-organik (%)
|
4,47–5,41
|
ST
|
4,48
–5,57
|
ST
|
N-total (%)
|
0,78
– 1,45
|
SR
- S
|
0,47
– 0,84
|
SR
– S
|
P2O5 Bray 1 (ppm)
|
14,7
– 14,7
|
R
|
14,0
– 17,7
|
R
|
Ca (me/100 g)
|
4,01
– 8,41
|
R
– S
|
1,37
– 3,69
|
SR
– R
|
Mg (me/100 g)
|
1,14
– 1,66
|
S
|
0,91
– 1,61
|
R
– S
|
K (me/100 g)
|
0,50
– 1,77
|
S
– ST
|
0,77
– 0,75
|
S
– T
|
Na (me/100 g)
|
0,98
– 5,75
|
T
– ST
|
0,97
– 1,75
|
T
– ST
|
Total Basa (me/100g)
|
8,24
– 10,18
|
S
|
6,03
– 6,24
|
S
|
KTK (me/100 g)
|
68,6
– 161,6
|
ST
|
67,6
– 177,7
|
ST
|
Kejenuhan Basa (%)
|
7,8
– 17,8
|
SR
|
3,9
– 7,7
|
SR
|
Kadar Abu (%)
|
24,06
– 61,81
|
ST
|
21,66
– 56,77
|
ST
|
Kadar Air Lapang (%)
|
181,6-646,6
|
S
|
177,6
– 667,7
|
S
|
Kadar Air Tanah (%)
|
148,6-446,9
|
S
|
79,7
– 707,7
|
S
|
Keterangan :
SM = Sangat
masam T = Tinggi R = Rendah
ST = Sangat tinggi S = Sedang SR = Sangat rendah
|
Catatan
: Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau
2.
Faktor biotik
Faktor
biotik seperti produksi dan perombakan bahan-bahan organik.Misalnya pembentukan
nutrien mangrove, (nutrient organik dan nutrien inorganik).Detritus organik
adalah nutrient organik yang berasal dari bahan-bahan biogenik melalui beberapa
tahap degradasi microbial. Detritus organik berasal dari authocthonous (phytoplankton,
bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) allothocthonous (partikulat
dari air aliran sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta
tanaman dan hewan yang mati di zona pantai laut)atau dengan perkataan lain,
dalam satu liter air laut, terdapat 30 gr garam.
1.2.2
Faktor klimatologis
ekosistem mangrove
Klimatologi
berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke
Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran
dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda ,
dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena
klimatologi memerlukan interpretasi dari data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga
mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik.
Iklim bisa diartikan sebagai kondisi
rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang.Studi tentang cuaca dipelajari dalam
meteorologi sedangkan ilmu yang mempelajari tentang iklim adalah
klimatologi.Iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap
bumi.Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh letak
geografis.Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis, lintang
menengah dan lintang tinggi.
Iklim yang di kenal di Indonesia ada
tiga iklim antara lain terdiri dari iklim musim (muson), iklim tropika (iklim
panas), dan iklim laut.
1. Iklim Musim (iklim Muson)
Iklim Muson terjadi karena pengaruh
angina musim yang bertiup berganti arah tiap-tiap setengah tahun sekali.
Angin musim di Indonesia terdiri atas :
- Angin Musim Barat Daya adalah angin yang bertiup antara
bulan Oktober sampai April sifatnya basah. Pada bulan-bulan tersebut,
Indonesia mengalami musim penghujan
- Angin Musim Timur Laut adalah angin yang bertiup antara
bulan April sampai Oktober, sifatnya kering. Akibatnya, pada bulan-bulan
tersebut, Indonesia mengalami musim kemarau.
2. Iklim Tropika (Iklim Panas)
Indonesia terletak di sekitar garis
khatulistiwa.Akibatnya, Indonesia termasuk daerah tropika (panas).Keadaan cuaca
di Indonesia rata-rata panas mengakibatkan negara Indonesia beriklim tropika
(panas), Iklim ini berakibat banyak hujan yang disebut Hujan Naik Tropika.
3. Iklim Laut.
Negara Indonesia adalah negara
kepulauan.Sebagian besar tanah daratan Indonesia dikelilingi oleh laut atau
samudra.Itulah sebabnya di Indonesia terdapat iklim laut.Sifat iklim ini lembab
dan banyak mendatangkan hujan.
1.2.2.1Parameter Klimatologis
Lingkungan Hidup Mangrove
·
Iklim
Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.
Sebagian besar daerah pantai Indonesia beriklim tropik basah dan dicirikan dengan kelembaban, angin musim, curah hujan, dan temperatur yang tinggi. Hal ini menyebabkan pencegahan akumulasi garam-garam tanah, sehingga hutan mangrove tumbuh subur dan berkembang dengan baik. Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.
·
Cahaya
Intensitas cahaya, kualitas, dan lama
penyinaran merupakan faktor penting bagi tumbuhan.Umumnya tumbuhan mangrove
membutuhkan intensitas cahaya matahari tinggi dan penuh, sehingga zona pantai
tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove.Kisaran intensitas cahaya optimal
untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 - 3800 kkal/m2/hari.Pada saat masih
kecil (semai) tumbuhan mangrove memerlukan naungan.
Hasil penelitian komar (1992) menunjukan
bahwa :
a.
Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit R. mucronata dan
R.apiculata.
b.
Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.
c.
Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit R. mucronata,
R.apiculata.
Kecepatan arus perairan berpengaruh
pada produktifitas padang lamun.Turtle grass dapat menghasilkan hasil tetap (
standing crop) maksimal pada kecepatan arus 0.5m/det.Arus tidak mempengaruhi
penetrasi cahaya, kacuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi
penetrasi cahaay. Aksi menguntungkan dari arus terhaap organisme terletak pada
transport bahan makanantambahna bagi porganisme dan dalam halpengangkutan
buangan. Pada daerah yang arusnya cepat,sedimen pada padang lamunterdiri dari
lumpur halus dan detritus.Hal ini mennunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk
mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen.
·
Curah
hujan
Jumlah,
lama, dan distibusi curah hujan merupakan faktor penting yang mengatur
perkembangan dan distribusi tumbuhan.Selain itu, curah hujan mempengaruhi
faktor lingkungan lain, seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan
tanah dan air tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove.
berdasarkan klasifikasi Iklim Schmidt dan
Ferguson - 1951, hutan mangrove di Indonesia berkembang pada daerah dengan tipe
curah hujan A, B, C, dan D dengan nilai Q yang bervariasi mulai 0 sampai 73,7%.
Sementara itu, Aksornkoae (1993) menginformasikan bahwa tumbuhan mangrove
umumnya tumbuh baik di daerah dengan curuh hujan rata-rata 1500 - 3000
mm/tahun.Namun juga ditemukan pada daerah yang bercurah hujan tinggi, yaitu
4000 mm/th yang tersebar lebih dari satu periode.
·
Suhu
udara
Suhu berperan penting dalam proses
fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. pertumbuhan mangrove yang baik
memerlukan suhu rata-rata minimal lebih besar dari 20ºC dan perbedaan suhu
musiman tidak melebihi 5ºC, kecuali di Afrika Timur dimana perbedaan suhu
musiman mencapai 10ºC.
Berdasarkan hasil penelitian Kusmana
(1993) diketahui bahwa hutan mangrove yang terdapat di bagian timur pulau
Sumatera tumbuh pada suhu rata-rata bulanan dengan kisaran dari 26,3 ºC sampai
dengan 28,7 ºC. Hutching dan Saenger (1987) mendapatkan kisaran suhu optimum
untuk pertumbuhan beberapa spesies tumbuhan mangrove, yaitu Avicennia marina
tumbuh baik pada suhu 18 - 20 ºC, R. stylosa, Ceriops spp., Excoecaria
agallocha dan Lumnitzera racemosa pertumbuhan tertinggi daun segar dicapai pada
suhu 26-28 ºC, suhu optimum Bruguiera spp. 27 ºC, Xylocarpus spp. berkisar
antara 21-26 ºC dan X. granatum 28 ºC.
· Angin
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Angin berpengaruh terhadap ekosistem mangrove melalui aksi gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.
Pada daerah pantai yang mudah terkena
angin badai, tajuk pohon mangrove di sepanjang pantai tersebut biasanya patah
dan struktur pepohonan umumnya lebih pendek. Namun demikian, mangrove memainkan
peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada
di antara daratan dan lautan
· Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas
flora dan fauna mangrove.Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap
perubahan salinitas pada tanah mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi
pada saat pasang naik, dan menurun selama pasang surut. Perubahan tingkat
salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi
distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horisontal.
Pada areal yang selalu tergenang hanya
R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang
mendominasi daerah yang sering tergenang. Pasang surut juga berpengaruh
terhadap perpindahan massa antara air tawar dengan air laut, dan oleh karenanya
mempengaruhi distribusi vertikal organisme mangrove.
Durasi pasang juga memiliki efek yang
mirip pada distribusi spesies, struktur vegetatif, dan fungsi ekosistem
mangrove.Hutan mangrove yang tumbuh di daerah pasang diurnal memiliki struktur
dan kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah
semi-diurnal, dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah
pasang campuran.
Rentang pasang surut merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi, khususnya sistem akar dari mangrove.Di daerah
mangrove dengan rentang pasang yang lebar, akar tunjang dari Rhizophora spp.
tumbuh lebih tinggi, sedangkan di daerah yang rentangnya sempit memiliki akar
yang lebih rendah.Aegialites rotundifolia dan Sonneratia spp. menunjukkan
perilaku yang perakaran yang mirip.Pneumatoforanya yang besar (kuat dan
panjang) sangat baik di atas permukaan tanah di zona peralihan pasang lebih
luas dan lebih kecil untuk daerah dengan rentang pasang yang sempit.
·
Gelombang
dan arus
Gelombang
pantai yang sebagian besar dipengaruhi angina merupakan penyebab penting abrasi
dan suspensi sedimen.Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir
dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi
membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya
tenang. Keberadaan tegakan mangrove di pesisir pantai dapat melindungi
kerusakan pantai akibat energi gelombang dan arus berupa abrasi dan tsunami.
DATA
KLIMATOLOGIS UNTUK EKOSISTEM MANGROVE
PENGUKURAN IKLIM PERIODE APRIL-DESEMBER 2013
JANUARI –MARET 2014
(Berdasaran rekapitulasi data klimatologis sekunder dari Stasiun Mini Meteorologi
Dinas Pertanian Kabupaten Bengkalis)
A. Rata-rata intensitas radiasi matahari (Watt/m2)
No
|
Bulan
|
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
103,9522
|
103,3915
|
103,3522
|
102,0316
|
103,6935
|
103,0290
|
103,0290
|
2.
|
Mei
|
142,0522
|
142,6222
|
142,2296
|
102,2292
|
142,2322
|
142,0220
|
142,0220
|
3.
|
Juni
|
110,2032
|
163,0222
|
110,3122
|
103,2251
|
103,9223
|
102,9321
|
102,9321
|
4.
|
Juli
|
103,9621
|
1036621
|
103,5321
|
132,2226
|
102,2225
|
103,2223
|
103,2223
|
5.
|
Agustus
|
102,9660
|
103,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
103,3105
|
103,0222
|
103,0222
|
6.
|
September
|
102,2252
|
102,2322
|
103,6623
|
100,5391
|
103,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
7.
|
Oktober
|
102,2662
|
102,9921
|
103,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
103,6692
|
103,6692
|
8.
|
November
|
102,6666
|
102,2251
|
103,6692
|
103,9210
|
103,6623
|
103,9635
|
103,9635
|
9.
|
Desember
|
102,9660
|
103,9922
|
103,0150
|
102,1052
|
103,3105
|
103,0222
|
103,0222
|
10.
|
Januari
|
102,2252
|
102,2322
|
103,6623
|
100,5391
|
103,2222
|
102,6622
|
102,6622
|
11.
|
Februari
|
102,2662
|
102,9921
|
103,0222
|
102,6225
|
102,9920
|
103,6692
|
103,6692
|
12.
|
Maret
|
102,6666
|
102,2251
|
103,6692
|
103,9210
|
1036623
|
103,9635
|
103,9635
|
B. Rata-rata suhu udara (oC)
No.
|
Bulan
|
Suhu udara harian (oC)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
26,1
|
26,0
|
26,0
|
26,5
|
26,2
|
26,1
|
26,1
|
2.
|
Mei
|
28,1
|
26,1
|
26,5
|
29,1
|
29,1
|
26,2
|
26,2
|
3.
|
Juni
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
4.
|
Juli
|
26,4
|
26,2
|
29,2
|
28,5
|
28,4
|
28,1
|
29,1
|
5.
|
Agustus
|
26,5
|
29,1
|
26,2
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
26,1
|
6.
|
September
|
28,1
|
26,1
|
26,1
|
28,4
|
29,2
|
29,1
|
26,0
|
7.
|
Oktober
|
28,4
|
26,1
|
26,1
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
26,1
|
8.
|
November
|
28,1
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
29,1
|
26,5
|
26,2
|
9.
|
Desember
|
26,5
|
29,1
|
26,2
|
28,0
|
28,1
|
29,1
|
26,1
|
10.
|
Januari
|
28,1
|
26,1
|
26,1
|
28,4
|
29,2
|
29,1
|
26,0
|
11.
|
Februari
|
28,4
|
26,1
|
26,1
|
28,1
|
29,1
|
29,1
|
26,1
|
12.
|
Maret
|
28,1
|
26,1
|
26,4
|
29,0
|
29,1
|
26,5
|
26,2
|
C. Rata-rata kelembaban udara (%)
No.
|
Bulan
|
Kelembaban udara harian (%)
|
||||||
9.00
|
10.00
|
11.00
|
12.00
|
13.00
|
14.00
|
15.00
|
||
1.
|
April
|
77
|
74
|
74
|
74
|
77
|
75
|
75
|
2.
|
Mei
|
75
|
71
|
74
|
73
|
74
|
74
|
74
|
3.
|
Juni
|
79
|
77
|
75
|
74
|
74
|
75
|
74
|
4.
|
Juli
|
72
|
74
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
5.
|
Agustus
|
77
|
74
|
73
|
75
|
77
|
74
|
75
|
6.
|
September
|
73
|
72
|
75
|
75
|
75
|
77
|
74
|
7.
|
Oktober
|
74
|
72
|
75
|
74
|
74
|
77
|
79
|
8.
|
November
|
75
|
74
|
72
|
79
|
77
|
77
|
79
|
9.
|
Desember
|
72
|
74
|
75
|
71
|
71
|
74
|
74
|
10.
|
Januari
|
77
|
74
|
73
|
75
|
77
|
74
|
75
|
11.
|
Februari
|
73
|
72
|
75
|
75
|
75
|
77
|
74
|
12.
|
Maret
|
74
|
72
|
75
|
74
|
74
|
77
|
79
|
1.3 Jaring – Jaring
Makanan Ekosistem Mangrove
1.3.1. Rantai makanan
Rantai makanan
merupakan pengalihan energi dari sumbernya dari dalam tumbuhan melalui
sederertan organisme yang makan dan yang di makan.Para ilmuwan ekologi mengenal
tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai
saprofit (Ridwanaz, 2010).
Salah satu cara
suatu komunitas berinteraksi adalah dengan peristiwa makan dan dimakan,
sehingga terjadi perpindahan energy,elemen kimia,dan komponen lain dari satu
bentuk ke bentuk yang lain di sepanjang rantai makanan. Organisme dalam
kelompok ekologis yang terlibat dalam rantai makanan digolongkan dalam
tingkat-tingkat trofik. Tingkat trofik tersusun dari seluruh organisme pada
rantai makanan yang bernomor sama dalam tingkat memakan.
Sumber energi
berasal dari matahari. Tumbuhan yang menghasilkan gula lewat proses
fotosintesis hanya memakai energi matahari dan C02 dari udara. Oleh karena itu,
tumbuhan tersebut digolongkan dalam tingkat trofik pertama.Hewan herbivora atau
organisme yang memakan tumbuhan termasuk anggota tingkat trofik kedua.Karnivora
yang secara langsung memakan herbivora termasuk tingkat trofik ketiga,
sedangkan karnivora yang memakan karnivora di tingkat trofik tiga termasuk
dalam anggota iingkat trofik keempat.
Ekosistem
mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencarimakan
berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem
mangrovesangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem
mangrove jugaberperan untuk menjaga stabilitas garis pantai.Pada umumnya fauna
yang hidup di hutan mangrove adalah serangga, crustaceae, Mollusca, ikan,
burung, reptile dan mamalia.
Hutan bakau di
beberapa daerah sebagian besar banyak yang telah beralih fungsi dan di konversi
menjadi lahan budidaya ikan maka akan terjadi pemutusan rantai makanan yang
mengandalkan nutrient yang ada di pohon mangrove tersebut. Penjelasannya
seperti ini, kita sama-sama mengetauhi bahwa rantai makanan yang terjadi di
hutan mangrove/bakau tersebut memiliki tipe rantai makanan detritus, rantai makanan
ini sumber utamanya dari hasil penguraian guguran daun dan ranting yang
dihancurkan oleh bakteri dan fungi sehingga menghasilkan detritus, hancuran
detrirus ini menghasilkan nutrient yang sangat penting bagi cacing, mollusca,
crustaceae dan hewan lainnya. Dengan rantai tersebut apabila hutan bakau ini di
ubah menjadi lahan budidaya maka, cacing, crustacean, mollusca dan hewan
lainnya tidak mendapatkan nutrient yang cukup utuk perkembangan kehidupannya.
Bakteri dan fungi akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata,
kemudian protozoa dan avertrtebrata akan
dimakan oleh karnivora sedang yang selanjutnya di makan oleh karnivora tingkat
tinggi, Juwana (1999).
fungi dan
bakteri yang tadinya hidup untuk menguraikan dedaunan bakau/mangrove yang sudah
jatuh dan seperti itu kehidupannya maka bakteri dan fungi tersebut akan
berkurang. Mungkin untuk selanjutnya tidak ada yang berubah karena protozoa dan
avertebrata memakan baketri dan fungi yang kita tahu bahwa lahan tersebut
tinggal beberapa jenis bakteri dan fungi.
Menurut
Hernandhi hidayat (2010) mata rantai makanan yang terdapat pada ekosistem
mangrove terdiri atas 2 jenis yaitu :
1.
Rantai Makanan Langsung
Pada rantai makanan langsung yang
bertindak sebagai produsen adalah tumbuhan mangrove. Tumbuhan mangrove ini akan
menghasilkan serasah yang berbentuk daun, ranting, dan bunga yang jatuh ke
perairan. Selanjutnya sebagai konsumen tingkat 1.adalah ikan-ikan kecil dan
udang yang langsung memakan serasah mangrove yang jatuh tersebut. Untuk
konsumen tingkat 2 adalah organisme
karnivora yang memakan ikan-ikan kecil dan udang tersebut. Selanjutnya
untuk konsumen tingkat 3 terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung
pemakan ikan. Pada akhirnya konsumen tingkat 3 ini akan mati dan diuraikan oleh
detritus sehingga akan menghasilkan senyawa organic yang bisa dimanfaatkan oleh
tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram rantai makanan langsung
2.
Rantai Makanan Tidak Langsung / Rantai Detritus.
Pada rantai makanan tidak langsung atau
rantai detritus ini melibatkan lebih banyak organisme. Bertindak sebagai
produsen adalah mangrove yang akan menghasilkan serasah yang berbentuk daun,
ranting, dan bunga yang jatuh ke perairan. Selanjutnya serasah ini akan terurai
oleh detrivor / pengurai. Detritus yang
mengandung senyawa organic kemudian akan dimakan oleh Crustacea, bacteria,
alga, dan mollusca yang bertindak sebagai konsumen tingkat satu. Khusus untuk
bacteri dan alga akan dimakan protozoa sebagai konsumen tingkat dua. Protozoa
ini kemudian akan dimakan oleh amphipoda sebagai konsumen tingkat tiga. Lalu,
baik crustacea ataupun amphipoda ini dimakan oleh ikan kecil (Konsumen Tingkat
4) dan kemudian akan dimakan oleh ikan besar (konsumen 5). Selanjutnya untuk
konsumen tingkat enam terdiri atas ikan-ikan besar maupun burung – burung
pemakan ikan dan pada akhirnya konsumen tingkat enam ini akan mati dan
diuraikan oleh detritus sehingga akan menghasilkan senyawa yang bisa
dimanfaatkan oleh tumbuhan mangrove tersebut.
Diagram
rantai makanan tidak langsung
1.3.2. jaring- jaring makanan
Rantai ini dimulai
dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses
Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan
kepiting.(Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui
pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel
et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh
bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata
meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska,
udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh
karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi
seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga
diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan
oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975).
Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun,
dan epifit akar Odum et al. (1982)..Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna
sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari
perairan dalam yang relatif bersih.Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki
produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4
dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980).
Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 4-2.
Jaring
jaring makanan ekosistem mangrove
1.3.3
Hubungan Saling Ketergantungan Antara Komponen.
Ekosistem tersusun dari beberapa
komponen.Antara komponen-komponen ekosistem terjadi saling ketergantungan, yang
berupa makan dimakan, atau dalam bentuk persekutuan hidup.Makhluk tergantung
pada lingkungannya, baik lingkungan abiotik atau biotik.Keadaan komponen
abiotik yang sesuai bagi satu jenis makhluk berbeda untuk jenis makhluk yang
lainnya.Dalam ekosistem lingkungan abiotik sangat menentukan jenis-jenis
makhluk yang dapat sesuai dengan lingkungan tertentu.
Di daerah sekitar muara sungai,
tanahnya berlumpur dan hampir selalu tergenang air.Kadar garam tinggi dan
kandungan oksigen dalam tanah rendah.Di daerah berlumpur, tumbuhan bakau
merupakan salah satu tumbuhan yang khas. Mempunyai ciri yang khas pada struktur
akar dan cara berkembangbiaknya. Tumbuhan dan hewan yang hanya ada di daerah
pegunungan hidupnya tergantung pada keadaan suhu yang cukup rendah. Cacing yang
hidup di dalam tanah akan menyebabkan adanya rongga-rongga dalam tanah.
Rongga-rongga tersebut akan terisi oksigen sehingga kadar oksigen dalam tanah
bertambah.
Di daerah yang banyak pohon terasa
lebih sejuk dibandingkan dengan yang jarang ada pohonnya.Pohon-pohon yang besar
dapat mempengaruhi suhu suatu tempat.Dari hal-hal di atas tampak bahwa komponen
biotik dan abiotik itu saling mempengaruhi.
Saling ketergantungan dapat terjadi
antara:
Ø Komponen
biotik dengan biotik yang lain, seperti:
o
Saling ketergantungan antara mahkluk
hidup yang sejenisantungan antara komponen biotik dan abiotik.
o
Hewan jantan dengan hewan betina untuk
dapat berkembangbiak.
o
Semut yang satu dengan semut lain saat
membawa makanan.
o
Saling ketergantungan antara mahluk
hidup yang tak sejenis.
o
Bunga membutuhkan kupu-kupu untuk
melakukan penyerbukan.
o
Ulat membutuhkan tumbuhan untuk
makanannya.
Ø Komponen
biotik dengan abiotik, seperti:
o
Tumbuhan hijau membutuhkan air, CO2, dan
sinar matahari untuk proses fotosintesis.
o
Semua mahluk hidup membutuhkan O2 untuk
bernafas.
1.4.
Aliran Energy dan Siklus Material .
1.4.1
Aliran Energi
Energi dari sinar matahari
merupakan tenaga penegndali dari semua ekosistem.Tumbuhan dengan memanfaatkan
tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan
mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan
makanannya.Energi beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan
jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya.
Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli
ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional terhadap aliran energi dalam
ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi
dalam sistem fisika. Mereka secara formal memahami bahwa energi dalam sistem
dalam berbagai bentuk.
Aliran energi merupakan rangkaian
urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi yang lain dimulai dari
sinar matahari lalu ke produsen, ke konsumen primer (herbivora), ke konsumen
tingkat tinggi (karnivora), sampai ke saproba[1], aliran energi juga dapat
diartikan perpindahan energi dari satu tingkatan trofik ke tingkatan
berikutnya. Pada proses perpindahan selalu terjadi pengurangan jumlah energi
setiap melalui tingkat trofik makan-memakan. Energi dapat berubah menjadi
bentuk lain, seperti energi kimia, energi mekanik, energi listrik, dan energi
panas. Perubahan bentuk energi menjadi bentuk lain ini dinamakan transformasi
energi.
Aliran
nenrgi ekosistem mangrove
Materi anorganik yang masuk ke
lingkungan mangrove akan dimanfaatkan oleh produsen dalam hal ini adalah
tumbuhan mangrove untuk kebutuhan fotosintesis. Nutrien tersebut berupa Karbon
organik, Nitrogen, dan
Posfat dan bentuk nutrien yang lainnya.
Mangrove akan menghasilkan serasah
berupa bunga, ranting dan daun mangrove yang jatuh ke perairan sebagian akan
tenggelam atau terapung di perairan tersebut dan sebagian lagi akan terbawa
oleh arus laut ke daerah lain. Serasah yang dihasilkan oleh pohon-pohon
mangrove merupakan landasan penting bagi produksi ikan di muara sungai dan
daerah pantai.
Zat organik yang berasal dari
penguraian serasah hutan mangrove ikut menentukan kehidupan ikan dan
invertebrata di sekitarnya dalam rantai makanan.
Proses
Aliran Energi dalam Ekosistem
Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
1) Energi
masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat
digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya
dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh
mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang
diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas,
dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses
respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
2) Energi
yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan
dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah
diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara
tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan
berikutnya dari rantai makanan.Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung mangsanya.
3) Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi,
maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari
sistem sebagai materi organik.
4) Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen
dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk
pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem
5) Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem
terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas
dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem
lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa
arus.
1.4.2
siklus biogeokimia pada ekosistem mangrove
Siklus biogeokimia atau siklus
organikanorganik adalah siklus unsuratau senyawa kimia yang mengalir dari
komponen abiotik ke biotik dankembali lagi ke komponen abiotik.Siklus
unsur-unsur tersebut tidak hanyamelalui organisme, tetapi juga melibatkan
reaksireaksi kimia dalamlingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia.
Siklus materi vegetasi mangrove
dapat digambarkan dari siklus biogeokimia yang meliputi:
1. Siklus karbon
Siklus karbon terjadi ketika
organisme – organisme hidup yang ada melakukan proses respirasi, terutama pada
hewan – hewan yang ada di ekosistem tersebut. Dalam respirasi CO2 yang
dihasilkan akan digunakan oleh tanaman yang tidak lain adalah mengrove untuk
proses fotosintesis. Hasil dari fotosintesis yang berupa O2 akan digunakan lagi
oleh mahluk hidup dalam proses respirasi lagi. Selain itu CO2 juga dihasilkan
dari penguraian organisme – organisme mati oleh decomposer. CO2 yang dihasilkan
akan kembali keatmosfer dan digunakan lagi oleh organisme yang membutuhkan.
2. Siklus Oksigen
Siklus oksigen( O2 ) sama seperti
siklus karbon melalui proses fotosintesis dan respirasi.
3. Siklus Nitrogen
Siklus nitrogen pada ekosistem
mangrove hanya sedikit terjadi.Siklus terjadi melalui dekomposisi organisme
mati oleh bakteri – bakteri yang sudah mati. Hasil penguraian berupa Amonia
yang kemudian akan digunakan oleh tanaman mangrove untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
4. Siklus Forfor
Sama seperti siklus nitrogen,
fosfor organik berawal dari organisme – organisme yang sudah mati dan diuraikan
oleh decomposer menjadi fosfor anorganik yang kemudian akan terlarut di air dan
tanah, mengendap di sedimen. Disedimen laut fosfor akan terkikis dan kemudian
akan diserap oleh akar tanaman mangrove.
5. Siklus Air
Siklus air melibatkan proses
evaporasi, transpirasi, presipitasi dan kondensasi. Siklus air akan berputar
melaluitanah, laut dan udara. Pada ekosistem mangrove siklus diawali dari
proses transpirasi dan evaporasi dari lingkungan biotik dan abiotik yang ada.
Dari proses evaporasi dan transpirasi air yang berupa uap akan menuju ke
atmosfer dan berkondensasi membentuk awan. Setelah terbentuk konsentrasi air
yang cukup, kemudian air ini diturunkan ke bumi melalui proses presipitasi
kedaratan atau kembali ke laut. Bagi air yang jatuh di daratan, air ini
kemudian akan meresap ke bawah tanah dan mengalir ke arah laut. Kemudian akan
terjadi proses evaporasi dan transpirasi lagi. Proses ini akan terus berulang
sehingga membentuk sebuah siklus. Pada siklus air cahaya matahari dan gravitasi
akan terus menerus mempengaruhi pergerakan air di permukaan bumi
(Indriyanto,2006).